Pertemuan Pulpen VIII "Penggunaan Sudut Pandang (PoV) Dalam Cerpen"

2024-02-13 18:04:02 | Diperbaharui: 2024-02-13 18:04:02
Pertemuan Pulpen VIII "Penggunaan Sudut Pandang (PoV) Dalam Cerpen"
Poto bersama pertemuan Pulpen VIII

Sabtu kemarin, 10 April 2024, Pulpen (Perkumpulan Pencinta Cerpen) kembali menggelar pertemuan rutinnya. Kali ini sudah pertemuan yang kedelapan. Tema yang diangkat adalah “Penggunaan Sudut Pandang (PoV) dalam Cerpen”.

Zoominar yang dimulai pukul 15.35 WIB ini dimoderatori oleh Zarna Fitri yang merupakan admin Pulpen dan dinarasumberi oleh Bu Wahyu Sapta yang merupakan peraih Best in Fiction Kompasiana Awards 2018. Bu Wahyu sendiri sudah memulai debutnya menulis di Kompasiana sejak tahun 2013 dan sudah banyak melahirkan cerpen di Kompasiana dan di platform lain.

Pertemuan kali ini sangat hangat sekali. Sampai waktu sudah habis tapi pertanyaan peserta masih banyak di kolom komentar ataupun yang mengacungkan tangan langsung. Ada juga peserta dari Jerman yang hadir Sabtu itu. Saking serunya, ada beberapa yang menginginkan pembahasan tentang sudut pandang ditambah ke pertemuan berikutnya. Ternyata untuk materi sudut pandang ini, banyak sekali yang harus dipahami dan cabangnya bisa ke mana-mana.

Pembahasan Materi 

Sudut pandang atau Point of View (PoV) dalam sebuah cerpen merupakan salah satu unsur penting dalam menyajikan cerita. Bahkan bisa jadi sudut pandang ini memengaruhi alur cerita. Sudut pandang dalam sebuah cerpen, menempatkan pengarang dari sudut mana ia bercerita. Misalnya ia memosisikan dirinya sebagai “Aku”, “Kami”, “Kamu”, “Dia”, dan sebagainya.

Pengarang menempatkan dirinya sebagai tokoh dari kacamata ia berada, untuk menyampaikan ide tulisan yang akan diramunya menjadi sebuah cerpen.

PoV Cerpen

Ada beberapa sudut pandang dalam cerpen, di antaranya sebagai berikut:

1. Sudut Pandang Orang Pertama

Pengarang menempatkan dirinya sebagai pelaku sekaligus narator dalam cerita. Biasanya menggunakan kata “Aku” atau “Saya”. Peran “Aku” di sini bisa sebagai pelaku utama, bisa juga sebagai pelaku tambahan yang menuturkan kisah tokoh lainnya.

Contoh:

Jantungku serasa berhenti berdetak, mendengar namaku terpilih menjadi anggota legislatif oleh Sang Ketua. Bukannya aku tak mau, bukankah masih banyak yang lebih layak untuk menduduki jabatan itu selain aku? Ya, ya. Katanya ada aturan kesetaraan gender yang mengharuskan ada anggota perempuan. Bagaimana aku bisa menolaknya? Aku hanya bisa menjalankan apa yang ada di depan mata. (Cerpen “Suatu Pertanda” Karya Wahyu Sapta)

Tokoh “Aku” di atas menceritakan keadaan dirinya memiliki perasaan gamang, antara menerima atau tidak atas pilihan menjadi anggota legislatif dari sang Ketua. Pembaca bisa mengenali sifat dan tindakan dari tokoh “Aku” dari narasi di atas.

Selain hal di atas, ada juga “Aku” sebagai tokoh tambahan. Di mana pengarang menempatkan dirinya sebagai pelaku yang bukan tokoh utama, melainkan tokoh tambahan. Keberadaan “Aku” bukan tokoh yang menjadi pusat penceritaan, melainkan hanya sebagai saksi. Di sini, tokoh “Aku” bertindak sebagai narator yang menceritakan kisah yang dialaminya bersama tokoh lain yang menjadi tokoh utama dalam cerita tersebut.

