Rabu Bertemu #6 - Analisis Wacana Antropologi Pangan Pada Asa Cita Prabowo-Gibran

2024-12-24 19:07:11 | Diperbaharui: 2024-12-25 15:14:27
Rabu Bertemu #6 - Analisis Wacana Antropologi Pangan Pada Asa Cita Prabowo-Gibran

 

Halo, Kerabat ! 

Selamat datang bagi 1.335 kerabat yang telah bergabung, senang sekali bahwa perkumpulan ini setiap minggunya selalu bertambah, hal ini meyakinkan kami bahwa meleknya literasi warganet itu mulai meningkat dan rasanya publik yang sering dianggap abai bacaan rasanya tidak tepat juga ya di zaman digital, ini buktinya, publik membaca, mengulas-ulang, bahkan membuat improvisasi konten dan memunculkan banyak gerakan sosial. 

Kerabat juga bisa menyimak narasi artikel ini dalam bentuk podcast/audio di Youtube : 

Center for Study Indonesian Food Anthropology (akhirnya sudah kami unggah semua episode Rabu Bertemu Kerabat Antropolog Pangan ini, sila disimak jika berkenan klik saja tautannya). 

Dan hari ini silakan disimak Rabu Bertemu #6 -  Analisis Wacana Antropologi Pangan Pada Asa Cita Prabowo-Gibran , Sudah terunggah di Youtube : Center for Study Indonesian Food Anthropology

Tapi itu kan wacana ? udah lewat ? presidennya sudah terpilih ! justru karena sudah terpilih, publik menagihya dan publik amat sangat wajar mengevaluasinya, harus dievaluasi banget nih? ya koreksi itu untuk keseimbangan sebenarnya.

Maka dari itu, ada metode praktis yang semua orang tuh bisa melakukannya yaitu : Analisis Wacana. Ini mudah, ga harus antropolog, sosiolog, politisi, ahli sastra, akademisi saja yang melakukannya. Publik jauh lebih jago kok kalau sudah jadi netizen dalam hal ini.

Coba simak saja akhir-akhir ini suatu fenomena yang viral itu berkat netizen juga, jadi dibalik "pedihnya mulut netizen", fungsi lain netizen itu bisa jadi pengamat semua sektor yang melakukan evaluasi bahwa : hal ini tuh menyimpang, dari sini maka dikenal dengan slogan-slogan "no viral no justice", ga akan ada keadilan kalau ga viral, apakah para pengambil kebijakan nunggu viral dulu nih dalam merespon keresahan publik ? masa harus begitu, jadi ga responsif dong, terus untuk apa melantik berbagai utusan ? keahliannya dimana ? ga apa-apa sih kalau dari uang pribadi, masalahnya itu duit rakyat yang dipake menggaji orang-orang tersebut. Makanya publik kalau ga puas, ya komplain : mana nih pelayanannya ? 

Memang harusnya sebebas itu untuk mengekspresikan gagasan atas carut marut yang terjadi, ya seambruk itu fakta di lapangan ketika membahas : daya beli, aliran dana bagi produsen-produsen pangan kecil bahkan setingkat warung dan pedagang keliling dan konsumennya, para kurir antar, dan pekerjaan informal lainnya yang justru hidupnya harusnya ditingkatkan kesejahterannya entah yang mana yang dibantu dan difasilitasi negara duluan : pendidikan, pangan, bahan bakar untuk transportasi, kesehatan, kesejahteraan dll. 

"Loh ini malah semua sektor ga ada yang mending tuh berarti sedang tidak baik-baik saja, kan ?"  

Terimakasih kerabat, untuk antusiasme sebagai pemikir antropologis pangan inklusif yang berbudaya. 

Sudah pertemuan ke-6 dalam bahasan antropologi pangan ini, mari lebih kritis lagi untuk mendapatkan hak-hak pangan yang adil. Maka mari belajar bersama tentang bagaimana publik bisa dengan cerdas menganalisis berbagai dokumen-dokumen yang banyak muncul akhir-akhir ini karena aksesnya sudah terbuka yang ternyata dokumen tersebut menentukan nasib kehidupan masyarakat Indonesia, setidaknya menentukan "isi piring kita semua hari ini dan esok itu apa yang akan dinikmati ? sebelum dinikmati kan ada yang perlu dibeli, ya dibeli kebanyakan pake uang dan uang digital yang ada biaya admin dan kena PPN 12% per transaksinya ? beneran jadi nih kenaikan PPN itu ? " , ternyata dokumen janji-janji dan wacana seberpengaruh itu ya ? 

Benar, dan tidak ada kata terlambat untuk "rethinking", apa itu "rethinking" ?

