Ujian bagi Kepribadian Mahasiswa

2024-01-26 14:06:24 | Diperbaharui: 2024-01-26 14:06:24
Ujian bagi Kepribadian Mahasiswa

Hari – hari Ujian Akhir Semester secara tatap muka jika ditandai dengan kejadian pemalsuan Kartu Ujian. Pemalsuan ini merupakan hal yang tidak terpuji, maka perlu diberikan sanksi. Mahasiswa adalah calon pemimpin bangsa, maka haruslah belajar berakhlak terpuji. Jika saat ujian melakukan pemalsuan kartu ujian, ini adalah tindakan yang perlu diluruskan. Jangan sampai menjadi kebiasaan. Mahasiswa jangan mengikuti fenomena buruk di masyarakat yang gampang sekali untuk memalsukan sesuatu.

Mengikuti aturan dari universitas, fakultas mengadakan ujian secara tatap muka. Pada beberapa mata kuliah, memang dilaksanakan ujian dengan cara yang berbeda. Mereka melaksanakan suatu proyek, selain melakukan ujian tulis dengan pertanyaan essay ataupun pilihan berganda serta jenis tes lainnya. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi melanda semua segi kehidupan manusia, termasuk pendidikan. Lebioh khusus lagi pendidikan tinggi. Perguruan tinggi sangat banyak kemajuan-kemajuan yang menggunakan teknologi. Semisal adanya learning management system, serta berbagai aplikasi lainnya yang memudahkan dalam teknis pekerjaan seorang dosen. Dosen yang menilai mahasiswanya dengan soal pilihan ganda, bisa menyimpan bank soal di aplikasi. Aplikasi tersebut dapat mengacak soal dan pilihan jawaban dengan jitu, sehingga jika ada 40 mahasiswa dapat membuat 40 soal yang sama Tingkat kesulitannya, tetapi opsi a,b,c, d, nya berbeda pada setiap mahasiswa, dan setiap soal nomor satunya juga tidak sama.

Perguruan tinggi adalah lembaga pendidikan. Segala yang terjadi di dalamnya haruslah mengandung unsur mendidik. Maka ada kode etik bagi siapa saja yang ada di dalamnya. Dosen, karyawan, mahasiswa memiliki aturan kode etik yang harus ditaati. Jika tidak ditaati, maka akan diberikan sanksi sesuai dengan regulasi. Misalnya saat ini pemerintah mewajibkan adanya satuan tugas anti perundungan, pelecehan, dan kekerasan seksual di perguruan tinggi yang hendak mengikuti hibah tertentu. Rektor yang terbukti melakukan plagiasi, tidak jujur dalam kaya ilmiah, akan diminta mundur secara tidak hormat oleh aturan di perguruan tinggi. Beberapa kasus telah membuktikan. Jika mahasiswa dibiasakan untuk berbuat tidak jujur, maka akan membahayakan bagi kepribadiannya. Mereka akan terbiasa untuk berbuat tidak jujur di masyarakat.

Kalau terjadi peristiwa pemalsuan kartu ujian dilakukan oleh mahasiswa, karena nirprestasi dalam membayar kewajiban biaya kuliah. Maka “kejahatan” tersebut harus dapat diantisipasi oleh tim kepanitiaan. Karena kemungkinan-kemungkinan itu selalu ada. Mereka yang memanfaatkan kelemahan sistem untuk kepentingan sendiri. Mereka sudah mendapatkan biaya kuliah dari orang tua/wali nya. Tetapi belum membayarkannya karena solidaritas teman dan lain-lain. Ada juga beberapa mahasiswa yang tidak memiliki kartu, karena memang benar-benar terkendala biaya. Hal ini memerlukan pendekatan-pendekatan yang humanis.

Penemuan kecurangan mahasiswa terjadi karena kerja kelompok. Kerja yang sistematis dari panitia karyawan, dosen pengawas, dan pimpinan fakultas dalam hal ini para pimpinan program studi dan wakil dekan bidang akademik. Mereka diharuskan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Salah seorang dosen yang pernah studi lanjut di Eropa bercerita, bahwa ujian disana dilakukan dengan pengawasan yang ketat. Para pengawas berasal dari pihak ketiga yang disewa oleh perguruan tinggi. Banyak dari mereka adalah para pensiunan dari kepolisian. Maka tidak heran jika disuatu lembaga pendidikan ada jargon yang populer mengatakan "Ujian untuk Belajar, Bukan Belajar untuk Ujian". Hal ini menyiratkan pentingnya proses ujian bagi mahasiswa/siswa sebagai bagian dari pendidikan.

Kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimana-mana. Mahasiswa perlu dididik untuk menghargai arti kejujuran. Meninggalkan sifat-sifat culas. Memiliki mental yang kuat untuk menerima apa yang ada, apa adanya. Jika perilaku culas tersebut itu berlanjut, maka akan membahayakan masa depannya nanti di masyarakat. Masyarakat sangat kejam, sekali seseorang melakukan keculasan, maka seumur hidup cap tersebut akan menempel di muka orang tersebut, menjadi stereotip (pnm, 25124).

 

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Suka dengan Artikel ini?
0 Orang menyukai Artikel Ini
avatar