Oleh : Ubay Latif Furois
Pernah merasa lelah tanpa tahu alasan pasti? Atau tiba-tiba menangis karena hal kecil, seakan ada yang lebih dalam dari sekadar kesedihan hari ini? Bisa jadi, itu adalah suara dari bagian dirimu yang terlupakan, inner child yang diam-diam menunggu dipeluk.
Inner child adalah sisi dalam diri kita yang membawa ingatan, luka, dan kerinduan dari masa kecil. Kadang, ia tertawa dalam momen-momen sederhana. Tapi tak jarang, ia merintih saat kita mengabaikannya. Menyembuhkan inner child bukan tentang menghapus masa lalu, tapi tentang mengakuinya, menyapanya dengan lembut, dan memeluk luka-lukanya yang selama ini kita anggap sepele.
Salah satu cara paling lembut dan menyembuhkan untuk memeluk inner child adalah melalui menulis jurnal. Ya, hanya dengan selembar kertas dan pena (atau halaman kosong di ponselmu), kamu bisa menyapa kembali diri kecilmu yang selama ini diam di sudut sunyi.
Menulis adalah jalan pulang ke dalam diri, bukan sekadar aktivitas, melainkan bentuk komunikasi dengan diri sendiri. Saat kamu menulis tanpa sensor, kamu sedang membuka pintu bagi perasaan yang selama ini terkubur. Kamu sedang mengizinkan inner child untuk bicara. Untuk menangis, marah, dan jujur.
Mulailah dari hal sederhana. Seperti menyapanya...
“Hai, apa kabar?”
“Sudahkah kamu merasa cukup hari ini?”
“Masih ingat waktu dulu kamu menangis diam-diam di sudut kamar karena merasa tak dipahami?”
Dengan pertanyaan-pertanyaan kecil, kamu sedang memberikan ruang bagi luka untuk hadir tanpa dihakimi.
Apa yang Bisa Kamu Tulis?
Tidak perlu puitis. Tidak perlu rapi atau sempurna. Tulislah apapun yang muncul di benakmu. Bisa mulai dari pertanyaan harian sederhana:
“Apa hal kecil yang membuatku sedih hari ini?”
“Apa yang sebenarnya ingin aku katakan, tapi takut?”
“Hal apa yang dulu sering aku dambakan tapi tidak pernah aku dapatkan?”
Boleh juga membuat dialog imajiner dua arah. Sambil menulis pertanyaan, menulis jawabannya sekaligus. Buat percakapan antara dirimu saat ini dengan inner child. Biarkan keduanya bertukar cerita, saling menguatkan. Tulis kenangan yang masih terasa menyakitkan. Jangan tahan air mata. Air mata adalah bahasa hati yang jujur. Lupakan apa yang ingin dikatakan.
Atau bisa juga menulis surat untuk diri sendiri. Tulis surat seolah kamu sedang berbicara dengan dirimu di usia 5, 7, atau 10 tahun. Jangan lupa berterima kasih pada diri sendiri yang sudah bertahan sampai kini. Dan meminta maaf kepada dirimu di masa kecil yang kini masih terjebak. Dengarkan suaranya. Beri pelukan lewat kata-kata.
Walaupun kelihatan sepele, tapi ini memilki beberapa manfaat :
- Membuka Kotak Luka dengan Aman Menulis adalah cara yang aman untuk membuka memori tanpa tekanan. Kamu menuliskannya dalam ruang privat yang tak menghakimi.
- Memberi Validasi pada Perasaan Saat kamu mengakui rasa sakit atau ketakutan dari masa kecilmu, kamu sedang memberi validasi: “Aku mengerti. Rasa sakitmu nyata.”
- Memulihkan Diri dengan Belas Kasih Jurnal bukan hanya alat eksplorasi, tapi juga tempat kamu bisa berkata: “Aku tidak apa-apa sekarang. Aku sudah cukup berjuang.”
- Menumbuhkan Rasa Aman dalam Diri. Saat inner child merasa didengar, ia mulai percaya bahwa kamu, versi dewasa saat ini, bisa menjaganya. Itulah momen pemulihan.
Menulis bukan tentang cepat sembuh. Menulis jurnal juga bukan solusi instan. Tapi itu adalah langkah perlahan yang membawa kita pulang. Setiap kata yang kamu torehkan adalah benih pemahaman. Setiap halaman yang kamu isi adalah selimut hangat untuk luka-luka lama. Jadi, saat dunia terasa berat dan sunyi, ambillah bukumu. Tulis dengan jujur. Peluk inner child-mu melalui setiap kalimat. Ingat, tak ada luka yang terlalu kecil untuk didengar. Tak ada masa lalu yang terlalu remeh untuk dikenang. Karena menulis bukan hanya menuangkan kata, tapi juga memberi suara bagi diri yang pernah bisu, dan memberi pelukan bagi luka yang pernah dipaksa diam.