UNDANGAN WEBINAR KEAI # 26
TOPIK : MENGGUBAH PUISI ESAI DENGAN AI
Kamis: 4 Desember 2025
19.00-21.00 Wib
https://s.id/kreator26
Pekan ini, Denny JA menjejak panggung dunia dengan menerima BRICS Award—sebuah medali yang tak jatuh dari langit, melainkan dipetik dari rimba gagasannya sendiri. Para juri menatap karyanya dan menemukan sesuatu yang tak lumrah: puisi esai, makhluk hibrida antara dokumentasi dan renungan, antara luka sosial dan aroma fiksi yang tak sepenuhnya mau tunduk pada kenyataan.
Sudah dua tahun ini Denny JA menulisnya tak lagi sendirian. Ia menggandeng AI—sekutu baru yang tak lelah, tak tidur, dan tak pernah mengalami writer’s block. Tentu saja ada bedanya. AI bisa memendekkan jalan, memperpanjang diksi, dan sesekali meminjamkan metafora yang bahkan penyair pun mungkin ragu memikirkannya. Tapi pertanyaan yang lebih tajam, lebih getir, terus mendengung:
Apakah kedalaman batin bisa didelegasikan? Apakah luka sosial masih terasa perih jika dijahit oleh algoritma?
Di sinilah masalahnya bermula. Dunia sastra, seperti biasanya, mudah curiga. Bukan pada puisinya, tetapi pada siapa yang memegang pena. Bila penyair bekerja dengan mesin, apakah itu kerja kreatif atau sekadar kolaborasi industrial?
Apakah puisi masih puisi jika sebagian napasnya berasal dari server yang tak kenal derita?
Untuk memahami hiruk-pikuk ini, kita mendengar suara Reiner Emyot Ointoe—sastrawan yang, sejak dulu, tak pernah takut mengendus aroma zaman. Ia memandang fenomena ini seperti orang tua yang memandang anak muda menari di tengah hujan: antara bangga, heran, dan sedikit bertanya-tanya apakah mereka sedang bahagia atau hanya menguji demam.
Dan begitulah, dunia sastra bergerak: pelan, penuh gumam, sedikit satire, tapi tak pernah benar-benar berhenti mengamati mereka yang berani keluar jalur.