Apa yang akan kamu tulis jika tahu tidak ada satu pun manusia yang akan membacanya? Jika tulisan itu hanya singgah sebentar di layar sebelum akhirnya lenyap, tanpa jejak, tanpa bukti?
Bukan untuk diunggah, bukan untuk dicetak, bahkan bukan untuk disimpan.
Menulis hanya untuk menghapusnya.
Kedengarannya aneh? Percayalah, ini bisa jadi salah satu terapi emosional paling melegakan yang pernah kamu coba.
Kenapa Harus Dihapus? Bukannya Menulis Itu untuk Mengabadikan?
Kita terbiasa menganggap tulisan sebagai sesuatu yang abadi. Dari buku harian hingga unggahan media sosial, ada dorongan untuk menyimpan dan mengenangnya kembali di kemudian hari.
Tapi, justru di situlah masalahnya.
Terkadang, kita terlalu memikirkan bagaimana tulisan kita akan dinilai orang lain, atau bahkan bagaimana kita akan menilainya sendiri nanti. Akibatnya, kita menahan diri. Kita menyaring kata-kata, memilih diksi yang aman, menghindari kebenaran yang terlalu menyakitkan.
Menulis untuk dihapus menghilangkan beban itu. Tidak ada ekspektasi, tidak ada sensor, tidak ada rasa takut. Kamu bisa benar-benar jujur, karena kamu tahu tulisan itu tidak akan bertahan lebih lama dari emosimu.
Bagaimana Cara Kerjanya?
Sederhana.
- Ambil alat menulis—bisa laptop, ponsel, atau kertas dan pena.
- Tulis apa saja—emosi yang terpendam, kemarahan yang ingin diteriakkan, hal-hal yang terlalu menyakitkan untuk dibicarakan. Jangan berpikir, jangan edit, biarkan mengalir.
- Setelah selesai, hapus atau buang—jika di laptop, tekan delete. Jika di kertas, sobek dan buang. Jika di ponsel, tekan tombol hapus tanpa ragu.
Rasakan sensasinya.
Kenapa Ini Bisa Menyembuhkan?
Menulis adalah cara kita berbicara dengan diri sendiri. Tapi sering kali, kita menulis dengan harapan bahwa suatu hari tulisan itu akan dibaca—entah oleh orang lain atau oleh diri kita di masa depan.
Tapi tidak semua perasaan perlu diabadikan.
Kadang, ada hal-hal yang hanya ingin kita keluarkan, lalu biarkan hilang. Menulis dan menghapus adalah simbol pelepasan. Kita menumpahkan beban yang menyesakkan, lalu melepaskannya tanpa sisa.
Ini seperti meneriakkan emosi ke laut lepas, lalu membiarkannya tenggelam bersama ombak.
Menghapus Bukan Berarti Tidak Berharga
Ada yang berpikir, “Kalau dihapus, apa gunanya?”
Tapi justru di situlah letak manfaatnya.
Ini bukan tentang menghasilkan tulisan bagus atau sesuatu yang bisa dikenang. Ini tentang keberanian untuk menghadapi perasaan sendiri, tentang memberi ruang bagi diri sendiri untuk berbicara tanpa takut dihakimi—bahkan oleh diri sendiri.
Tapi Aku Takut Kehilangan Tulisan Penting…
Kalau ada bagian yang ingin kamu simpan, tentu saja boleh. Tapi ingat, tujuan utama metode ini adalah untuk mengeluarkan sesuatu yang selama ini terpendam, lalu mengikhlaskannya.
Bukan semua tulisan harus bertahan. Sama seperti tidak semua kenangan harus terus kita genggam.
Coba Tantangan Ini: 5 Hari Menulis & Menghapus
Coba lakukan selama 5 hari berturut-turut. Setiap hari, sisihkan waktu 10 menit untuk menulis apa pun yang ada di pikiranmu. Jangan pedulikan tata bahasa, jangan pikirkan apakah itu masuk akal atau tidak.
Lalu, hapus.
Lihat bagaimana perasaanmu setelahnya. Apakah kamu merasa lebih ringan? Apakah kamu menemukan sesuatu yang selama ini tersembunyi dalam dirimu?
Mungkin kamu akan terkejut melihat betapa banyaknya yang bisa kamu lepaskan hanya dengan menulis dan menghapus.
Menulis Bukan Sekadar Tentang Mengingat, Tapi Juga Melupakan
Kadang, kita menulis untuk mengabadikan sesuatu. Tapi kadang, kita juga perlu menulis untuk mengikhlaskan.
Menulis untuk dihapus bukan berarti tulisan itu tidak penting. Justru, itu bisa jadi tulisan paling jujur yang pernah kamu buat—karena ia tidak lahir untuk dipamerkan, melainkan untuk membebaskanmu.
Jadi, sudah siap menulis… lalu menghapus?