Anak dan AI, Siapa Mengajari Siapa?
Namun, di balik manfaat itu, muncul kekhawatiran penting. AI tidak memiliki nilai moral, empati, atau intuisi manusia. Ia bisa memberikan jawaban, tetapi tidak bisa menilai konteks emosional anak. Anak yang sedang kesal atau cemas membutuhkan pelukan, bukan sekadar solusi. Ada saat ketika anak perlu belajar bersabar, menunggu, atau mencoba lagi, sesuatu yang justru mungkin tidak didapat ketika mereka terbiasa mendapatkan jawaban instan dari teknologi. Lebih dari itu, anak-anak adalah peniru ulung, jika mereka terbiasa berinteraksi dengan AI yang selalu cepat, ringkas, dan instan, apakah mereka akan kehilangan latihan untuk berpikir pelan, mendengarkan, dan membangun hubungan manusia secara mendalam? Kecepatan teknologi bisa saja mengganggu proses penting dalam perkembangan sosial dan emosional anak. Dalam konteks pendidikan, guru menghadapi tantangan baru. Siswa sekolah dasar kini mampu menghasilkan jawaban atau ringkasan pelajaran dengan bantuan AI, tetapi belum tentu memahami apa yang mereka tulis. Inilah ironi teknologi, anak terlihat lebih pintar, padahal sebenarnya hanya lebih cepat. Guru harus mampu membedakan mana hasil pemahaman dan mana hasil dari mesin.
(Dari beberapa sumber)