Alone Together: Sendiri dalam Keramaian

2025-12-23 13:25:13 | Diperbaharui: 2025-12-23 13:25:13
Alone Together: Sendiri dalam Keramaian

 

Kita hidup di zaman ketika jarak bukan lagi penghalang komunikasi. Dengan satu sentuhan layar, seseorang bisa terhubung dengan ratusan bahkan ribuan orang. Namun ironisnya, rasa kesepian justru meningkat. Fenomena ini dikenal sebagai “Alone Together”, istilah yang  menggambarkan kondisi manusia modern yang terhubung secara digital atau di keramaian secara fisik, tetapi terpisah atau sendiri secara emosional.

Fenomena ini tidak hanya persoalan teknologi, tetapi juga persoalan cara kerja otak dan kepribadian manusia. Di sinilah konsep STIFIn menjadi relevan sebagai pisau analisis.

Teknologi digital menciptakan ilusi kedekatan. Kita merasa “bersama” karena selalu terkoneksi, padahal kualitas relasi yang dibangun sering kali dangkal. Interaksi digital minim ekspresi emosional, empati, dan kehadiran utuh (presence).

Berbagai riset menunjukkan:

  • Generasi muda yang paling aktif secara digital justru melaporkan tingkat kesepian yang tinggi.

  • Media sosial meningkatkan kuantitas interaksi, tetapi tidak selalu meningkatkan kualitas hubungan.

  • Interaksi yang bersifat cepat, singkat, dan repetitif tidak cukup memenuhi kebutuhan emosional manusia.

Namun pertanyaan pentingnya adalah:
Mengapa dampak kesepian ini tidak dirasakan sama oleh semua orang?

STIFIn: Mengapa Respons terhadap “Alone Together” Berbeda-beda

Konsep STIFIn membagi dominasi kecerdasan manusia menjadi lima mesin utama:
Sensing (S), Thinking (T), Intuiting (I), Feeling (F), dan Insting (In).
Setiap mesin memiliki kebutuhan relasi, cara berkomunikasi, dan respon emosional yang berbeda terhadap teknologi.

Fenomena Alone Together dapat dipahami lebih dalam jika dilihat dari perbedaan mesin kecerdasan ini.

1. Sensing (S): Ramai Tapi Kosong Secara Pengalaman

Individu Sensing membutuhkan pengalaman nyata dan fisik. Sentuhan, kehadiran langsung, aktivitas bersama, dan rutinitas sosial adalah sumber energi mereka.

Pada mesin Sensing:

  • Interaksi digital terasa cepat membosankan.

  • Hubungan virtual tidak menggantikan pengalaman konkret.

  • Media sosial bisa terasa “ramai”, tetapi tidak memuaskan.

Akibatnya, Sensing sering merasa lelah sosial di dunia digital dan justru menarik diri.

2. Thinking (T): Terhubung Tapi Tidak Bermakna

Thinking menghargai logika, tujuan, dan struktur dalam hubungan.

Dalam konteks Alone Together:

  • Banyak percakapan digital dianggap tidak substansial.

  • Interaksi berbasis emoji, basa-basi, atau pencitraan terasa tidak efisien.

  • Thinking bisa aktif secara online, tetapi tetap merasa sendirian karena relasi tidak memiliki nilai intelektual atau tujuan jelas.

Kesepian pada Thinking bersifat kognitif, bukan emosional semata.

3. Feeling (F): Paling Rentan terhadap Alone Together

Feeling adalah mesin yang paling membutuhkan koneksi emosional otentik.

Di dunia digital:

  • Feeling mudah merasa terhubung secara semu.

  • Like, komentar, dan chat cepat memberi ilusi kedekatan.

  • Namun ketika empati dan kehadiran emosional tidak nyata, Feeling justru paling terdampak kesepian.

Tidak heran banyak riset menunjukkan peningkatan kecemasan, overthinking, dan kelelahan emosional pada pengguna media sosial dengan kebutuhan afeksi tinggi.

4. Intuiting (I): Kehilangan Makna di Tengah Hiruk Pikuk

Intuiting mencari makna, visi, dan ide besar dalam relasi.

Masalahnya:

  • Media sosial penuh dengan distraksi.

  • Interaksi digital sering dangkal dan repetitif.

  • Percakapan jarang menyentuh makna eksistensial atau visi hidup.

Akibatnya, Intuiting bisa sangat aktif secara digital, tetapi tetap merasa tidak terhubung secara maknawi.

5. Insting (In): Bertahan dengan Adaptasi

Insting relatif paling adaptif. Mereka:

  • Tidak terlalu menuntut kedalaman relasi.

  • Mampu menyesuaikan diri dengan pola interaksi apa pun.

  • Lebih fokus pada stabilitas dan keberlangsungan hidup sosial.

Namun dalam jangka panjang, Insting tetap berisiko mengalami kesepian laten karena cenderung menekan kebutuhan emosional.

Alone Together Bukan Masalah Teknologi, Tapi Ketidaksesuaian

Dari sudut pandang STIFIn, masalah utama bukanlah teknologi itu sendiri, melainkan:

Ketidaksesuaian antara kebutuhan mesin kecerdasan manusia dengan pola interaksi digital yang seragam.

Media sosial memperlakukan semua orang seolah memiliki kebutuhan relasi yang sama, padahal otak manusia tidak bekerja secara homogen.

Apa yang Bisa Dilakukan? 

  1. Kenali mesin kecerdasan diri sendiri
    Kesepian sering muncul bukan karena kurang teman, tetapi karena salah jenis interaksi.

  2. Sesuaikan cara berelasi

    • Sensing: perbanyak aktivitas offline.

    • Thinking: bangun relasi berbasis diskusi dan tujuan.

    • Feeling: cari hubungan aman dan empatik.

    • Intuiting: terlibat dalam komunitas berbasis visi.

    • Insting: tetap jaga keseimbangan emosional.

  3. Gunakan teknologi secara sadar, bukan reaktif
    Teknologi seharusnya memperkuat relasi yang sesuai dengan mesin kecerdasan, bukan menggantikannya.

Fenomena Alone Together menunjukkan bahwa konektivitas tidak identik dengan kedekatan. Dengan memahami cara kerja otak melalui STIFIn, kita dapat melihat bahwa kesepian di era digital bukan sekadar masalah sosial, melainkan masalah kesesuaian kebutuhan psikologis.

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Suka dengan Artikel ini?
0 Orang menyukai Artikel Ini
avatar