Rethinking itu proses kontemplasi (sederhananya merenungkan sesuatu), dalam hal ini merenungkan kembali suatu konsep, yang dimaksud dengan konsep adalah gagasan dasar untuk bisa berpikir dalam memahami/menjelaskan suatu konteks, konteks disini itu situasi/kondisi/suatu makna saat ini.

Rethinking juga berfungsi untuk merenungkan kembali dalam suatu pemikiran dan pendekatan. Pemikiran itu sering didefinisikan pembentukan proses dalam penciptaan : ide, konsep, solusi, gagasan, karya dll dimana dalam proses emosionalnya pemikiran itu didukung oleh beberapa hal seperti : (a) pengalaman, (b) logika , (c) emosi, dan (d) adanya pengetahuan.

Keempat hal ini tidak boleh dilupakan dalam menciptakan pengambilan keputusan dan tindakan. Buktinya apapun yang keluar dari mulutnya pemimpin, sudahkah melalui keempat hal tersebut ? 

Rethinking juga dijelaskan oleh psikolog organisasi Adam Grant, buku yang ditulisnya berjudul Think Again bahwa rethinking itu berpikir ulang terhadap keyakinan dan asumsi yang tidak didalami (misalnya gara-gara sering nonton iklan kampanye politik yang menarik, tiba-tiba yakin saja bahwa kepemimpinannya akan sama dengan iklan.

Adam Grant menyarankan seorang ilmuwan perlu melakukan rethinking agar bisa berdialog atas rasa penasarannya dalam meyakini sesuatu, hal ini akan mengajak ilmuwan ini untuk terus berpikir, merenungkan, mengevaluasi sesuatu, menanggapi, merespon, bahkan berani untuk mengarahkan dan membantu membenarkan penyimpangan yang terjadi, karena ilmuwan ini menerapkan proses kritis dalam memandang sesuatu, jadi sederhananya : tidak mudah tersogok oleh hal-hal yang tidak membawa perubahan sama sekali untuk kebermanfaatan jangka panjang. 

Tuh kan dikoreksi publik yang jauh lebih cerdas itu kan enak gitu sistematis dan pasti nanti akan melahirkan keputusan itu pasti akan jauh lebih bijak dan membumi (kalau kata Gen Z, membumi itu lebih sederhana dan merakyat maksudnya), karena penerima kebijakan itu pemikirannya sudah terbuka, nuraninya sudah terisi dengan kemanusiaan, dan tindakannya sudah mengarah pada hal-hal sosialis yang tujuannya untuk kebaikan, ih mantep ini ciri-ciri negara maju dengan masyarakat beradab dan pemerintah yang bersih nih, tinggal promosi buat ngasih info ke negara lain bahwa Indonesia berbenah cepat, bukan cepat berbenah ! Kapan ya ? sekarang dong, nunggu nanti tuh keburu tinggal cerita. 

ANALISIS WACANA ANTROPOLOGI PANGAN 

Mengapa pubilk harus bisa menganalisis suatu dokumen ? bikin capek aja nih harus dibaca kan ga ada waktu. Kalau begitu diganti saja membaca berita-berita dari media sosial menjadi membaca beberapa dokumen akses terbuka yang menyangkut hajat hidup masyarakat Indonesia termasuk kerabat.

Jika dokumen-dokumen yang aksesnya terbuka dan bisa didiskusikan serta diprotes atas ketidaksesuaiannya dengan realita, maka satu-satunya cara adalah dengan memahami dokumen tersebut dengan menganalisisnya.  

Perlu diingatkan bahwa proses "menganalisis" itu bukan untuk akademisi, peneliti, ilmuwan, dll yang sangat akademistik. Tidak. Siapapun bisa menganalisisnya, mengapa ? 

Menurut Merlin Donald (Neuroantropolog/Antropolog yang ahli mengkaji hubungan otak, perilaku dan budaya manusia) menjelaskan dalam bukunya Origins of the Modern Mind : Three Stages in the Evolution of Culture and Cognition bahwa jika manusia sering menganalisis sesuatu artinya manusia tersebut akan mampu memecah berbagai informasi sampai informasi sekecil dan sedetil-detilnya untuk menentukan suatu : makna informasi, pola informasi dan hubungan informasi dengan hidupnya/realita/tujuan hidupnya dalam masyarakat.

Manusia memiliki kekuatan untuk menganalisis yang akan menghasilkan suatu keputusan yang tepat, jika manusia sudah mampu menganalisis dengan rinci maka pemecahan masalah itu hal yang biasa dan akhirnya manusia tersebut terbiasa dalam berbagai gagasan/ide dan inovasi sehingga selalu kreatif, cerdas, dan kritis artinya manusia ini sudah berproses menjadi jauh berkualitas dari segi pemikiran dan akal.

