Inovasi Pupuk Organik Cair dari Limbah Kulit Pisang untuk Pertanian Ramah Lingkungan
Oleh: Jandris Slamat Tambatua
Permasalahan sampah organik di Indonesia semakin menjadi perhatian serius, mengingat jumlahnya yang terus meningkat setiap tahun.
Pada tahun 2021, Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional mencatat bahwa limbah sisa makanan di Indonesia mencapai 46,35 juta ton, yang merupakan komposisi terbesar dari total sampah nasional.
Bahkan, angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan sampah plastik yang hanya mencapai 26,27 juta ton.
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga mengungkapkan bahwa produksi sampah nasional mencapai 175.000 ton per hari, dengan rata-rata seorang penduduk Indonesia menghasilkan 0,7 kg sampah per hari.
Jika dikalkulasi dalam skala tahunan, jumlah sampah yang dihasilkan di Indonesia bisa mencapai 64 juta ton.
Salah satu penyumbang terbesar dalam limbah organik ini adalah kulit pisang.
Pisang merupakan salah satu buah yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia, baik sebagai buah segar maupun bahan baku berbagai olahan makanan.
Namun, konsumsi pisang yang tinggi ini juga menghasilkan jumlah kulit pisang yang besar, yang sebagian besar hanya dibuang begitu saja tanpa pemanfaatan lebih lanjut.
Meskipun ada beberapa daerah yang memanfaatkannya sebagai pakan ternak—seperti untuk sapi, kambing, babi, monyet, unggas, kelinci, bahkan ikan—sebagian besar kulit pisang masih menjadi limbah pertanian yang menumpuk dan berkontribusi terhadap pencemaran lingkungan.
Padahal, kulit pisang sebenarnya memiliki potensi besar untuk didaur ulang dan dijadikan pupuk organik cair (POC) yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman.
Kulit pisang kaya akan unsur hara penting, seperti kalium (K), fosfor (P), dan nitrogen (N), yang merupakan nutrisi esensial bagi tanaman.
Kalium membantu memperkuat batang tanaman dan meningkatkan ketahanan terhadap penyakit, fosfor berperan dalam pertumbuhan akar dan pembentukan bunga serta buah, sementara nitrogen mendukung pertumbuhan daun dan klorofil.
Dengan kandungan nutrisi yang lengkap, pupuk organik cair dari kulit pisang bisa menjadi alternatif yang ramah lingkungan sekaligus mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia sintetis yang dapat merusak keseimbangan ekosistem tanah dalam jangka panjang.
Proses Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Kulit Pisang
Pembuatan pupuk organik cair dari kulit pisang cukup mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja dengan bahan-bahan yang sederhana.

Prosesnya melibatkan fermentasi, yang bertujuan untuk menguraikan kandungan organik dalam kulit pisang sehingga lebih mudah diserap oleh tanaman.
Bahan-bahan yang dibutuhkan:
- 5–10 lembar kulit pisang (pisang jenis apa saja)
- 1 liter air
- 100 gram gula merah atau molase sebagai sumber energi bagi mikroorganisme
- 1 sendok makan EM4 (mikroorganisme fermentasi, bisa dibeli di toko pertanian)
Langkah-langkah pembuatan:
1. Potong kecil-kecil kulit pisang agar lebih mudah terurai.

2. Campurkan kulit pisang dengan air dalam wadah tertutup.

3. Tambahkan gula pasir/molase, lalu aduk hingga merata.
4. Masukkan EM4 untuk mempercepat fermentasi dan perombakan nutrisi.
5. Simpan dalam wadah tertutup selama 7–14 hari di tempat yang teduh.
6. Setiap hari, buka tutup wadah sebentar untuk mengeluarkan gas hasil fermentasi.
7. Setelah cairan berubah warna menjadi keruh dan berbau segar seperti tape, saring dan pisahkan ampasnya.
8. Pupuk organik cair siap digunakan.

Pupuk ini bisa diaplikasikan ke tanaman dengan cara disemprotkan ke daun atau disiramkan ke tanah.

Untuk penggunaan, pupuk organik cair perlu diencerkan terlebih dahulu, yaitu dengan 1 bagian pupuk dicampur dengan 10 bagian air sebelum diaplikasikan.
Dampak Positif Pemanfaatan Kulit Pisang sebagai Pupuk Organik
Pemanfaatan limbah kulit pisang sebagai pupuk organik cair membawa banyak manfaat, baik bagi lingkungan maupun sektor pertanian.
Pertama, metode ini membantu mengurangi jumlah sampah organik yang berakhir di tempat pembuangan sampah dan mengurangi risiko pencemaran lingkungan.
Kedua, pupuk ini meningkatkan kesuburan tanah secara alami tanpa merusak keseimbangan ekosistem, seperti yang sering terjadi pada penggunaan pupuk kimia.
Ketiga, pupuk organik cair dari kulit pisang lebih ekonomis, karena bahan bakunya mudah ditemukan dan proses pembuatannya sederhana.
Keempat, pupuk ini mendukung praktik pertanian berkelanjutan, yang lebih sehat dan ramah lingkungan dibandingkan sistem pertanian berbasis bahan kimia.
Jika pemanfaatan limbah kulit pisang ini dapat diterapkan secara luas, bukan tidak mungkin masyarakat bisa menciptakan peluang usaha berbasis produk ramah lingkungan.

Petani dan pelaku usaha pertanian skala kecil bisa memanfaatkan pupuk ini untuk mengurangi biaya produksi, sementara masyarakat perkotaan bisa menggunakannya untuk mendukung urban farming dan menanam sayuran di lahan terbatas.
Indonesia menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan sampah, terutama dari sektor limbah organik seperti kulit pisang.
Padahal, dengan inovasi sederhana, limbah ini bisa diubah menjadi pupuk organik cair yang kaya nutrisi dan bermanfaat bagi pertanian.
Dengan proses fermentasi yang mudah, pupuk ini bisa menjadi alternatif yang lebih sehat, ramah lingkungan, dan hemat biaya dibandingkan pupuk kimia.
Melalui kesadaran dan edukasi yang lebih luas, pemanfaatan limbah kulit pisang dapat menjadi solusi konkret dalam mengurangi pencemaran lingkungan sekaligus mendukung pertanian berkelanjutan.
Di tengah meningkatnya kebutuhan akan produk pertanian yang lebih alami, pupuk organik dari kulit pisang bisa menjadi langkah kecil dengan dampak besar bagi ekosistem dan masa depan pertanian di Indonesia.