MENULIS SEBAGAI RUANG AMAN: KETIKA KATA-KATA MENJADI TEMPAT PULANG

2025-12-24 00:05:46 | Diperbaharui: 2025-12-24 00:09:07
MENULIS SEBAGAI RUANG AMAN: KETIKA KATA-KATA MENJADI TEMPAT PULANG
Caption Sumber: Aku Menulis..., teredia di https://omong-omong.com/aku-menulis-aku-menyembuhkan-diri/

 

 

Menulis sebagai Ruang Aman: Ketika Kata-Kata Menjadi Tempat Pulang

Oleh: A. Rusdiana

Dalam pemikiran Milton H. Erickson, proses penyembuhan dan perubahan tidak selalu terjadi melalui analisis rasional yang rumit. Ia sering lahir dari pengalaman sederhana yang memberi rasa aman. Prinsip ini relevan bukan hanya dalam terapi, tetapi juga dalam praktik menulis. Bagi banyak orang, menulis gagal berlanjut bukan karena kekurangan ide, melainkan karena tulisan tidak lagi terasa sebagai ruang aman.

Seiring waktu, menulis sering berubah fungsi. Ia menjadi alat penilaian, ajang pembuktian, bahkan sumber kecemasan. Tulisan diukur dari jumlah pembaca, respons, atau standar mutu tertentu. Tanpa disadari, ruang yang seharusnya personal berubah menjadi panggung yang menekan. Dalam kondisi seperti ini, pikiran bawah sadar yang menurut Erickson menyimpan kreativitas dan intuisi memilih diam.

Padahal, pada dasarnya menulis adalah tempat pulang. Tempat kembali untuk merapikan pengalaman, menamai perasaan, dan memahami diri. Ketika menulis dijalani sebagai ruang aman, penulis tidak sedang berlomba, tetapi berjumpa. Ia tidak sedang mengesankan, tetapi mengungkapkan.

Erickson percaya bahwa individu memiliki sumber daya internal untuk berubah, asalkan diberi konteks yang mendukung. Dalam menulis, konteks itu adalah suasana batin yang tidak menghakimi. Menulis satu paragraf yang tidak akan dibaca siapa pun pun sudah cukup untuk mengaktifkan kembali hubungan dengan kata-kata.

Ruang aman dalam menulis tidak menuntut keindahan bahasa atau ketepatan struktur. Ia menuntut kehadiran. Ketika penulis hadir sepenuhnya tanpa topeng, tanpa target berlebihan kata-kata muncul sebagai proses alami. Dari sinilah kepercayaan tumbuh, dan kepercayaan adalah fondasi konsistensi.

Banyak penulis baru kembali produktif justru ketika mereka berhenti “mengejar tulisan”. Mereka menulis untuk diri sendiri terlebih dahulu. Menulis sebagai bentuk mendengar, bukan berbicara keras-keras. Dalam keheningan itu, tulisan menjadi jujur, dan kejujuran selalu menemukan pembacanya. Faktanya Komunitas Penaberkarya Bersama pada epsod ke 60 ini mencapai 2638 anggota setiap hari bertambah. 

Menulis sebagai ruang aman juga berarti menerima bahwa tidak semua tulisan harus selesai atau dipublikasikan. Sebagian tulisan cukup menjadi saksi proses batin. Dalam kacamata Ericksonian, proses internal sama pentingnya dengan hasil eksternal. Bahkan sering kali, hasil terbaik datang sebagai efek samping dari proses yang sehat.

Ketika penulis menjadikan menulis sebagai tempat pulang, hubungan dengan kata-kata berubah. Tidak lagi penuh tuntutan, tetapi penuh makna. Dari relasi inilah keberlanjutan lahir bukan karena kewajiban, melainkan karena kebutuhan. Menulis yang bertahan lama bukan yang dipaksa, tetapi yang memberi rasa aman. Di sanalah kata-kata tidak hanya ditulis, tetapi dialami. Wallahu A'lam.

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Suka dengan Artikel ini?
0 Orang menyukai Artikel Ini
avatar