Hi, Koteker dan Kompasianer, apa kabar? Masih sehat dan bahagia, bukan.
Sabtu lalu, Komunitas Traveler Kompasiana dan Pesanggrahan Indonesia e.V sudah mengundang musisi dan penulis lagu dari Semarang yang tinggal di Oakland, California, mas Garna Raditya untuk berbagi tentang trend yang disinyalir sempat memporakporandakan perekonomian Indonesia. Katanya, kabur ke Amerika itu mudah tapi bertahannya yang susah.
Mas Garna yang tinggal di Amerika, memiliki waktu yang berbeda dibanding Indonesia dan Jerman. Waktu zoom ternyata terlalu larut untuknya. Untung, mas Garna mau diajak untuk rekaman supaya bisa diputar saat zoom secara live. Nasib, ternyata rekaman ada gambarnya tapi tanpa suara. Alhamdulillah di instagram reels, mas Garna juga berbagi tentang topik itu.
Dalam layar, tampak mantan jurnalis media Semarang itu bercerita tentang suka duka tinggal di negeri orang. Intinya:
- Harus kuat mental
- Jangan gengsi.
Sehingga, nggak heran kalau pekerjaan yang banyak berhubungan dengan lesan dan pikiran, akhirnya harus banting setir menjadi pekerja di sebuah pabrik coklat mariyuana di negeri orang. Kalau nggak mau, pasti susah mendapatkan pendapatan. Tentang mental, pasti berhubungan dengan karakter orangnya yang berbeda, budayanya, alamnya, dan lain sebagainya.
Di sela-sela kesibukannya, ada kegiatan menarik yang dicontohkan mas Garna ini. Contohnya, podcast "Kaum Kera" yang membahas musik dan isu-isu progresif, podcast "horor hore", yang mengangkat tema mistis, radio Rewo-Rewo yang membahas isu musik dan proyek "Amongothers" bersama istrinya Dr. Megan Hewitt, mempromosikan komunitas seni lokal dan profil usaha kecil kreatif melalui film dokumenter. Sebagai vokalis dari grup musik AK//47, ia bangga garuda di dada, di manapun ia berada. Menyala, mas Garna!
Ia bersyukur bahwa alam Oakland sangat indah. Itulah ia menyukai wisata alam seperti danau, gunung dan pegunungan. Kalian tertarik untuk menikmati keindahannya? Mungkin orang Indonesia mikir dua kali. Seperti pesan mas Garna, sebaiknya untuk saat ini nggak usah kabur ke Amerika mengingat keadaan politik lagi berubah. Masa kepemimpinan Trump berbeda sehingga akan sulit untuk masuk. Banyak LSM yang dipotong dananya, banyak migran yang dibatasi untuk masuk ke negeri paman Sam ini.
Urusan visa, kata pria yang suka meditasi itu, bagi jurnalis seperti waktu ia datang pertama kali ke Amerika selama sebulan, akan berbeda dengan visa turis tentunya. Namun, menurutnya, kalau semua aturan dokumen perlengkapan visa diikuti, akan lancar dan mendapatkannya.
Dari Amerika Serikat, Mimin ajak ke Nepal. Ada Sudarsan Paudel, CEO Highpeak Adventure yang akan berbagi tentang bagaimana jika kita ingin jalan-jalan ke Nepal. Executive Board Member Nepal Association of Tour and Travel (NATTA) akan mengisahkan pengalamannya menjamu turis dari seluruh dunia.
Tempat mana saja yang menarik dan berharga untuk dikunjungi selama di sana? Tentu saja yang berdasar pada ekotourism, ya. Berapa bea yang harus kita siapkan per orang untuk tur per harinya? Bagaimana dengan visa masuk? Apakah benar dengan visa on arrival saja cukup? Apakah sekretaris Friendship Foundation Nepal itu menggantungkan pendapatan hanya dengan pemasukan dari turis? Bagaimana situasi di masa corona? Apa yang dilakukannya ketika tidak ada seorangpun turis yang datang?
Untuk tahu jawabannya, simak perbincangan Kotekatalk-220 pada:
- Hari/Tanggal: Sabtu, 22 Maret 2025
- Pukul: 16.00 WIB Jakarta/ 10.00 CET Berlin/ 14.45. PET Kathmandu
- Link: DI SINI
Perbincangan itu pastinya sensasional bagi kalian yang fasih berbahasa Inggris. Yang sedang belajar, ini wahana bagus untuk melatih listening dan conversation. Siap?
"Buah durian harum baunya, buah manggis manis rasanya. Bersama Komunitas Traveler Kompasian, kita keliling dunia."
Jumpa Sabtu.
Salam Koteka. (Admin Gana Stegmann)