Menumbuhkan Kecintaan Literasi dan Edukasi AI untuk Anak Sekolah Ketika lanskap digital mendominasi kehidupan sehari-hari, perhatian anak-anak kerap teralihkan dari aktivitas literasi konvensional. Gawai dan media sosial menawarkan hiburan instan, namun di balik kemudahan itu tersimpan tantangan serius: kemampuan membaca yang menurun, minat literasi yang melemah, hingga ketidakmampuan sebagian pelajar dalam memahami atau memilah informasi dengan benar. Fenomena ini mendorong lahirnya Gerakan Literasi Bandung, sebuah inisiatif sosial yang sejak awal 2025 digiatkan di sejumlah sekolah, termasuk Al Lathif Islamic International School. Tujuan gerakan ini sederhana namun mendasar, yakni membangkitkan kembali kecintaan literasi di kalangan generasi Alpha yang tumbuh dalam arus digital.
Literasi hari ini tidak bisa lagi dimaknai sebatas kemampuan membaca dan menulis. Literasi adalah kunci untuk berpikir kritis, menumbuhkan daya nalar, dan membentuk kebiasaan memilah informasi secara bijak. Di tengah derasnya arus berita dan konten digital, anak-anak perlu dibekali keterampilan agar mampu membedakan fakta dari opini, serta menolak hoaks yang beredar luas.
Di sisi lain, kecerdasan buatan (AI) hadir sebagai peluang sekaligus tantangan. Melalui kegiatan literasi yang dipadukan dengan edukasi AI, pelajar diperkenalkan pada cara memanfaatkan teknologi ini sebagai mitra kreatif. AI dapat digunakan untuk membantu menyusun gagasan, menulis cerita, memvisualkan ide, hingga menghasilkan karya informatif yang edukatif. Dengan begitu, literasi tidak hanya melatih keterampilan dasar, tetapi juga memperkaya kreativitas dengan sentuhan teknologi.
Gerakan ini menekankan bahwa literasi dan AI bukanlah dua dunia yang terpisah. Literasi membangun fondasi berpikir, sedangkan AI berfungsi sebagai alat yang dapat mempercepat sekaligus memperluas cakrawala imajinasi anak. Sinergi keduanya diyakini mampu melahirkan generasi yang bukan hanya cerdas secara akademis, tetapi juga kritis, kreatif, dan adaptif terhadap perkembangan zaman.
Di tengah tantangan kurikulum pendidikan yang kerap belum memberikan ruang cukup bagi kegiatan literasi yang hidup, langkah semacam ini menjadi penting. Upaya membangkitkan kembali budaya membaca dan menulis, sekaligus mengajarkan pemanfaatan teknologi dengan bijak, adalah investasi jangka panjang untuk mencetak penerus bangsa yang berkualitas.
Gerakan Literasi Bandung hadir bukan semata-mata sebagai program membaca, melainkan sebuah gerakan sosial untuk melestarikan budaya sastra, membangun pola pikir kritis, dan menumbuhkan kesadaran bahwa teknologi dapat menjadi sahabat dalam proses kreatif. Harapannya, generasi Alpha tumbuh dengan semangat literasi yang kuat, sehingga budaya membaca dan menulis tetap hidup di tengah derasnya perubahan zaman.