Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan inisiatif ambisius pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat, terutama anak-anak dan kelompok rentan. Diluncurkan pada 6 Januari 2025, program ini menargetkan 82,9 juta penerima manfaat hingga akhir tahun 2025, mencakup anak usia sekolah, balita, ibu hamil, dan menyusui .â
Untuk mendukung pelaksanaan program ini, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp71 triliun dalam APBN 2025. Namun, untuk mencapai target penuh, dibutuhkan tambahan dana sebesar Rp100 triliun . Program MBG tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 dan merupakan bagian dari misi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto untuk memperkuat pembangunan sumber daya manusia .â
Meskipun memiliki tujuan mulia, pelaksanaan program ini menghadapi berbagai tantangan. Salah satu kasus yang mencuat adalah di Kalibata, Jakarta Selatan, di mana mitra penyedia makanan mengklaim belum menerima pembayaran hampir Rp1 miliar setelah menyediakan lebih dari 65.000 porsi makanan . Situasi ini menimbulkan pertanyaan mengenai mekanisme pembayaran dan pengawasan dalam program MBG.â
Kejadian seperti ini menimbulkan pertanyaan kritis: bagaimana mekanisme pengawasan dan akuntabilitas dalam program sebesar ini? Apakah struktur kelembagaan yang ada, seperti Badan Gizi Nasional, memiliki kapasitas yang memadai untuk mengelola dan mengawasi implementasi program ini secara efektif? Selain itu, bagaimana peran serta pemerintah daerah dan masyarakat dalam memastikan keberhasilan dan keberlanjutan program ini?â
Diskusi mengenai program MBG ini penting untuk memastikan bahwa tujuan mulia dari program ini dapat tercapai tanpa mengorbankan efisiensi dan akuntabilitas. Partisipasi aktif dari berbagai pihak, termasuk masyarakat, akademisi, dan media, sangat diperlukan untuk mengawal pelaksanaan program ini agar benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat luas.â