Antropologi psikologi telah menjelaskan bahwa kemampuan analisis manusia berasal dari kekuatan kognitif (logika, memori, imajinasi) melalui perkembangan evolusi kognitifnya. Otak manusia dirancang untuk bisa memecahkan hal-hal kompleks yang ada di dunia, termasuk permasalahan sosial, itu mengapa manusia disebut makhluk hidup yang unik karena kemampuan menganalisis suatu fenomena, termasuk menganalisis dokumen. 

Apa itu Analisis Wacana (Discourse Analysis) ?

Analisis wacana merupakan cara/metode/prosedur untuk bisa mengerti, memahami, dan menelusuri lebih jauh dalam penggunaan bahasa dalam suatu konteks sosial dan budaya yang memiliki makna untuk ditafsirkan atau dimengerti maksud dan tujuannya. Analisis wacana umumnya dilakukan secara kualitatif karena mengeksplorasi pada dominasi kalimat, kata-kata, maupun narasi dengan minim hitungan.

Analisis wacana biasanya terhubung dengan kondisi adanya : kekuasaan yang berlebihan sehingga berdampak, adanya ideologi yang digunakan namun tidak memberikan arti apa-apa bahkan cenderung merugikan masyarakat, serta hubungan sosial melalui opini, kebijakan bahkan identitas budaya atas nama rakyat/masyarakat padahal faktanya tidak mewakili sama sekali. 

Secara historis analisis wacana dikembangkan dari kajian linguistik (kajian mendasar yang mengarah pada budaya ada pada kajian antropologi linguistik), filsafat komunikasi sosial yang berkembang pada abad ke-20. Jika kerabat pernah membaca tulisan seorang akademikus sekaligus pakar teks linguistik dan wacana kritis Teun A.van Dijk menuliskan bagian buku berjudul Critical Discourse Analysis singkatnya membahas : bagaimana bahasa baik itu lisan atau tulisan dapat mencerminkan/membentuk/memperkuat kekuasaan dan ideologi (ideologi disini artinya sistem nilai, kepercayaan, dan pandangan dunia bersama) dalam masyarakat. 

Menurutnya, wacana bukan sekedar alat komunikasi belaka namun juga mekanisme sosial yang bisa mempengaruhi perilaku masyarakat, fatalnya masyarakat bisa saja tertipu oleh metafora (pembentukan persepsi dan pengaruh opini) dan retorika (ucapan/tulisan yang bisa mempengaruhi audiens/rakyat). 

Bagaimana melakukan Analisis Wacana ? 

Prosedur sederhana melakukan analisis wacana pada dokumen 

Kerabat bisa melakukan analisis wacana dengan mudah dengan prosedur sederhana seperti berikut : 

  • Kerabat memulainya dengan mencari kata kunci, kami menggunakan kata kunci : PANGAN 
  • Kerabat sudah memiliki 54 kata kunci yang akan dicek satu per satu, hingga menemukan terminologi yang akan menjelaskan ideologi yang dimaksud, hasilnya seperti ini, banyak kata-kata yang diulang-ulang pada dokumen : 
Akumulasi kata kunci "PANGAN" dalam dokumen 

Dokumen Visi Misi Prabowo - Gibran tidak menjelaskan kondisi sebelumnya dan saat ini serta proyeksi masa depan tentang kondisi sektor pangan, misalnya : 

