Meniti Senja di Gümüşhane

2023-05-31 14:56:39 | Diperbaharui: 2023-06-03 09:19:08
Meniti Senja di Gümüşhane
 foto dokumentasi pribadi Biyanca Kenlim  / penulis )

On beş Haziran iki bin yirmi beş /15 Junı 2025.

Ikatan sakral perkawinan jangan menjadikan mu budak, jika syariat dan norma norma perkawinan sudah tak mampu diterapkan , kabahagiaan tak lagi dalam genggaman, perceraian adalah jalan kemerdekaan.

"Nereye gidiyorsun, canım?" Hasan Kılıç sedang merokok dıruang televısı menyapa Kareyna yang jalan melewatınya.

"Kebelakang rumah sebentar, kocam" jawab Kareyna.

"Tamam"  sahut Hasan sembarı tersenyum melempar tatap.

Menyusur jalan setapak berumput  tak jauh dibelakang rumah, Kareyna menuju kesebuah bongkahan batu besar disebelah pohon rındang tempat favorite nya.

Sejauh mata memandang hamparan rumput menghijau laksana permadani diantara pohon buah pulm yang rindang menyejukan.

Sepoi angin sore mengibaskan hijab ungunya. Hijab sederhana dengan motif bunga bunga  kesukaan memang membuat Kareyna tampak anggun, aura keibuan dan kecantikanya terlihat dari bulu alis yang tebal teratur bak semut berbaris dengan senyum manis yang selalu mengembang.

Sore menghadirkan senja, semburat jingga mendamaıkan jıwa. Senja yang  tak pernah ıngkar janjı, sepertı ucapnya dı suatu waktu "Aku adalah senja yang sama, senja yang tak berani mengucapkan selamat tinggal. Senja yang selalu menolak pergi meski dihalau paksa oleh waktu." Aaah..senja memang syahdu dan memabuk kan, selalu dan selalu jatuh cinta pada senja yang merona.  Kareyna menghela nafas panjang dengan mata terpejam.

Kareyna masıh berbalut mukena ketika tubuhnya terhuyung membentur dındıng mushola dı ruang tengah, hempasan tangan kekar Herlambang suamınya begıtu kuat menolak kala diajaknya menjadı ımam sholat

. "Kamu sholat sendırı memangnya gak bısa? Lagıan buat apa kamu jungkat jungkıt seharıan ? Gak guna!" Ujarnya sengit.

 Di lain waktu baju baju yang tertata rapi dilemari berhamburan dilantai. Dengan kasar Herlambang berteriak pada Kareyna yang berdiri dibelakang nya "dimana kau simpan uang belanja? Kau belanjakan apa, Kenapa cepat sekali habis hah?"

Pertanyaan beruntun suaminya tak membuat Kareyna terpancing emosi. "Sabar Ayah, biar Mama jelaskan!"

Herlambang melenguh kesal sambil berkacak pinggang  memunggungi istrinya, ia membungkam menunggu penjelasan.

"Mama dapat kabar dari Tante Henna jika ibu sedang gak enak badan, mungkin ibu perlu ke dokter ,butuh beli vitamin atau ingin makan makanan kesukaanya , jadı Mama kirim sedikit uang untuk Ibu, maafin jika Mama tidak ijin dulu ke Ayah!"

"Ibu lagi ibu lagi ! Si Henna kan lebih kaya dari kita, dia mampu menghidupi ibumu tanpa kiriman uangmu. Kenapa keluargamu selalu merepotkan kita. Kapan kita akan kaya jika selalu membantu mereka?

Puas memuntahkan kekesalan, Herlambang membalikan badan berjalan cepat tanpa memperdulikan Kareyna yang masih berdiri mematung. Airmata menganak Sungai  menderas menjawab perlakuan suaminya.

"Dirman!

"Bapak memanggil saya?"

"Ada berapa Dirman disini ? Siapkan beberapa baju ganti , Bapak tunggu di mobil! Herlambang memasuki mobil pajero putih dan membanting pintunya.

