Konsep awal hukum alam semesta berasal dari Yunani kuno seperti Aristoteles, Plato, Pythagoras dan filsafat Hermetis. Konsep filsafat Hermetis menjelaskan bahwa terdapat prinsip-prinsip yang mengatur alam semesta melalui pengamatan dan pemahaman. Pythagoras menyatukan angka dan harmoni dengan struktur alam semesta, Plato membahas tentang bentuk-bentuk ideal yang mendasari realita fisik. Sedangkan Aristoteles berkontribusi terhadap perkembangan alam semesta.
Pada abad ke 20, Konsep ini cenderung digunakan sebagai acuan untuk membangun kesadaran dan pengembangan diri. 12 hukum alam yang bisa digunakan untuk kehidupan ini memberikan dampak positif kepada realita kehidupan. Dimana seseorang mulai menata diri dengan mengikuti dasar-dasar hukum semesta yang telah tersedia.
Sering kita temukan kendala dalam kehidupan ini berupa kesulitan hidup apakah di bidang sosial, ekonomi, sulitnya menyerap ilmu pengetahuan, kesehatan dan lainnya. Hal ini sangat terkait dengan pergerakan hukum alam semesta yang dilanggar tanpa sengaja, melanggar atau memang kurang mengetahui batasan yang telah diatur sedemikian rupa atau memang dengan sengaja tidak mengindahkan dampaknya. Sebagai contoh, ketika mengalami kesulitan dalam hidup dengan mengamati microcosmos atau semesta kecil yang ada di dalam diri kita.
Kesulitan hidup mempunyai sebab dan akibat dari dampak yang pernah kita lakukan ataupun dari faktor luar diri yang tanpa sengaja kita undang untuk memprovokasi kehidupan pribadi. Manusia tidak pernah terlepas dari hukum sebab akibat dan hukum getaran yang ada di mikrokosmos (semesta kecil) maupun makrokosmos (alam semesta). Menggunakan hukum sebab akibat tidaklah mudah karena tidak terlepas dari "uji rasa" dan menggunakan hukum vibrasi dan respon yang dipancarkan ke alam semesta.
Mempertahankan rasa yang baik itu tidak mudah, namun bisa dilatih melalui banyak hal salah satunya adalah selalu belajar untuk berpikir positif, demikian setelah bisa menguasai rasa yang cenderung stabil maka akan mudah merespon banyak hal dengan positif. Pikiran positif menghasilkan rasa yang positif, dan tentunya menghasilkan getaran yang positif. Ketika manusia melepaskan vibrasi positif dari mikrokosmos maka makrokosmos akan merespon atau manusia sedang mengirim sinyal ke alam semesta sesuai dengan rasa yang ada di dirinya.
Respon dari makrokosmos adalah dengan memberikan hal yang sama sesuai dengan pesan yang diterimanya. Jika bertelepati, manusia menggunakan pikirannya, sedangkan berkomunikasi dengan makrokosmos adalah dengan rasa. Wajar saja bila kita selalu galau yang bertubi-tubi dan berulang, karena kita selalu memberikan pesan pada makrokosmos seolah kegalauan yang sedang kita inginkan.
Lalu bagaimana agar rasa galau tidak lagi datang pada kita?. Ubah saja getarannya. Vibrasi yang dipancarkan jangan lagi mengenai kesedihan, kemarahan, dan kekecewaan, tetapi mengubah rasa negatif menjadi positif dengan cara mensyukuri yang telah didapatkan. Pemantik rasa positif adalah rasa syukur, mensyukuri pasangan hidup, mensyukuri anak-anak yang sehat, mensyukuri rezeki seberapapun yang didapat, mensyukuri orang tua, mertua, mensyukuri pekerjaan apapun yang sedang dijalani, mensyukuri keadaan fisik dan lainnya.
Rasa syukur ini membuat manusia merasa cukup, tidak membandingkan kehidupan dengan orang lain, tidak memaksakan diri harus menjadi orang lain. Rasa cukup ini akan direspon oleh makrokosmos bahwa kita telah bahagia maka kebahagiaan bertubi-tubi akan datang. Bahasa manusia kepada alam semesta bukanlah ucapan, tetapi energi rasa, ucapan atau afirmasi merupakan cara otak memberikan informasi kepada seluruh tubuh untuk direspon, sehingga menghasilkan rasa positif sesuai dengan kalimat yang diucapkan, ucapan positif dibutuhkan untuk tubuh dan rasa untuk memberikan pesan kepada alam semesta.
Olah rasa itu perlu untuk kepekaan batin, apa yang dirasa akan direspon dengan cepat oleh makrokosmos. Hukum getaran juga sangat didukung oleh hukum sebab akibat, dimana manusia terikat dengan hasil perbuatannya sendiri. Menanam buah nanas akan menghasilkan nanas, menanam kebaikan akan menghasilkan kebaikan demikian sebaliknya.
Menjadi orang baik itu baik sekali tetapi untuk menggunakan hukum alam sebab akibat ini kuncinya adalah melakukan kebaikan setiap saat tanpa pamrih. Hasil akan diperoleh ketika waktunya telah tiba (masa panen), tidak perlu ditunggu, hanya butuh perawatan saja seperti tidak menyakiti orang yang diberi kebaikan, kalau tidak akan rusak semuanya. Sifat manusia memang pamrih, selalu menginginkan hasil, itu manusiawi tetapi menunggu hasil terkadang meresahkan hati dan merubah rasa.
Ketika manusia cenderung menggunakan hukum alam semesta maka pikiran, perasaan, tindakan akan terjaga dan tertata, karena manusia adalah semesta kecil yang terhubung dengan alam semesta dan bisa saling mempengaruhi karena energi dan vibrasi. Kebahagiaan yang diciptakan memberikan efek kebahagiaan pula dalam kehidupan. Bahagia dulu atau bersyukur?, bersyukur dulu baru bahagia. karena kembali lagi bahwa realita harus diciptakan bukan diperoleh dari luar.
Kebahagiaan orang tidak sama dan hanya dirinya yang paling mengerti hal apa yang bisa membahagiakannya. Apakah menciptakannya dengan bernyanyi, mendengarkan musik, membeli barang yang disukai atau justru cukup dengan menyatakan kalimat syukur kepada Allah, tanpa biaya apapun maka kita telah menarik energi keberlimpahan dengan sengaja. Sengaja mensyukuri kehidupan yang telah diberikan kepadanya, melihat keindahan yang menghampiri kehidupannya, bila tidak punya rasa bahagia, lihatlah diri yang dilengkapi dengan perangkat yang sempurna fungsinya dari Allah, kita hanya mensyukurinya saja dan menjaganya dengan baik.
Hukum alam semesta yang lain juga bisa digunakan dalam keseharian. Hukum diciptakan untuk dijalankan, untuk menata dan menyeimbangkan kehidupan agar lebih teratur dan terjaga. Bila kita melanggar hukum maka sudah tentu hidup akan bermasalah dan cenderung mengalami kesulitan. Tidak sulit sebenarnya, pesoalannya apakah kita mau atau tidak, karena kita membutuhkan hukum-hukum tersebut untuk melindungi diri kita sendiri.