Membangun Ketegangan Konflik Cerpen (Pertemuan Pulpen VII)

2024-02-05 09:39:19 | Diperbaharui: 2024-02-05 09:56:07
Membangun Ketegangan Konflik Cerpen (Pertemuan Pulpen VII)
Zoominar pertemuan Pulpen VII

Perkumpulan Pencinta Cerpen atau Pulpen baru saja melakukan pertemuan rutin dengan anggotanya. Pertemuan Pulpen ke-VII ini menjadi pertemuan pertama pada awal tahun 2024 yang diselenggarakan melalui zoominar, Sabtu, 3 Februari 2024, dimulai pukul 15.30 WIB. Tema yang diangkat adalah tentang membangun ketegangan konflik cerpen.

Acara zoominar dimoderatori oleh Ibu Erry Yulia Siahaan (salah satu anggota Pulpen). Istimewanya, pertemuan kali ini, materinya langsung diisi oleh pendiri Pulpen itu sendiri, yaitu Y. Edward Horas S., seorang cerpenis yang sudah banyak menerbitkan karya dan pernah meraih penghargaan Kompasiana 2021 (nominee best in fiction), peraih artikel terfavorit dalam kompetisi aparatur menulis 2020, dan lain-lain.

Pertemuan yang dihadiri anggota Pulpen dari seluruh Indonesia ini berlangsung selama satu jam empat puluh menit. Antusias peserta sangat terasa karena selama pemaparan materinya, Bang Horas (sapaan pemateri) menyajikan dengan sangat menarik. Meskipun dilaksanakan di akhir pekan, tetap dihadiri lebih dari dua puluh orang.

Ditambah dalam pemaparannya, langsung kepada praktik ke dalam konflik yang ada dalam cerpen. Jadi, tidak sekadar teori. Terlihat kolom komentar zoom sudah mulai berdenting dengan pertanyaan peserta demi peserta. Sehingga termin tanya jawab dibagi menjadi dua sesi. Bahkan, pada detik terakhir, masih ada yang mengacungkan tangan untuk bertanya langsung.

Pembahasan Materi 

Berdasarkan pendapat para ahli, konflik sendiri memiliki tiga kata kunci: tidak menyenangkan, dramatik, dan dialami tidak harus minimal dua tokoh. Konflik batin dan perasaan seorang tokoh, tanpa terjadi percakapan, hanya perenungan dalam hatinya, tidak terkecuali tersebut sebagai konflik.

Dalam memperkuat konflik, pemaparan menekankan pada dua poin: dalam paragraf sebagai lingkup sederhana dan dalam satu kesatuan cerpen secara utuh untuk yang lebih kompleks.

Adapun cara memperkuat konflik meliputi fokus terhadap pusat konflik, temukan kalimat-kalimat linear yang searah dan membangun konflik, serta gunakan objektivitas dan subjektivitas untuk memperlengkapi konflik. Dalam lingkup sederhana, kalimat demi kalimat yang dirangkai setelah konflik pada satu paragraf seyogianya mengandung ketiga unsur tersebut.

Kita bisa bermain melalui praktik:

  1. deskripsi objek,
  2. pikiran dan pengandaian,
  3. dan perasaan,

di mana ketiganya boleh berdiri sendiri, boleh pula dilakukan kombinasi.

Semisal, konflik utama adalah ibu tertabrak di depan rumah. Contoh kalimat selanjutnya yang tidak linear dalam paragraf:

"Ibu tertabrak di rumah. Adik masih sekolah. Bapak sudah pulang kerja. Siang itu terik. Tukang es cendol barusan lewat."

Pada kalimat setelah kondisi ibu, sama sekali tidak ada yang membangun dan menguatkan konflik. Masing-masing berdiri sendiri dan tidak mengarah pada pusat konflik. Ini menyebabkan konflik menjadi hal biasa yang tidak sedang ingin dititikberatkan.