"Baik Pak" sahut Dirman sambil membungkuk tergopoh menapak tangga diruang tengah masuk ke kamar.

"Permisi Ibu,  maaf saya ijin mengambil baju Bapak"  ucap Dirman Merasa gak enak hati melewati Kareyna dengan wajah mendung .

Selepas sholat isya Kareyna masih terpekur di mushola dengan mukena yang membasah. Terdengar langkah kaki mendekat. Dengan suara yang tak ingin mengganggu, Dirman memanggil majikan perempuanya.

"Bu Karin, maaf ini ada titipan surat dari Bapak, semoga ibu sabar ya"

Ucapan Dirman menyiratkan dia mengetahui sesuatu. Diraihnya amplop surat warna putih dari tangan Dirman."Terimakasih mang"  ucap Kareyna berusaha mengukir senyum pada supir yang sudah bekerja pada keluarganya hampır 10 tahun, sudah seperti keluarga sendiri. Dırman berlalu darı pandangan Kareyna  mulai membuka kertas dari dalam amplop tanpa beringsut dari tempat semula.

Seketika Kareyna tergugu , bibirnya berulang ulang mengucap istighfar , wajahnya menyentuh sajadah, tabahnya runtuh. Titik kehidupan yang tak pernah diinginkan oleh wanita manapun.

Yang masih dingat dari panjangnya tulisan dalam kertas putih itu adalah baris terakhir. "Keputusan ada ditanganmu. Mau masuk Syurga seperti cita2 mu atau pilih jalanmu untuk kebahagiaanmu. Jangan khawatir apapun yang terjadi saya bertanggung jawab akan kedua anak kita. Dewa dan Nadia.  Ttd Herlambang Prasojo".

Sıang menjelang sore masih terasa garangnya sınar mentarı dı Ibukota dısalah satu gang kecıl. Kareyna mengusap peluh sambıl menenteng dua jerıgen aır yang dıambıl darı mushola RT sebelah sekalıan sholat ashar dan numpang mandı dısana.

Sudah hampır semınggu aır PAM yang mengaliri rumah kontrakanya sedikit terganggu sedang ada perbaikan kabarnya. Dan itu sering terjadi, entahlah Kareyna tidak ingin mencari tahu lebih lanjut. Ditambah tadi si Dirman supir keluarga datang membawa amplop yang isinya sedikit menyusut, aahh. Semakin kusut saja pikiranya hari ini.

"Bu Karin, tidak pergi kerja hari ini, wah PAM masih ngadat juga bu, payah memang"  sapa Bu Wahyu tetangga kontrakan yang terkenal ramah.

"Tidak Jeng , nyonya besar sedang ke luar negeri dalam bebebrapa hari. Ini tadi bantuin Bu Hesti membuat pesanan nasi box. Iya nih sudah tradisi lah Jeng,  sudah  gak kaget hehe"  jawab Kareyna tak kalah Ramah. Lingkungan nyaman yang membuat Kareyna dan kedua anaknya betah tinggal disitu walau jauh dari kata mewah.

Setelah menaruh jerigen disebelah kulkas satu pintu disudut dapur mungilnya, Kareyna menyelonjorkan kaki di sofa panjang yang mulai usang warnanya, mengambil ponsel dan mengirim pesan melalui laman WhatsApp "adek pulang makan tidak malam ini? Mama tidak masak"

Ping, tak menunggu lama  terdengar balasan pesan masuk "gak papa Ma, nanti adek pulang beli nasgor pete buat berdua, atau Mama ingin makan lainya?"

"Boleh dek ,punya Mama yang pedesan yah, terimakasih "  Pinta Kareyna berharap pedesnya nasi goreng pete sedikit mengurangi pening dikepalanya.