  • Krisis Pangan : seberapa krisis suatu wilayah (ini kan bisa dicek dari tingkat pemerintah daerah setingkat kabupaten/kota kemudian lanjut ke provinsi dan nasional bahkan per pulau pun masih memungkinkan misalnya khusus untuk Pulau : Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali, dll dimana data seperti inilah yang diperlukan untuk justifikasi. Kemudian menyebutkan pangan, komoditas pangan apa yang sedang krisis ? apakah hanya karena tidak ada komoditas beras sudah dianggap krisis pangan ? apa alat ukurnya ? kemudian siapa saja yang terkena dampak krisis pangan ? disitulah ada data kependudukan per kepala keluarga (dari Kartu Keluarga bisa dilacak). 
  • Kerawanan Pangan : dalam hal ini, Indonesia memiliki lembaga pangan tingkat daerah sekalipun silakan cek di setiap daerah kerabat adakah : Dinas Ketahanan Pangan ? lembaga ini bertanggung jawab untuk selalu update tentang informasi pola pangan harapan/PPH (keadaan keberlanjutan, keberagaman, dan kesejahteraan sosial dilihat dari kecukupan pangan) bahkan jika keadaannya sudah pada tahap kerawanan pangan, maka urgensi kebutuhan dan ketersediaan pangan harus ada posko pengambilan bantuan pangan segera, sudah bukan tahap mengadakan pasar murah pangan lagi, sudah tahap : "Ayo masyarakat silakan ambil keperluan pangan titik kumpul untuk pengambilanya di halaman Dinas Ketahanan Pangan", seperti itulah skenario kerawanan pangan yang tercantum pada Mitigasi Undang-Undang Pangan No. 18 Tahun 2012 (di pertemuan selanjutnya mari membahas pangan lebih mendalam setidaknya publik punya landasan hukumnya jika komoditas pangan doang sulit aksesnya, mahal, dan jadi rebutan, kita tidak tinggal di zaman purba dimana pangan itu diburu). 
  • Lumbung Pangan Desa : dokumen tersebut tidak menyebutkan seberapa banyak ketersediaan lumbung pangan desa, ada di wilayah mana saja ? siapa yang mengelola lumbung pangan desa ? apakah lumbung pangan masyarakat hukum adat milik pedesaan ? belum tentu, itu hak masyarakat hukum adat dengan kebudayaan menyiapkan ketersediaan dan stok pangan. Maka, yang dimaksud dengan Lumbung Pangan Desa ini perlu dipertanyakan milik dan hak siapa ? atau baru mau dibentuk, diinisiasi ? perlu berapa lama dan kapan masyarakat mendapatkan hasilnya ? apakah cukup untuk 1 kecamatan ? 1 kabupaten ? 1 provinsi ? perlu hati-hati sekali ketika menyebutkan lumbung pangan desa, disitu ada aturan budaya yang tidak semua masyarakat punya akses mendapatkannya, ada identitas dan ideologi dalam aturan tersendiri, maka dari itu kolaborasi pemerintah apa yang bisa menghubungkan jatah lumbung pangan desa ini agar semua masyarakat yang ada di desa tersebut kebagian juga, ingat ketika ada 1 perut tidak bisa merasakan hasil dari lumbung pangan desa, itulah cikal bakal ketidakadilan pangan dan 1 orang itu akan merasa terasing dan dikucilkan dari pembagian hasil lumbung pangan desa yang terlihat spele. 
  • Impor Pangan : Dokumen ini tidak menyebutkan jenis komoditas pangan apa saja yang diimpor tanpa memiliki data komoditas pangan lokal mana saja yang sudah punya jumlah berlebih, dalam mengkaji impor-ekspor pangan, perlu kelengkapan data komoditas pangan yang paling baru, sehingga hal ini berhubungan dengan keadaan sektor hulu, jangan sampai kejadian lagi petani sedang panen raya, pemerintah melakukan impor besar-besaran, nanti petani marah dan membuang-buang hasil panen karena harga anjlok serta konsumen dirugikan dari kualitas pangan yang entahlah sudah seberapa jauh komoditas pangan impor itu dikirim (apakah terjamin kualitasnya ? minimal zat gizinya tidak rusak karena kerusakan fisik pangan). Maka dari itu kolaborasilah dengan sektor hulu agar tidak selalu bercanda dalam menanggapi kondisi pangan saat ini. Stop dululah impor pangan ini jika memang komoditas pangan lokal masih mampu gunakan uang rakyat untuk kesejahteraan rakyat. Lihatlah kemajuannya karena memang "dari rakyat untuk rakyat", disitulah nilai patriotisme sebenarnya. 
  • Food Estate : Kerabat sudah melihat dokumenter-dokumenter dari berbagai media bagaimana keadaan food estate ini ? silakan kerabat resapi bersama dan mulailah menyuarakan ketimpangan jika dirasa food estate merugikan, dan mulailah perlihatkan dokumentasi empiris jika food estate ini membuat dampak baik bagi kerabat. Mengapa keberadaannya banyak dikritisi bahkan dicaci maki ? karena menggunakan uang rakyat, dimana kondisi ekonomi saat ini sedang tidak baik-baik saja, hal ini jika dilanjutkan umpama seseorang sakit gigi namun yang diobati malah jari kuku kaki sangat jauh bukan ? nah seperti itulah kondisinya. Memang lumbung pangan untuk produksi pangan penting, namun secara logis untuk siapa ketersediaan pangan itu ? untuk masyarakat di tahun 2030 ? lantas jika masyarakat yang hidup di tahun 2025 harus menanggung rasa lapar dan akses pangan yang sulit ditambah beban-beban bayaran karena tagihan yang bertubi-tubi tidak patut disejahterakan ? Kembalilah pada kenyataan, berimajinasi tentang masa depan diciptakan dari kemakmuraan saat ini. Coba rethinking-nya pemerintah dan pihak-pihak yang terkait dengan proyek ini tuh harusnya merenung dan tidak tamak, itu uangnya rakyat, ga apa-apa sih kalau uang pribadi ya bebas, tapi ada kata rakyat itu gembel tak terdata juga punya hak untuk protes "wey uang gua tuh bro ! dipake buat program sosial harusnya nih gua menggembel tapi gua terima aja gua belum merdeka bro ! ". 
  • Bantuan Pangan Non-Tunai : ini pro dan kontra, untuk Indonesia tidak selalu cocok bantuan pangan ini selain banyak yang salah sasaran, bantuan ini kadang kualitasnya recehan dan kategori paling rendah sehingga banyak yang menjualnya kembali bahkan terbuang sia-sia, sebenernya bantuan seperti ini tidak memperlihatkan keberlanjutan, coba dialokasikan pada kesempatan bekerja dan diupah layak dan harga pangan ini dimurahkan untuk beberapa komoditas pokok, lihatlah etos kerja masyarakat akan sangat giat, karena masyarakat juga tidak selalu dianggap miskin, lemah, tak berdaya. Tidak ! Masyarakat Indonesia tidak serendah itu, masyarakat Indonesia itu turunan para pahlawan dimana daya juangnya itu sangat giat, makanya program pemerintah itu harus yang mengembalikan martabat masyarakat sediakan : lapangan pekerjaan (mbok ya bagi-bagi jabatan dan posisi itu, kerjaan negarawan apakah hanya sebatas kunjungan lapangan dan bagi-bagi bantuan sosial ? coba tanya ibu RT, kader posyandu, dan ketua karang taruna deh itu kerjaan biasa aja yang ga perlu dibesar-besarkan, negarawan itu tugasnya memastikan Negara Indonesia yang banyak kepulauannya paling banyak ini menjadi negara yang subur makmur, masyarakatnya sejahtera, hidupnya bersinergi dengan ekologi, mau apa-apa di Indonesia itu nikmatnya tiada dua, gitu harusnya). Lah dikasih bansos begini lihatlah jiwa malasnya, kriminalitasnya makin meningkat, dan hal-hal yang hadeuh bangetlah.

