Simak Suasana Lebaran di Yogjakarta dalam Kotekatalk-175
Minggu ini, kita ke Yogyakarta lagi! (dok. Letterhend studio/ Yenieta)

Simak Suasana Lebaran di Yogjakarta dalam Kotekatalk-175

Mulai : Sabtu, 27 April 2024 16:00 WIB
Selesai : Sabtu, 27 April 2024 16:40 WIB
Zoom
00
00
00
00
Hari Jam Menit Detik
2 Peserta Mendaftar

Hi, Koteker dan Kompasianer, apa kabar?

Masih sehat dan bahagia?

Sabtu lalu, dalam rangka memperingati hari Kartini 21 April 2024, Komunitas Traveler Kompasiana sudah mengajak kalian ngobrol langsung dengan master spa tradisional Indonesia dari Nurkadhatyan the ritual Spa Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, ibu Worro Heryaastuti.

Sebelas peserta dari Komunitas Traveler Kompasiana, Komunitas Kompasianer Jogjakarta dan Inovedu Yogyakarta sudah belajar langsung dari sumbernya. Untungnya, kita yang nggak terjaring sebagai peserta, tetap bisa menimba ilmu melalui Kotekatalk-174. 

Moderator Gana Stegmann di Jerman menghubungkan diri melalui zoom dengan moderator perwakilan Inovedu, Angel di Yogyakarta.  Asyik juga, ya virtual travel itu. Hanya duduk di depan gadget sudah menikmati keindahan Indonesia dari jauh. Tampak mbak Atik dan mbak Retno yang mencoba merasakan pijatan bu Worro kesakitan. Berarti tubuh sedang sambat atau ada yang sakit. Pijatan tradisional Jawa berbeda dengan totok dari China. Konon, ada energi pula yang disalurkan sang master saat memegang klien, lho. Bukan pijat biasa.

Segera usai praktek pijat yang sudah turun menurun ada sejak zaman Majapahit, ibu Worro mengajak teman-teman untuk gladen Bandawasa.  Olah rasa dan napas itu rupanya merupakan perawatan kecantikan dari dalam yang terpancar keluar melalui wajah dan tubuh. Beberapa peserta sudah merasakannya. Bahkan mbak Palupi Mustajab selaku admin Koteka offline yang mewakili Koteka, tampak menikmati praktek bersama murid ibu Worro, saat gladen. Gandes luwes lalu ngglundung. Ternyata ada tekniknya.

Praktek lulur juga diajarkan kepada kita semua. Peserta di ruangan tampak melihat rempah-rempah yang digelar di depan mata. Cara meramunya pun diperlihatkan. Hasilnya, dinikmati di tangan-tangan para peserta, khususnya, mbak Edrida dari Jakarta. Duh, jauh-jauh datang dari kota besar, ternyata nggak rugi juga karena mendapatkan pengalaman yang luar biasa. Mungkin kalian ada yang suka membeli lulur kocok atau lulur kering sachet yang nantinya dibuat sendiri di rumah untuk luluran. Ini beda, wangi sekali! Menurut bu Worro, untuk perkawinan putri Sultan misalnya, lulur akan disesuaikan. Jika putri GKR Pembayun dipilihkan yang berbau melati, cendana akan lebih pas untuk GKR Bendara yang lebih aktif. Lulur disesuaikan pula dengan karakter si empunya kulit.

Terakhir adalah tradisi mandi berendam dengan bunga mawar melati. Sebuah bak yang khusus dibuat untuk kungkum, ada di tengah ruangan. Ibu Worro mempraktekkan bagaimana mulai berjalan dari anak tangga sampai memasuki bibir bak dari pualam berwarna gelap tersebut.

Acarapun selesai, diakhiri dengan foto bersama. Semoga ini bermanfaat untuk mengingatkan perempuan Indonesia bahwa perawatan tradisional harus tetap dilestarikan. Kecantikan juga harus dimulai dari dalam, tidak hanya dari luar saja. Perempuan Indonesia tidak hanya pandai berfikir tapi juga berpenampilan cantik. Ngadi sarira.

Komunitas Traveler Kompasiana sangat beruntung bahwa keraton Ngayogyakarta Hadiningrat melalui GKR Condrokirono dan GKR Bendara, mengizinkan panitia gabungan mengundang peserta untuk hadir baik online maupun offline. Kesempatan emas yang banyak manfaatnya. Terima kasih kepada kelima putri keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang telah mendirikan spa tradisional, ibu Worro, mbak Ria Angelina, mbak Palupi, mbak Retno, peserta dari Koteka, KJOG dan Inovedu, sponsor zoom selama hampir 3 jam non stop. Luar biasa!

Baiklah, masih sekitar wisata Yogyakarta, Mimin mau mengundang kalian untuk mengikuti Kotekatalk-175. Kali ini akan membahas tentang suasana lebaran di sana. Berhubung narsum adalah seorang Sebumi, sebutan bagi seseorang yang fokus pada kegiatan dan acara yang terkait dengan proyek konservasi atau keanekaragaman hayati, isiatif sosial ekonomi untuk mendukung komunitas lokal di sekitar kawasan pelestarian alam, dan upaya pendidikan untuk mempromosikan konservasi dan berkelanjutan, tema yang akan dibahaspun, bersinggungan dengan pengalamannya menjadi pemandu wisata di Yogyakarta. 

Bagaimana suasana lebaran di sana? Samakah dengan daerah kalian? Atau sepi, mengingat kebanyakan penduduknya adalah kaum pendatang, mereka yang menuntut ilmu di kampus-kampus yang tersebar di seluruh wilayahnya? Apa penganan istimewa yang diburu saat hari Raya di sana? Apa pendidikan yang harus ditempuh untuk menjadi guide? Pengalaman menarik apa yang pernah ia alami? Selain wisatawan lokal, apakah ada wisatawan asing yang ia pandu keliling Yogyakarta? Berapa tarifnya? Bahasa apa saja yang ia kuasai untuk mendukung pekerjaannya? Apa tips bagi kita yang ingin memulai menekuni dunia wisata sebagai guide?

Untuk tahu lebih jauh tentang jawabannya, simak obrolan dengan Santos Nugraha pada:

  • Hari/Tanggal: Sabtu, 27 April 2024
  • Pukul: 16.00 WIB Jakarta/ 11.00 CEST Berlin
  • Link: DI SINI
  • ID Meeting: 84323382466
  • Passode: 2fmgDa

Yogyakarta pasti punya cerita. Yogyakarta bisa saja menjadi salah satu kota di tanah air yang nggak pernah aus dari kata kenangan di dalam benak diri ini. Kota budaya dan pendidikan itu akan kita bongkar-bongkar lagi kisahnya, berkenaan dengan lebaran dan obyek wisata apa saja yang jadi "hidden gem" dan patut kita kunjungi suatu hari nanti.

"Ke Bogor jangan lupa mampir ke istana. Di Bogor ada bunga Raflesia. Bersama Komunitas Traveler Kompasiana, kita bangkitkan pariwisata Indonesia" (Menparekraf RI Sandiaga Uno, Kotekatalk-83, 2 April 2024).

Sampai jumpa Sabtu.

Salam Koteka. (GS)

 

2 Peserta Mendaftar


Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Suka dengan Artikel ini?
0 Orang menyukai Artikel Ini
avatar
Mantap
2024-04-25 11:51:07