Hi, Koteker dan Kompasianer, apa kabar?
Sabtu lalu, Komunitas Traveler Kompasiana dan Pesanggrahan Indonesia e.V telah mengajak kalian ke Jerman. Ada mbak Siti Asiyah aka St. Asia yang menceritakan keseruan naik transportasi umum Jerman dengan tiket DB Bahn. Tiket ini hanya 49 euro atau Rp 700 ribuan. Selain berlaku untuk satu bulan penuh, tiket ini bisa digunakan untuk semua transportasi seperti kereta, bus dan trem. Infrastruktur yang luar biasa ini pasti dinikmati dengan senang hati penduduknya, termasuk pendatang seperti mbak Siti.
Kata mbak yang pandai main gitar ini, dulu tiket digeber dengan harga 9 euro atau Rp 144.000. Kemudian naik menjadi 29 euro atau Rp 464.000. Karena harganya menarik perhatian masyarakat, pemerintah menetapkan harga naik menjadi 49 euro.
Menurut wanita asal Purworejo itu, selama corona, ia menghindari transportasi umum dan menikmati perjalanan dengan mobil. Selain lebih cepat dan menjaga jarak dengan manusia lain, ia bisa fleksibel ke mana saja tanpa jadwal. Namun, lantaran banyak speed trap, perempuan penyuka topi anti badai itu memilih transportasi umum. Sebab harga denda karena terlalu cepat menyetir di dalam atau di luar kota itu mahal. Sayang uangnya. Jadi naik transportasi umum saja kalau ingin keliling Jerman. Memanfaatkannya, ia nggak usah pusing cari tempat parkir juga. Maklum di kota, memang sulit mendapatkan tempat parkir. Selain itu energinya jadi lebih dihemat karena nggak perlu menyetir. Di dalam transportasi kereta juga ada fasilitas wifii dan colokan untuk charger. Di kereta api ada juga fasilitas restoran dan toiletnya bersih. Semua transportasi juga aman dan nyaman. Nggak ada cerita bawa ransel atau tas isi laptop berubah jadi buku seperti di tanah air. Bahkan kalau ada yang menemukan barang, tidak dibawa melainkan diserahkan ke departemen Fund Buero. Di sana kita bisa menanyakan barang yang hilang atau menyerahkan barang temuan. Menyala, kan.
Semoga transportasi umum Indonesia seperti itu, ya; murah, aman dan nyaman. Bayangkan kalau kita dari Jakarta mau ke Surabaya, terus ke Lombok sampai Papua dengan satu tiket sudah sampai, bisa bolak-balik satu bulan. Pasti mobilitas traveler kayak kita begini nggak bakal betah di rumah!
Baik, dari Jerman, mimin ajak kalian ke Aceh. Adalah Ikhwanul Farissa. Kompasianer Aceh ini paling rajin mengikuti zoom Kotekatalk. Kali ini, Ahli IT organisasi Perangkat Daerah Keluarga Berencana (OPD KB) akan berbagi pengalaman training cara membuat kopi Aceh yang sedap. Rahasia itu akan dibagikan dalam Kotekatalk-203 pada:
- Hari/Tanggal: Minggu, 24 November 2024
- Pukul: 16.00 WIB Jakarta/ 10.00 CET Berlin
- Link: DI SINI
Bagaimana awal mula kopi Aceh? Bagaimana perkembangannya? Mengapa orang bilang, semua urusan terselesaikan di warung kopi? Apa saja yang disajikan di sebuah kedai kopi Aceh? Bagaimana cara menyajikan kopi khop aka kopi tubruk terbalik? bagaimana dengan kopi espresso yang disukai orang sedunia? Bagaimana kopi Aceh menembus dunia? Apa keistimewaannya?
Untuk tahu jawabannya, silakan bergabung di Kotekatalk-203. Lulusan universitas Syiah Kuala Banda Aceh yang lahir di Kuala Bubon, Aceh Barat itu akan mengumbar kisahnya menimba ilmu bagaimana cara membuat kopi Aceh dan bisnis yang bisa digagas untuk memasarkannya.
Siapa tahu, obrolan dengan sosok yang mau belajar, penyuka tantangan, suka mempelajari sesuatu yang baru, pekerja keras, introvert, penlis dan pembaca buku ini akan bermanfaat bagi kita semua dan menginspirasi. Oh, ke Aceh kapan, ya? Harus minum kopi terbalik, dong! Untuk sementara, praktek saja sendiri di rumah setelah ikut nge-chill and zoom.
"Ke Bogor jangan lupa mampir ke istana. Di Bogor ada bunga Raflesia. Bersama Komunitas Traveler Kompasiana, kita bangkitkan pariwisata Indonesia" (Kemenparekraf RI Sandiaga Uno, Kotekatalk-83, 2 April 2022).
Jumpa Minggu.
Salam Koteka. (GS)