Puisi Karya: [Kita, Mei 2025]
--
Di balik layar kaca,
mata dunia menatap kita
—tanpa berkedip, tanpa jeda—
menggulung sunyi jadi tayangan tanpa suara.
Ia tahu
siapa yang menangis di kamar mandi
jam dua pagi
dan siapa yang menari sambil pura-pura bahagia
di feed yang disaring cahaya.
Mata dunia tak pernah tidur,
ia berjaga
dalam pulsa piksel,
mencatat bisik dan luka
dari mereka yang tak sempat bercerita.
Ia bukan Malaikat,
tapi selalu hadir lebih cepat
dari doa yang belum selesai.
Anak-anak menua di depan gawai
tanpa sempat bertanya,
kenapa langit tak lagi biru
dan hati selalu terburu?
Kita semua
adalah titik dalam jaringan
—terhubung tapi kesepian—
dilihat tapi tak benar-benar dikenal.
Dan saat malam jatuh
ke dalam dada kita,
mata itu tetap terbuka:
memasang iklan
di sela air mata,
menawarkan cinta
dalam bentuk diskon dan data.
Tapi, wahai mata dunia,
kalau kau bisa membaca ini,
tolong—
pejamkan dirimu
untuk sesaat saja.
Biarkan kami menjadi manusia
yang sesungguhnya.