Sudah ketemu kan metafora dan retorikanya dari kata kunci ini kerabat ? Sekarang, mari melihat ideologi apa saja yang ada dalam dokumen ini dengan kata kunci PANGAN, setelah mendapatkan berbagai ideologi dari akumulasi kata kunci ini, selanjutnya kerabat bisa langsung membandingkan dengan macam-macam, mau dibandingkan dengan realita yang terjadi, opini kerabat dengan keilmuan kerabat, atau postingan-postingan di media sosial yang protes harga pangan mahal juga tentu sah-sah saja, isinya kan harus dihubungkan dengan keresahan publik, apa benar nih visi-misinya membawa kesejahteraan bagi bersama, minimal untuk kehidupan personal kerabat. Ideologi yang terbentuk sangat terbatas dari kata kunci pangan yaitu : 

  • Ketahanan Pangan 
  • Ekonomi Pembangunan 
  • Sosial Kesejahteraan 

Analisis Wacana Kritis 

Nah, saatnya melihat keutuhan maksud dari dokumen visi-miri Prabowo-Gibran ini dengan kata kunci PANGAN, sebenarnya mau seperti apa sih kondisi pangan ini akan dimainkan ? Dan kita sebagai publik bisa apa ? haruskah jadi orang yang terdata miskin dulu agar terbantu dari bantuan pangan ? haruskah jadi orang mampu dulu agar selalu dilirik pemerintah ? kan ini harus dikepoin bener-bener dong, soalnya tujuan pembangunan berkelanjutan kan "no one left behind" alias tidak boleh ada satu orang pun terlewatkan, tuh berarti kalau terlewat nih operatornya siap sih ah ? halo,min (admin NKRI) ! nih kita terlewatkan padahal kewajiban bernegara dan berkelakuan terpuji udah menjiwa, kok digituin sih sama pemerintah. Kendali ada disiapa sih min ? titik koordinat dong. Gini amat hidup di negara berflower (berkembang). Mari menafsirkan bagaimana kondisi pangan ini akan dibawa oleh pemerintah saat ini dari Asa Citanya. 

