Energi Hospitality Melejitkan Bisnis

2023-07-09 17:21:15 | Diperbaharui: 2023-07-10 23:53:25
Energi Hospitality Melejitkan Bisnis
Pujian, testimoni para tamu adalah barometer pelayanan hotel (dokumen pribadi)

Di jam-jam terakhir menjelang pukul 23:00, tetiba ada pesan whatsapp dari Kompasianer Rina Aditya. “Kak, saya sudah kirim artikelnya ya”.

Inilah judul tulisan Kompasianer, guru dari sekolah terkenal di Jakarta itu, “Hospitality Saat Check-in Menentukan Pilihan Customer” dalam lomba menulis bertema ‘pengalamanku check-in di hotel, di Hotelier Writers.

Dikisahkan pengalaman staycation yang menyenangkan. Memuji keramahan resepsionis saat check-in.

Tak terbayang seandainya masih ada resepsionis yang bete, katanya. Hendak bersenang ria tapi ilfeel duluan. Nah, ini namanya pilihan, mau lanjut atau stop.

Saya paham benar, jika berhadapan dengan resepsionis tipe begini, akan mengganggu suasana hati.

Seperti pengalamanku di satu kota nun jauh di pulau sebrang.

Siang itu saya bersama Roro, antri. Bukan antri tiket di bioskop, tapi makan siang di restoran anyar yang baru saja soft opening 3 hari lalu. Biasalah, resto anyar selalu jadi serbuan pengunjung.

Dalam iklan, tersedia kuliner ragam ikan. Ada sop ikan, ikan bakar, ikan goreng, ikan pepes. Pokoknya apapun nama makanannya, bahannya ikan. Ya restoran ikan.

Karena restoran padat pengunjung, kami menunggu di luar. Wait to be seat, tak apalah, pikirku. Jadi, kami duduk di beranda resto.

Kurang dari 8 menit, sang pramusaji menghampiri, tanda meja dan kursi tersedia. Aha.

“Dik, ini mejanya belum bersih”, ujar temanku Roro mengingatkan.

“Sabar, sabar Bu, tangan saya cuma dua”, jawab waitress sambil melengos.

Saya dan Roro melongo. Ada apa gerangan? Tertungkus lumus?

Sontak teringat restoran norak yang pernah kukunjungi di Jakarta. Konsepnya ngeri-ngeri sedap. Sinis, caci maki, gerutu ada di resto ini. Apa ini salah satu cabangnya ya?

Kami mendadak loss of appetite alias gak nafsu makan.

Kenapa waitress cantik itu tak berucap “Baik Bu, ditunggu sebentar”. Kita mengerti kok, ia sangat sibuk.

Energi yang melejitkan bisnis

Tempo dulu teller di bank-bank terkenal paling sering menuai komplen. Kini, baru saja turun dari mobil, satpam siap menyambut. Kalau hujan, tak perlu risau, ia lari tergopoh membawa payung.

Saya semula enggan membeli jam itu sebab terlalu mahal dibanding toko lain.  Tersebab pelayan yang ramah dan sopan, akhirnya kubeli juga barang itu. Sang pelayan, penyalur energi positif.

Mirna, pemilik toko kelontong di area Pasar Flamboyan, Pontianak. Ia adik kandung Tari, kolegaku.

Toko itu sederhana saja. Mirna memiliki 2 pembantu karena tugas 2 shift.

Pesan pada kedua pembantunya menjadi aturan yang wajib dilakukan. Begini aturannya, orang pertama yang membuka gembok pintu toko, harus tersenyum lalu mengucapkan ‘selamat pagi.

Kedua pembantunya manut. Ya, perintah bos harus diturut. Dilarang bermuka masam, pantang cemberut, mesti santun dan sigap melayani.

Bukan mantra, bukan sulap, memang toko ini selalu sesak pengunjung. Senyuman, keramahan akan menjadi magnet yang bernama berkat.

Apa sih hospitality itu?

Asal kata hospitality yaitu hospitalitas, hospitalitatis, dari Bahasa Latin yang artinya menyambut tamu.

Cambridge dictionary menulis, the act of being friendly and welcoming to guests and visitors.

Secara etymology, kata hospitality diadopsi dari hostel atau hospice.  

Lalu mengapa muncul kata ‘hotel? Hotel kata dari Perancis. Adopsi dari asal kata hostel, hospice. Sejak abad 19, akhirnya di seluruh dunia menggunakan kata hotel. Dalam keseharian hotelier, artinya keramahtamahan. Bahasa Inggrisnya hospitality.

Industri hospitality itu mencakup 4 penyedia jasa; akomodasi atau hotel, kuliner atau restoran, rekreasi dan hiburan.

Sebagai perusahaan di bidang jasa, selayaknya mengandung prinsip gaul berhospitality.

Saya masih ingat pelajaran penting saat join dengan sebuah operator hotel terbesar di zaman itu, Starwood Hotels & Resorts Worldwide.

Takada rujukan mengenai hal ini sebab diberikan sebagai modul training sekitar tahun 2004 -2009. Starwood merger dengan Marriott International pada April 2016.

Ambil yang baik, buang yang buruk. Inilah prinsip gaul hospitality:

  1. Hangat berinteraksi dengan tamu. Senyum dan menyapa. (Warm).
  2. Pelayanan sejati dengan hati tulus. (Comforting).
  3. Komunikasi yang klop (Connecting). Ada chemistry. Dibangun suatu hubungan yang sejalan.Prinsip tamu, tinggal hotel dengan nyaman. Prinsip penyedia jasa hotel, memberikan pelayanan yang diharapkan tamu yaitu excellent service, red carpet, VIP treatment.

Barangkali tak banyak hotelier mengingatnya sebab pengetahuan berkembang masif.

Ini ajaran kuno tapi tak kalah hebat jika diterapkan dalam keseharian hotelier.

The power of hospitality

Bila Anda tiba di lobi, door man menyebut nama Anda dengan tepat, itulah sentuhan hospitality.

Pak Hendra akan membatalkan reservasi kamar gegara resepsionis yang jutek. Bu Tari hilang nafsu makan karena sang pramusaji tidak tulus melayani.

Apa kekuatiran kita jika menyepelekan tamu dengan sikap arogan? Tak perlu waktu lama, perusahaan jasa, hotel, restoran, akan limbung.

Hospitality itu intangible, sesuatu yang hanya dapat dirasakan. Napasnya industry hospitality. Kenyamanan, ketulusan melayani tamu dari pribadi yang santun.

Menghargai tamu gak ada bandrolnya. Nilai yang tak dapat dinyatakan dengan angka. Hasilnya tumpukan rupiah yang mencengangkan.

The power hospitality menjadi sendi penggerak bisnis hotel, restoran dan perusahaan jasa lainnya.

Pujian, sanjungan, testimoni para tamu adalah barometer pelayanan hotel.  

The power of hospitality mampu mendatangkan tamu berlimpah-limpah. Ia adalah gula-gula agar semut berdatangan.

Tak lapuk dek hujan, tak lekang dek panas. Sesuatu yang utuh. Hospitality menebarkan energi positif untuk meraih peruntungan baik.

Salam hospitality

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Suka dengan Artikel ini?
4 Orang menyukai Artikel Ini
avatar