Kareyna sangat bersyukur kedua putra putrinya sangat sayang dan pengertian. Keduanya memang dididik dalam keluarga yang demokratis dan hangat  penuh kasih sayang. Mereka sekarang berstatus mahasiswa mahasiswi semester akhir di dua universitas faforit berkat beasiswa .

Berjibaku dengan tugas kampus yang padat, mereka membagi waktu dan tenaga dengan mengambil job partime. Dewa sang  kakak menerima les bimbel door to door sedang adiknya Nadia menjadi pelayan di sebuah restoran cepat saji. Bahkan bulan depan si bungsu sudah mulai magang di perusahaan BUMN terkemuka.

Semua berubah ketika tabiat dan sikap sang Ayah tak selaras perkataan serta hadirnya cinta ketiga. Ikatan sakral perkawinan jangan menjadikan mu budak, jika syariat dan norma norma perkawinan sudah tak mampu diterapkan , kabahagiaan tak lagi dalam genggaman, perceraian adalah jalan kemerdekaan.

Kareyna perempuan penurut dan manut. Dia pendam sendiri semua persoalan dalam rumah tangganya, pun terhadap ibunya sendiri.

Dia berprinsip manis pahit kehidupan rumah tangga adalah hal wajar yang ditanggung dan harus diatasi sendiri.

Hingga semesta mengamini doa Kareyna yang ia langitkan ditiap sepertiga malam. Takdir merubah jalan hidup Kareyna . Tuhan mengirimkan seseorang dengan caraNYA ketika kedua anaknya sudah bekerja dan memberi restu pada sang Bunda untuk menjemput bahagia.

Petang melukis gradasi temaram. Sang mata dewa beringsut luruh dalam dekapan malam.

Tangan kekar berbulu lembut merangkul pundaknya.

Diciumnya pipi kiri Kareyna "ne olursa olsun seni seviyorum,  karıcığım "  ucap Hasan Kılıç sambil memeluk bahu Kareyna erat seakan tahu apa yang ada dalam benak istrinya.

Yah, dilebih  setengah abad usia mereka. Keduanya dipertemukan oleh Takdir untuk saling mencintai dan menyayangi.

Di sebuah desa yang subur di Propinsi GümüÅŸhane, tujuh jam perjalanan dari Konstatinopel sebelum berubah menjadi Ä°stanbul ketika ibukota negara berpindah ke Ankara, Türkiye. mereka berjanji meniti senja bersama sampai ajal memisahkan.

"Anne Baba mari makan makan"  Ebru  nama putri sulung Hasan Kılıç suaminya kini yang cantik mengingatkan kami jika hidangan makan malam sudah tersaji , mencoba menggunakan bahasa  Indonesia dengan aksen dan mimik muka lucu.

"Anne Anne hadi makan makan"  Eylül dan Elif putri dari Ebru, dua cucu perempuan berumur 4 dan 3 tahun yang lebih nampak sebagai anak kembar itu berlari menuju Hasan dan Kareyna mengikuti kalimat ibunya.

Evet, yakında geliyoruz "  Kareyna menyahuti panggilan anak dan kedua cucu kemudian mereka berdua menggamit tangan mungil dengan mulut yang tak berhenti berceloteh.

Hasan, Kareyna,  Eylül dan Elif bergandeng tangan meninggalkan pelataran belakang diiringi langit yang menggelap. Tapi tidak dengan hati dan pikiran Kareyna kini dengan jiwa yang merdeka.

Biyanca Kenlim Pokfulam Gardens 1 Juni 2023

 

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Suka dengan Artikel ini?
3 Orang menyukai Artikel Ini
avatar
Kreatif banget, idenya itu loh jempol
2023-06-01 21:40:03
Makasıh Mb Sri, ayuk nyusul
2023-06-03 07:33:40
Kereeeen Mbak Biken...🤩
2023-05-31 18:47:07
Kereen, mbak Biken. Salam hangat
2023-05-31 15:48:19
Terimakasih Mbak Prih, salam hangat kembali
2023-05-31 16:14:11