Publik diharapkan waspada, memang perubahan iklim tidak bisa dijelaskan secara empiris dengan bahasa sederhana, namun titik mulainya bisa terlihat dari bencana ekologis seperti : banjir, suhu mulai panas, udara pagi hari tidak sejuk lagi, ramalan cuaca sering meleset (di ponsel sore hari hujan, nyatanya tidak hujan), sedangkan kondisi menurunnya produksi pangan memang karena lahan pertanian produktif mulai hilang dan tergantikan (lahan konversi diubah menjadi non-pertanian), lantas harus bagaimana publik ini ? tidak lain tidak bukan berkumpul saling bantu dan kompak untuk menanam kembali, percayalah pertanian itu tidak bisa dikerjakan oleh 1 orang saja, maka kuatkan kembali modal sosial, yang dikota, segera bentuk pertanian perkotaan per komplek kek, atau per kecamatan atau patungan sosial untuk membeli lahan kosong untuk bercocok tanam dan hasil panennya bisa dijual murah atau dibagikan bagi orang-orang yang mau bertani, kerawanan pangan bisa disiasasi dengan pengetahuan penyimpanan pangan dan pengolahan pangan (berkumpulah wahai ibu-ibu dan bapak-bapak serta adik-adik remaja yang sudah mulai membutuhkan konsumsi berlebih, zaman dulu ada kekuatan budaya saling kirim makanan, di komunitas orang sunda ada yang namanya botram/ngaliwet artinya makan nasi liwet bersama, hal ini akan membantu kerawanan pangan secara sosial). Sudahkah tongkrongan kerabat punya nilai sosial pangan dan makanan ? mari aktifkan kembali. Harga pangan yang meningkat, ini tugas pemerintah yang menyeimbangkannya kerabat, maka jika kenaikan sesuatu kebutuhan diatur pemerintah, corong berisiknya publik sangatlah wajar pada pemerintah. Pemerintah bisa apa ? Bisa mengabulkan keinginan masyarakat sebagai respon bijaksana. 

Memang permasalahan global secara geopolitik (hubungan antara geografi, politik, dan kekuasaan global, dinamika negara, sumber daya alam, serta konflik internasional yang mempengaruhi stabilitas/ketahanan global) akan memicu meningkatnya harga pangan, ya tapi kan Indonesia itu ada beberapa provinsi, ada perencanaan versi pemerintah daerahnya ada pemerintahan paling sederhananya, apa susahnya diatur dengan kewenangan pemimpin daerahnya, memang jika dilihat secara makro/besar/luas selalu alasannya tidak relevan, misalnya ini harga cabai rawit mahal ya ? iya, perang Ukraina.

Lah, memang di Ukraina dikirim cabainya dari Jawa Timur apa ? Ini tidak akan logis diterima oleh produsen ayam geprek, pebisnis sambal toples, pebisnis pecel lele lamongan, dan pecinta makanan pedas. Ini masalah diplomasi negara, bagaimana negara Indonesia secara cerdas mengamankan ketersediaan pangannya dan bijak dalam impor (impor juga harus setara kualitasnya sama komoditas ekspor Indonesia, bukan yang impor-impor ini jelek banget kualitas pangannya, hey ! yang akan mengonsumsinya orang-orang berkualitas di Indonesia, enak aja dikasih sekelas pakan ternak, pakan ternak juga kalau yang premium kualitasnya sangat baik). 

Ini memang kontradiktif, disaat negara perlu 56% produksi pangan bahkan untuk tahun 2050, ya Ampun penduduk Indonesia kelahiran tahun berapa yang bakalan dikasih makan oleh negara ? terus kalau penduduk di tahun 2024, 2025 sampai 2026 saja masih mahal mengakses pangan, pekerjaan, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan kehidupan duniawi lainnya tidak akan sampai ke tahun 2050. Bahkan ke tahun 2030 dan 2045 Indonesia Emas itu, ketika di tahun 2024 - 2025 kritis, ya itu cuma program imajinasi biar ada korupsi kan ?

Coba jelaskan 2050 itu apa yang akan terjadi ? mau pake pendekatan metafisika untuk menjelaskan hal-hal gaib ? Ini Indonesia bukan negara berkembang dan berpendapatan kecil dengan populasi penduduk yang banyak, bukan negara maju yang penduduknya sedikit fasilitasnya sudah mutakhir dan memanusiakan manusia karena merata, Indonesia itu kompleks tidak bisa mengambil 1 contoh alat ukur, misalnya kemampuan daya beli orang-orang Jakarta ya jangan disamakan dengan kemampuan orang-orang di Tasikmalaya. Bahkan Jakarta Selatan dan Jakarta Utara juga berbeda kan kemampuan aksesnya. Ini tahun 2050, apakah pemerintah punya lorong waktu ? Cobalah imajinasinya itu terukur dengan perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang dengan faktor-faktor pendukung yang sesuai dengan realita. 

Swasembada pangan, ya apa itu maksudnya ? Swasembada pangan akan terwujud jikalau negara sudah mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya dari produksi dalam negeri tanpa impor pangan. 

