Ulasan Cerpen: Sayap Izrailnya Uda Akmal Nasery Basral

2023-05-04 08:10:50 | Diperbaharui: 2023-05-04 08:10:50
Ulasan Cerpen: Sayap Izrailnya Uda Akmal Nasery Basral
Dokumentasi Samsudi.

Siapa tak kenal Uda Akmal (lengkapnya Akmal Nasery Basral)? Penulis novel "Kincir Waktu" dan serial novel biografi Buya Hamka. Saat ini namanya sejajar dengan penulis sekelas Andrea Hirata, A. Fuadi, Tere Liye, atau Dee Lestari.

Beruntung saya bisa memiliki buku kumpulan cerpennya. Berjudul "Putik Safron di Sayap Izrail dan Kisah-kisah Lain". Terbitan Republika Penerbit tahun 2020.

Buku kumpulan cerpennya yang kedua -- setelah 14 tahun absen menulis cerita pendek -- berisi sepuluh cerpen. Uniknya seperti diakuinya, sebagian besar suasana dalam antologi ini berkaitan erat dengan wabah penyakit dan lebih khusus lagi: kematian akibat wabah penyakit (halaman 260).

Dari 10 cerpen dalam buku ini, lima di antaranya adalah cerpen lama yang dikembangkan secara kreatif dengan memberikan konteks yang berbeda dibandingkan sebelumnya sehingga secara teknis merupakan cerpen yang berbeda dari sebelumnya.

Salah satu cerpen yang mengalami perombakan kreatif adalah cerpen "Ada Seseorang di Kepalamu yang Bukan Kamu". Merupakan POV atau sudut pandang sang suami (Halim) dari cerpen berjudul "Ada Seseorang di Kepalaku yang Bukan Aku" dengan tokoh utama Nila (istri Halim).

Satu lagi cerpen lama yang mendapatkan sentuhan dengan suasana kekinian berjudul "Surat Anak" yang menjadi cerpen pembuka. Aslinya cerpen ini berjudul "Boyon" (termuat dalam Buku Kumcer "Ada Seseorang di Kepalaku yang Bukan Aku", terbit tahun 2006).

Wabah Pandemi yang Mengganas

Ada dua cerpen yang kental dengan suasana pandemi yaitu cerpen "Rasuk Pagebluk" dan "Putik Safron di Tangan Izrail".

Aku peluk tubuhnya. “ ... Dana kita minim sekali. Wabah yang sedang berjangkit membuat keuangan perusahaan sedang sulit. Pendapatan kantor menurun lebih 50 persen. Belum lagi ada larangan mudik. Aku janji tahun depan kita pulang kampung. Sabar ya.” 

Kutipan cerpen "Rasuk Pagebluk" di halaman 148 itu menggambarkan dengan pas situasi ketika sedang mengganasnya Covid-19 yang melanda Indonesia.

Cerpen "Putik Safron di Sayap Izrail" mengisahkan kematian seorang marbot bernama Mang Embot. Selain sebagai petugas kebersihan masjid, Mang Embot juga dikenal sebagai tukang pijat.

Salah seorang pelanggan tetapnya adalah Haji Dulgani. Pedagang yang selalu melakukan perjalanan bisnis sampai ke luar negeri. Sepulang dari perjalanan ke India, Haji Dulgani memberikan hadiah putik safron kepada Mang Embot.

Dikisahkan putik safron yang berasal dari bunga langka di Iran dan India berkhasiat menyembuhkan berbagai macam penyakit, termasuk penyakit loyonya kejantanan Mang Embot.

Ambu hanya menganggukkan kepala dan tersenyum senang. Sebab dia juga diizinkan Mang Embot untuk meminum air rempah istimewa itu. Salah satu khasiatnya yang membuat wajah Ambu memerah malu: pernikahan mereka seperti ke masa-masa awal dulu (halaman 249).

Sayangnya perkara putik safron ini pula yang menyebabkan Mang Embot dan Haji Dulgani terinfeksi virus Corona Covid-19. Sepulang dari berbisnis ke China, seperti biasa Haji Dulgani minta diurut oleh Mang Embot.

“Ajengan pasti sangat lelah,” desis Mang Embot mendengar dengkur sang pedagang yang semakin keras. Dia terkejut karena merasakan suhu tubuh Haji Dulgani lebih tinggi dari biasanya. Dua jam kemudian Haji Dulgani terbangun dan bersin beberapa kali.

“Bagaimana tidurnya, Ajengan?” tanya Mang Embot dengan sopan. “Enak?” (halaman 252).

Keesokan harinya kesehatan Mang Embot anjlok. Sang istri meminta bantuan tetangga untuk membawa suaminya ke puskesmas, yang merujuk marbot sepuh itu ke RS yang sama dengan Haji Dulgani dirawat.

Dalam perjalanan, Mang Embot merasakan paru-parunya dibakar api unggun, sakit sekali. Napasnya semakin patah, tersendat-tersekat. Pandangan matanya mengabur melihat segelas air minum rendaman putik safron disodorkan kepadanya, namun bukan dari tangan Ambu.

“Apakah engkau malaikat Izrail yang ditugaskan Allah untuk menjemputku?” Mang Embot berjuang keras melontarkan tanya. Makhluk berpendar cahaya itu mengangguk (halaman 256).

Sebuah buku kumcer yang sangat apik. Begitu kontekstual dengan kondisi masyarakat. Ciri khas dari karya-karya Uda Akmal, sangat detail dengan setting cerita.

...

Jakarta, Mei 2023

Tentang Pengulas Cerpen:

Samsudi

Terlahir di tlatah Gunungkidul wilayah Yogyakarta. Berprofesi sebagai seorang guru. Menyukai membaca dan menulis sejak kecil. Aktif kembali menulis sejak pandemi Covid-19. Telah melahirkan satu buku solo kumpulan cerpen (Susuk Pemikat) dan kumpulan puisi (Sunyi Dibekap Rindu) serta beberapa antologi budaya bersama Komunitas Inspirasiana.

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Suka dengan Artikel ini?
6 Orang menyukai Artikel Ini
avatar
Terima kasih banyak atas ulasannya, Pak Sam. Memang, situasi di sekitar pengarang akan (sedikit banyak) berpengaruh pada suasana cerpennya. Salam.
2023-05-04 08:55:24