Bisakah Tulisan Menyatukan Lintas Genersi?

2025-11-17 01:09:17 | Diperbaharui: 2025-11-17 01:20:34
Bisakah Tulisan Menyatukan Lintas Genersi?
Caption Sumber: Dok. Komunitas Pena Berkarya Bersama (PBB) dengan bantuan AI. (Aku, 17/11/2025)

 

BISAKAH TULISAN MENYATUKAN ILMU LINTAS GENERASI?

Oleh: A. Rusdiana

Komunitas Pena Berkarya Bersama (PBB) kini memasuki tonggak penting: pertemuan ke-37, dengan 1.836 anggota yang aktif menulis dalam dua bulan terakhir sebuah angka yang menunjukkan kebangkitan minat literasi digital. Fenomena ini bukan sekadar ramai di ruang komentar; ia adalah tanda bahwa menulis telah menjadi medium kolaborasi lintas usia, lintas disiplin, dan lintas pengalaman.

Gagasan ini selaras dengan teori knowledge commons dari Elinor Ostrom yang menekankan bahwa pengetahuan adalah sumber daya bersama yang tumbuh melalui kontribusi kolektif. Ditambah lagi, teori connectivism (Siemens, Downes) menegaskan bahwa pembelajaran modern terjadi melalui jejaring, bukan hanya ruang kelas. Menulis menjadi simpul terpenting jejaring itu. Namun di balik geliat itu, ada gap besar: pengetahuan intergenerasional sering berjalan sendiri-sendiri. Senior menyimpan pengalaman; junior membawa inovasi; dosen membawa metodologi. Tanpa medium yang menyatukan, pengetahuan itu berpotensi hilang di udara. Ruang digital memberi peluang, tetapi belum tentu memberi kedalaman.

Tulisan ini bertujuan untuk: 1) Menjelaskan bagaimana menulis menjadi jembatan kolaborasi lintas generasi; 2) Menautkannya dengan tema Wisuda UIN Bandung ke-105: “Mencetak Generasi Ulul Albab: Berilmu, Berakhlak, dan Berdaya Saing.”3) Memberikan rekomendasi praktis untuk memperkuat tradisi menulis sebagai instrumen kolaborasi keilmuan bagi pemangku kepentingan pendidikan. Berikut Lima Pembelajaran Mendalam:

Pertama: Menulis sebagai Sarana Kolaborasi Keilmuan Lintas Generasi; Tema wisuda UIN Bandung ke-105 berpadu indah dengan pesan Hari Pahlawan “Pahlawanku Teladanku Terus Bergerak, Melanjutkan Perjuangan.” Keduanya menegaskan bahwa ilmu dan perjuangan tak boleh berhenti di satu generasi saja. Menulis adalah cara paling efektif untuk memastikan estafet itu berjalan.

Kedua: Menulis Menyimpan Warisan Ilmu hingga Melampaui Usia; Generasi senior guru besar, pendidik, peneliti memegang harta terbesar: pengalaman. Namun pengalaman tanpa tulisan hanya hidup selama orang tersebut hidup. Ketika dituangkan dalam tulisan, ia menjadi warisan intelektual. Generasi ulul albab tidak lahir dari hafalan, tetapi dari dialog dengan warisan keilmuan masa lalu melalui tulisan.

Ketiga: Menulis Menghidupkan Dialog Ilmu Antar Generasi; Junior membawa kecepatan, kreativitas, dan literasi digital; senior membawa kedalaman, etika, dan kebijaksanaan. Menulis mempertemukan keduanya dalam satu ruang—knowledge commons. Di sini, bukan hanya transfer ilmu yang terjadi, tetapi mutual learning: yang muda belajar makna; yang tua belajar cara baru.

Keempat: Menulis Memperkuat Akhlak Keilmuan Generasi Ulul Albab; Menulis mengajarkan disiplin, ketelitian, kerendahan hati, dan keberanian intelektual. Setiap kutipan mengajarkan kejujuran; setiap revisi melatih akhlak ilmiah. Nilai “berilmu, berakhlak, dan berdaya saing” dari tema wisuda tidak mungkin lahir tanpa budaya menulis.

Kelima: Menulis Membuka Ruang Kolaborasi Lintas Disiplin dan Lintas Dunia; Dosen menulis riset; mahasiswa menulis refleksi; praktisi menulis pengalaman. Ketiganya menghadirkan perspektif unik. Ketika dikumpulkan dalam ruang digital seperti PBB, jadilah ekosistem ilmu yang dinamis dan berjejaring global. Tulisan menjadi tiket bagi siapa pun untuk memasuki kompetisi pengetahuan dunia.

Keenam: Menulis sebagai Gerakan Kolektif Melanjutkan Perjuangan Ilmu; Para pahlawan menulis sejarah dengan tindakan; generasi kini menulis refleksi untuk melanjutkan perjuangan. Di era digital, menulis bukan hanya dokumentasi—tetapi aksi peradaban. Dengan 1.836 penulis aktif, PBB sedang membangun movement literacy yang jarang dimiliki komunitas pendidikan di Indonesia.

Menulis bukan sekadar aktivitas personal, tetapi ruang kolaborasi pengetahuan yang mampu menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan. Ia menjembatani generasi, memperkuat akhlak ilmiah, serta membangun jejaring intelektual yang berdaya saing global. Rekomendasi; 1) Perguruan Tinggi: wajib membangun “Ekosistem Tulis Ilmiah” melalui mentoring, ruang publikasi, dan komunitas menulis terstruktur; 2) Dosen: menulis bukan opsi, tetapi kewajiban moral untuk menjaga warisan ilmu; 4) Mahasiswa: jadikan menulis sebagai kompetensi inti, bukan tugas kuliah; 4) Komunitas (PBB): terus menjadi ruang dialog lintas generasi yang sehat, beretika, dan produktif.

Menulis adalah jembatan yang menghubungkan generasi ulul albab: berilmu, berakhlak, dan berdaya saing. Ia mempertemukan hikmah para pendahulu dengan kreativitas generasi penerus. Jika membaca adalah menerima cahaya, maka menulis adalah menyalakan cahaya itu untuk orang lain. Wallahu A’alm.

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Suka dengan Artikel ini?
1 Orang menyukai Artikel Ini
avatar