Contoh:

Memandang Naura sama seperti mengunyah permen karet rasa blueberry. Manis banget. Sungguh! Tak ada kata lain yang bisa menggambarkan secara tepat betapa manisnya dirinya. Mata ini tak ingin berkedip. Tak ada kata bosan. Naura sering tersipu malu dan bilang, “Ih, apaan sich?” Suara cempreng akan menggema di seluruh ruangan kelas, yang saat itu hanya ada aku dan Naura. Pipinya kemerahan. Aku menyukai saat-saat seperti itu. Rasanya aku bersenyawa dengan dirinya seorang. (Cerpen “Cinta Naura fan Drakor” karya Wahyu Sapta).

Dari contoh di atas, menunjukkan tokoh “Aku” berperan sebagai pencerita dari sudut pandang yang ia ketahui tentang tokoh utama yang bernama Naura.

2. Sudut Pandang Orang Kedua

Pengarang menempatkan dirinya sebagai narator yang berbicara dengan orang lain, dengan menggambarkan apa yang dilakukan orang lain tersebut. Sudut pandang ini menggunakan kata ganti orang kedua, seperti “Kau”, “Kamu”, atau “Anda” sebagai pusat pengisahan dalam sebuah cerita. Pembaca seakan menjadi dekat dengan cerita, karena dia merasa seolah-olah adalah pelaku utama dalam cerita. Konsisten dibutuhkan dalam pemakaian sudut pandang kedua ini.

Contoh:

Seperti sudah ditakdirkan bersama, kamu akan datang kembali. Bagai cinta pada pandangan pertama, kamu akan menemuiku dan menjadi kekasihku kembali. Kamu berbeda. Itulah mengapa, meskipun aku mengalami amnesia, ingatan tentangmu kadang muncul kembali. Aku merasa, kita pernah bertemu sebelum ini. (Cerpen “Aku, Kekasihku, dan Bintang di Nebula-Nebula karya Wahyu Sapta)

Contoh di atas menceritakan tentang tokoh “Aku” hanya sebagai narator, yang seolah-olah tokoh “Kamu” adalah pembaca. Butuh konsistensi agar penulisan “Kamu” tidak berubah menjadi yang lainnya, seperti “Kau” atau nama tokoh.

3. Sudut Pandang Orang Ketiga

Sudut pandang ini sering disebut sudut pandang mata Tuhan, karena pengarang bertindak sebagai narator yang mengetahui segala hal tentang tokoh-tokoh yang ada di cerita. Begitu pula bagaimana karakter tokoh, peristiwa yang terjadi, dan tindakan yang hendak pengarang lakukan dalam mengeksekusi cerita. Pengarang bebas mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran dan perasaan tokoh-tokohnya.

Contoh:

Luna benar-benar tidak ingat masa lalunya. Ia hanya tahu bahwa dirinya adalah seorang perempuan pembenci hujan. Untung ada Bu Simon yang dengan sabar membimbing Luna agar tak membenci hujan. Luna yang dipanggilnya Melia, hanya bisa mengangguk saat Bu Simon bilang bahwa hujan itu baik hati, karena memberikan suasana kesejukan kepada semesta raya. Pepohonan tak lagi kering dan bisa bertumbuh subur karena tersiram olehnya. (Cerpen “Luna dan Labirin Ingatan” karya Wahyu Sapta

Dari contoh di atas, pengarang menggambarkan bahwa ada tokoh-tokoh yang diciptakan beserta karakternya, seperti Luna, Bu Simon, dan Hujan. Masing-masing digambarkan sesuai dengan situasi dan karakter tokoh. 

Ada yang menarik dari contoh-contoh yang diberikan oleh pemateri. Yaitu semua contoh yang digunakan adalah cerpen karyanya sendiri. Semoga semakin sering kita menuntut ilmu, semakin terisi gelas-gelas kita akan curahan ilmu tersebut. Jangan lupa ikuti dan hadiri terus pertemuan Pulpen berikutnya ya. Terima kasih.

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Suka dengan Artikel ini?
6 Orang menyukai Artikel Ini
avatar
Sesi ini sangat kusesalkan karna terlewatkan olehku. Semoga diadakan kembali pov part dua ya , ditunggu
2024-02-17 22:37:25
Siap, Bu Biyanca!
2024-02-18 10:47:02
Mantap!
2024-02-13 18:10:22