Mari kita praktikkan caranya satu demi satu dalam melengkapi kalimat linear penguat konflik dalam sebuah paragraf:

Deskripsi objek:

Ibu tertabrak di depan rumah. Tubuhnya terpelanting. Mukanya terseret aspal. Kaki kanannya terlipat hingga tulangnya patah. Sedemikian kencang tabrakan itu terjadi, dan muka Ibu terseret jauh. Darah memerahkan wajah. Bahkan mungkin tak ada yang bisa mengenali bahwa itu adalah Ibu.

Dalam paragraf itu, kalimat berfokus pada kondisi ibu di lapangan. Bagaimana kita menggambarkan kesengsaraan ibu dalam wujud fisik yang kasatmata. Secara deskripsi objek, penguatan konflik didasarkan pada penggambaran objek yang sedang mengalami konflik secara detail.

Pikiran dan pengandaian

Ibu tertabrak di depan rumah. Pikirannya melayang tak keruan ketika deru truk yang melindasnya masih terdengar. Siapa yang bayar biaya rumah sakit? Si kecil baru masuk sekolah. Bapak terlilit utang. Mengapa hidup sial sekali? Selintas ibu terbayang di tengah kesakitan tubuhnya.

Kita bisa menguatkan konflik dengan mengandaikan pikiran si penderita konflik. Ada kecenderungan bahwa ketika sedang mengalami kejadian tidak menyenangkan, lebih mudah untuk berpikir negatif dibanding positif. Intinya, penguatan konflik didasarkan pada pengandaian oleh pikiran tentang hal-hal buruk yang memperparah situasi.

Perasaan

Ibu tertabrak di depan rumah. Seorang gadis dengan air mata terburai gegas mendekat. Ia menekan dadanya seolah-olah jantungnya hendak meloncat ke luar. Sempat ia ingin berkata, tetapi bingung berkata apa, ketika matanya menyaksikan Ibu kesayangannya itu tak bergerak.

Unsur subjektivitas (perasaan) digunakan untuk menguatkan konflik. Bagaimana reaksi penderita atau tokoh lain yang melihat atas derita yang sedang dialami. Penguatan konflik didasarkan pada perasaan, simpati, dan empati untuk turut merasakan atau mengalami konflik.

Untuk lingkup yang lebih besar dan utuh, penguatan konflik dapat disimak pada cerpen karya Guntur Alam dengan judul ”Mar Beranak di Limas Isa”, yang merupakan cerpen pilihan Kompas tahun 2011. Melalui cerpen ini, Bang Horas memperlihatkan kepada peserta bagaimana memperkuat konflik dalam sebuah cerpen. “Cerpen yang baik, harus memiliki beberapa konflik,” begitu pemaparan Bang Horas.

Terdapat tiga konflik dalam cerpen tersebut, yaitu:

  1. konflik utama: bagaimana derita seorang wanita yang tidak kunjung melahirkan anak laki-laki sehingga tidak mampu membanggakan suami dan keluarganya;
  2. konflik penguat I: ketika yang lahir hanyalah anak perempuan, bagaimanalah derita seorang wanita pada masa tuanya perihal pribadi yang menemani. Karena di kampungnya, semua anak perawan akan keluar rumah mengikuti suaminya;
  3. konflik penguat II: ada ketakutan ketika suami bisa saja menikah lagi lantaran istri tak kunjung bisa melahirkan anak lelaki. Pada kehidupan nyata, kebanggaan memiliki anak lelaki masih dianut oleh sebagian suku di Indonesia yang menganut patrilineal (garis keturunan bapak).

Tidak hanya mengulik cerpen yang ada, Bang Horas juga membagikan kepada peserta bagaimana membangun konflik dengan contoh lain dari kejadian sebuah peristiwa. Membuat sebuah konflik, mendramatisir, dan menuliskannya menjadi sebuah cerita yang menarik untuk dibaca. 

Demikianlah, acara pertemuan Pulpen VII menjadi acara sebelum penyelenggaraan Pesta Pena (Perjamuan Sastra Cerpen Kompasiana) 2024 dan ulang tahun Pulpen yang pertama, April nanti. Sampai jumpa!

 

 

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Suka dengan Artikel ini?
4 Orang menyukai Artikel Ini
avatar
Mantap!
2024-02-05 09:58:45