Bisa dimengerti oleh pemerintah definisi tersebut ? sedangkan visi-misi ini menyarankan impor pangan. Apa secara sadar menuliskan visi-misi ini dalam memahami definisi swasembada pangan. Petani dan buruh tani saja mengerti apa itu swasembada pangan. Hayoloh, yang ngonsep siapa ? 

Dalam 5 tahun programnya langsung dikawal Presiden dan Wakil Presiden (hmmm pantes nih suka tiba-tiba muncul dimana-mana , terus berbagai ajudan dan staff utusan khusus dan posisi-posisi yang memang deskripsi tugasnya sama gimana ? diem aja gitu ya soalnya "komando kami ambil alih". Baiklah kalau demikian inginnya, namun Tujuan Indonesia Emas 2045 itu emasnya tuh apa ya ? Nanti diejekin orang-orang Indonesia Timur "Sumber emas kami miliki, tapi tak bisa kumiliki adalah patah hati ekologis terdalam". Generasi usia berapa tahun yang diemaskan di tahun 2045 ini ? Terus kami-kami nih yang udah berusia 30 tahun keatas di tahun 2024 nanti kalau di tahun 2045 udah jadi lansia kalau panjang umur, bukan generasi emas ga akan dapet apa-apa gitu dari negara sebagai layanan publiknya ? coba detilkan. 

Lumbung pangan desa (sudah dibahas ya kerabat di paragraf atas), Lihatlah sekarang pada komoditas yang ditawarkan begitu sedikit sekali : Padi, jagung, kedelai, singkong, tebu, sagu, dan sukun, capaiannya tahun 2029 terpenuhi lagi. Sedangkan harga beras premium dikenakan PPN 12% ya ampun inkonsistensi sekali visi-misinya dengan realita regulasi yang diketok oleh pemerintahannya. Sebenarnya mereka-mereka ini memahami berbagai dokumen-dokumen yang sudah tersebar akses terbuka di publik tidak ya ? Publik itu membaca juga dan menganalisis, sekarang publik itu melakukan rethinking, makin cerdas juga ini publik, karena publik pemikirannya sudah maju sih ya, ga bisa dibodohi atau dibohongi lagi karena sudah bisa investigatif dan punya metodologi. 

Seperti biasa lah ini kartu sembako tuh tidak merata ya, pasti untuk kelompok miskin, tidak mampu dan oknum-oknum tertentu, daripada ngasih-ngasih kartu sembako kan ya mending dimurahin aja 1 sampai 5 jenis komoditas pangan jadi beneran terjangkau dan konflik sosial akan meredam. Nanti yang beneran pas-pasan ga masuk dan ga terdata ga mampu ya tetap saja mahal untuk akses pangan itu. Jadi, dipertimbangkan juga kartu sembako ini. Ga semua masyarakat Indonesia itu mentalnya mental pengemis ya woy ! 

Pemerintah harus paham nih, momen menyebalkan itu adalah momen bayar utang, ini malah dikasih kredit tuh, nanti mau dibayar pakai apa ? gini ya kalau mau membantu itu metodenya metode sedekah, jadi ngasih mah ngasih aja ga usah diungkit-ungkit lagi apalagi ada bunganya alias biaya tambahan, ini ga asyik bangetlah untuk masyarakat yang mau berkembang, nanti jadi bad mood ngerjainnya ya, keinget utang terus tuh, haduh dibantu sih dibantu tapi harus dikembalikan. Aaaaarrgghhhh !!!! Pinjol aja !!! Nah kan suram kalau terhimpit keadaan. Cobalah mengerti kalau kata lagunya Noah. 

Ya biasa, ini cuma diulang-ulang saja dalam dokumen, tidak terlihat contoh program yang akan diinisiasi dengan proyeksi pendanaan yang akan digunakan serta solusi untuk dampak sosial apa gitu. 

Jadi, memang Pembangunan IKN (Ibu Kota Nusantara) adalah prioritas visi-misi Prabowo-Gibran, sekuat apapun publik melawan, ya gimana ? udah direncanakan jadi silakan evaluasi saja karena semua pake uang rakyat. Tinggal dibesarkan rasa ikhlasnya jikalau mangkrak dan ga selesai di tahun 2029, memang ambisinya kan pertumbuhan ekonomi gitu. Coba kerabat yang tinggal di sekitaran IKN sudahkah merasakan pertumbuhan ini secara jujur silakan kerabat berkomentar saja di artikel ini. 

Produksi Pangan Rakyat, ya mana pusatnya tuh dimana ? siapa yang mengerjakannya ? lokernya kalau ada daftar dimana ? komoditas pangan apa saja yang sedang dikembangkan ? Tapi kok semua pangan mahal dan kuliner juga ga pada terjangkau, ditambah PPN di tahun 2024 tuh udah nyampe 11% kalau lagi nongkrong. Terus keberpihakan pada rakyatnya disebelah mananya ? 

