Eka Kurniawan bukan hanya seorang novelis. Ya, bukan hanya menulis novel Cantik itu Luka (2002), Lelaki Harimau (2004) atau Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (2014). Tetapi, ia adalah juga seorang cerpenis. Penulis cerita pendek.
Salah satu buku kumpulan cerita pendeknya adalah Corat-coret di Toilet. Pertama kali diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama tahun 2014. Saya mengoleksi bukunya yang cetakan keempat (2017).
Kumcer Corat-coret di Toilet memuat 12 cerita pendek. Salah satunya berjudul Corat-coret di Toilet yang diletakkan pada urutan ke-3 dan menjadi judul buku kumcernya. Keduabelas cerpen Eka Kurniawan dalam kumcernya ini ditulis dalam rentang tahun 1999 – 2000.
Serius, Tapi Ada Lucunya
Sebagai sarjana filsafat lulusan Universitas Gadjah Mada. Cerpen-cerpen Eka Kurniawan bernuansa serius, akan tetapi dengan piawainya dibumbui dengan kelucuan.
Seperti dalam cerpen Corat-coret di Toilet yang berbicara tentang alam demokrasi (bahkan revolusi). Tetapi, penulis mengambil setting di sebuah toilet umum kampus.
Eka Kurniawan membuka cerpennya dengan kalimat, Ia membuka pintu toilet sambil menikmati bau cat yang masih baru.
Lucunya, baru beberapa menit kemudian, dinding toilet yang masih bersih itu sontak dipenuhi dengan corat-coret oleh para pemakainya (Eka Kurniawan menyebutnya dengan konsumen).
Ia merogoh tas punggungnya dan menemukan apa yang dicarinya: spidol. Dengan penuh kemenangan, ia menulis di dinding, “Revolusi gagal total, Kawan! Mari tuntaskan revolusi demokratik!” (halaman 22).
Seorang pengguna toilet berikutnya membalas coretan tersebut, “Jangan memprovokasi! Revolusi tak menyelesaikan masalah. Bangsa kita mencintai kedamaian. Mari melakukan perubahan secara bertahap.”
Ketika seorang gadis yang menjadi konsumen ketiga selesai membuang hajatnya, ia menulis dengan lipstiknya, “Kau pasti anak tentara! Antek orde baru! Feodal, borjuis, reaksioner goblok! Omong kosong reformasi, persiapkan revolusi!” (halaman 24).
Dua hari kemudian, seorang mahasiswa ikutan membuat coretan. “Hai, Gadis! Aku suka gadis revolusioner. Mau kencan denganku?”
Siangnya, gadis lainnya pengguna toilet menulis, “Mau kencan denganku? Boleh! Jemput jam sembilan malam di cafe. NB: jangan bawa Intel.”
Beberapa hari kemudian pelanggan toilet kampus itu menimpali dengan coretan, “Kawan, kalau kalian sungguh-sungguh revolusioner, tunjukkan muka kalian kalau berani. Jangan cuma teriak-teriak di belakang, bikin rusuh, dasar PKI!”
Kelucuan Eka Kurniawan muncul di halaman 27. Seorang mahasiswa membalas tulisan sebelumnya, “Ini dia reaksioner brengsek, yang ngebom tanpa dibanjur! Jangan-jangan tak pernah cebok pula. Hey, Kawan, aku memang PKI: Penggemar Komik Indonesia. Kau mau apa, heh?’
Coretan Sejuk
Tidak semua tulisan bernada provokatif. Seorang mahasiswa alim menulis, “Kawan-kawan, tolong jangan corat-coret di dinding toilet. Jagalah kebersihan. Toilet bukan tempat menampung unek-unek. Salurkan saja aspirasi Anda ke bapak-bapak anggota dewan.”
Cerpen kemudian ditutup dengan coretan pamungkas. “Aku tak percaya bapak-bapak anggota dewan, aku lebih percaya kepada dinding toilet.”
Dan seratus tulisan tersisa, juga hanya menulis, “Aku juga.”
...
Jkt, 180523
Tentang Pengulas Cerpen
Mas Sam adalah nama pena dari Samsudi. Terlahir di Gunungkidul, Yogyakarta. Berprofesi sebagai guru sejak 1996 sampai sekarang.
Hobi membaca sejak kecil dan menyukai menulis. Tulisan-tulisannya diposting di Kompasiana.com. Telah melahirkan beberapa buku antologi budaya bersama Komunitas Inspirasiana dan satu buku kumpulan cerpen (Susuk Pemikat) serta Sunyi Dibekap Rindu (buku kumpulan puisi).