Usaha Start-up. Bisa ga pemerintah ga usah latah bikin-bikin start-up. Kita tuh kebanyakan perintis bukan pewaris. Start-up dinegara maju itu usaha rintisan dari usaha raksasa atau usaha yang beneran kaya banget. Lah di Indonesia kalau ngomongin start-up berarti anak-anaknya konglomerat dong yang bakalan dibantu ? terus yang masih merintis, misal nih mau bikin start-up pangan gitu ya, tetep aja nyari modal, jadi cuma harkos ah (harapan kosong). Udah jadi nih start-up ya minimal punya aplikasi yang bisa diunduh di ponsel android, tapi kenapa pemerintah dan investor nawarinnya pinjaman dana, udah ah pusing apa-apa minjem tuh harus dibalikin sama bunga-bunganya. Bye ! 

Ya masih pengulangan saja. 

Satu pertanyaan aja deh : Konflik Agraria apa kabar ? 

Coba deh kalau mau komoditas pangan ya pangan dulu aja, kalau mau bahan bakar ya bahan bakar gitu, ini komoditas pangan mau dijadikan bahan bakar tuh, nanti rebutan sama pakan ternak. Memangnya sudah sejaya itu ya ? 

Proyek dari kentut kerbau dan sapi yang jadi biogas aja cuma nyampe di pameran inovasi pertanian. Coba bercermin dari hasil-hasil prototipe riset pemerintah yang cuma nangkring di Balitbang (Badan Penelitian dan Pengembangan) mending kasih dana riset serius deh biar bisa jadi produk/layanan alternatif. 

BUMN Holding Pangan ID Food (https://idfood.co.id/p/sekilas-perusahaan), kerabat ada yang bekerja disini ? bagaimana vibes-nya guys ? sudah terasa jaminan pangan berkelanjutan bagi kehidupan kerabat ? 

Nah, ini ga sesuai sama keadaan hari ini : harga pangan terjangkau untuk semua tuh bohong ya ? 

Nah, kan ! yang diperkuat tata kelola impor pangan pokok dan utama. Aduh gimana ya ngasih pahamnya, tadikan di dokumen gimana caranya bisa swasembada pangan (kan swasembada tuh ga ada impor), tapi ini malah perkuat aja impor pangan. Apa salah ketik ya ? kontradiktif soalnya ya. Berarti nanti kalau yang keluar dari ucapannya ga beda jauh ga sih ? tuh kan overthinking ya, misal "PPN tidak jadi naik", aslinya naik. Wkwkwk. Jadi publik harus mulai latihan mencerna kalimat nih sama membuat proyeksi nyata nih kebalikannya atau cuma cek ombak doang ? 

Program bantuan program pangan, jangan seneng dulu, ga semua. Tuh untuk kelompok masyarakat kurang mampu, (bentar deh, ini yang kurang mampu tuh dari tahun berapa kurang mampunya ? ya masa 25 tahun ga mampu terus tuh artinya emang ga ada gairah untuk berkembang, coba deh dibatasi gitu 3 tahun ya dapet bantuan, lepas dari 3 tahun masuk pelatihan atau binaan, nanti kerja harian bantuin pemerintah kalau mau upah sehingga akses pangannya bisa terjangkau juga). Ini makin banyak masyarakat ga mampu makin banyak, apa bukan kegagalan negara dalam manajerial kependudukan ? 

Ini juga bantuan pangan non-tunai bagi masyarakat desa, ga update deh, di desa sekarang udah banyak resort mewah, villa, industri agribisnis, perumahan premium, dikasih bantuan pangan non-tunai juga ? ga ada kurasi kelompok kurang mampu nih ? 

Ya, jangan sampai bantuan ini salah sasaran dan tidak mencapai tujuan solusi dari permasalahan yang sedang ada. 

Nah, kerabat demikian analisis wacana dari visi-misi Prabowo-Gibran, mari tetap evaluasi kinerja pemerintah untuk keseimbangan sektor pangan. 

nanti buzzer politik dan pemerintah marah-marah loh. 

Dalam hal ini yang diupayakan itu untuk kemaslahatan bangsa dari kekuatan publik yang cerdas dan nurani kemanusiaannya peka pada dinamika yang terjadi di negeri ini. Buzzer juga publik ketika pekerjaan nge-buzzernya sudah tidak digunakan lagi oleh tuannya. 

Demikian - Hatur nuhun. 

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Suka dengan Artikel ini?
1 Orang menyukai Artikel Ini
avatar