“Check-in Penuh Debar Kala Ranah Minang Bergetar”, demikian judul artikel favorit, event perdana Hotelier Writers. Penulisnya Kompasianer Yohanes Prayogo.
Ditulis apik, konten agak kepuitikan. Dari judulnya, cukup menggetarkan.
Dikisahkan ketika ia harus meliput gempa di Padang. Gempa susulan terjadi saat check-in di Hotel Immanuel. Cemas, lelah, ditambah tuntutan laporan. Baru di malam ke-4, dapat tertidur.
Saya pernah mengalami kejadian serupa. Bedanya tugasku menolong para tamu hotel kala kota berguncang.
Saya dan 2 tim marketing berkelintaran, sales call di Ibukota, berkantor di Jakarta Sales Office. Hotelnya di Bandung, berbintang 5.
Hotel yang berkonsep setengah bisnis, setengah resort dengan gaya kastel itu menarik para pengunjung. Tamu seolah berada di Eropa.
Halaman depan lobi yang luas, berumput. Kolam renang ukuran semi olimpik. Pada akhir pekan, kamar-kamar selalu penuh. Hotel ini menjadi incaran orang Jakarta untuk staycation.
“Rei, saya book 30 kamar ya, check-in tanggal 6, out 8 Agustus”.
“Baik, saya blok ya Bu Eti”, jawabku. Bu Eti, langganan setiaku dari perusahaan farmasi di Simatupang.
Sehari sebelum acara meeting, saya sudah manteng di hotel. Mengurus seluruh persiapan.
Hari ke-2, sore pukul 4, tetiba hotel gaduh. “Bapak, Ibu, segera ke lobi!”, suara melengking, lantang campur gugup.
Staf sekuriti datang ke kamar-kamar, menggedor pintu. Entah mengapa, suara peringatan dari operator telpon tak berfungsi.
Tamu-tamu panik, para peserta pertemuan meninggalkan ruangan. Syukurlah bukan di akhir pekan. Kamar hotel tak penuh. Hanya dipenuhi peserta meeting dan training di Roof Top.
Ada pria belum tuntas keramas, pinggangnya dililit bed scarf. Dari rambut menetes air berbusa, tak sempat disiram. Oh.
Seorang wanita muda dengan pakaian seadanya diberi handuk. Semua duduk, terdiam, kaget karena kejadian force majeure ini. Dalam sekejap lobi dipenuhi tamu.
Gempa terjadi beberapa detik saja. Gempa susulan pun terus menggoncang. Ada beberapa retak kecil, panjang di tembok,
Beberapa tamu masih enggan meninggalkan lobi. Kami siapkan minuman agar tamu nyaman.
Berita di TV meneguhkan bahwa akan ada lagi gempa susulan. Penduduk diharapkan berjaga-jaga.
Force majeure artinya aturan yang diberlakukan bila pelanggan gagal bayar. Bisa juga pembatalan acara yang terjadi karena suatu keadaan di luar kuasa manusia.
Acara batal, hotel terkepung banjir
Februari 2008, saya ingat banget, air sedalam 30 cm menutup akses ke Hotel Sheraton Media, Gunung Sahari, Jakarta Utara.
Saya dengan teman pergi ke hotel memakai gerobak sampah. Sejauh mata memandang, air beriak di sana sini.
“Bisa Non, 25 ribu aja”, si Abang tukang gerobak setuju ke sebrang jalan. Tanpa menawar, kami langsung loncat.
Syukurlah si Abang yang baik hati rela menolong. Pemandangan bagai di lautan lepas.
Kami tiba di hotel dengan selamat. Abang di belakang gerobak mendorong sejauh 50 meter. Unforgetable moment. Kapan lagi naik gerobak di lautan. Hmm
Acara pertemuan di hotel-hotel ditunda. Ada yang batal menanti air tak surut-surut. Pesta pernikahan calon pengantin berubah tanggal.
Kamar-kamar dibuka, seluruh karyawan tak pulang. Bagaimana tiba di rumah, tetiba banjir sedalam 1 meter menutupi seluruh akses ke hotel. Kota seolah lumpuh.
Kami bekerja untuk tamu seadanya, mereka yang check-in sebelum banjir. Ada tamu yang check-out, terpaksa pakai perahu dari halaman hotel hingga ke tempat landai. Lalu dilanjutkan dengan mobil rental. Semua staf membantu.
Pendapatan langsung menukik tajam. Kerugian hotel tak terhitung. Apa daya.
Di Pontianak, kebakaran hutan membuat sesak napas. Debu hitam bertebaran berhari-hari.
Cuaca Terik, hutan rentan terbakar. Pagi hari mendung, udara pengap. Hotel Golden Tulip penuh asap.
Grup meeting memangkas hari, berniat cepat kembali ke Jakarta.
“Yah, lebih aman begitu, Bu. Ditunda saja. Nanti saya konfirmasi ulang ya”, ujar Pak Supri.
Gempa bumi, banjir, gunung meletus, pandemi, kebakaran hutan kejadian di luar kehendak manusia. Tak seorangpun berkuasa menghentikannya.
“Dalam keadaan force majeure, umumnya antara hotel dan pelanggan sama-sama tidak menanggung kerugian yang timbul”.
Force majeure artinya aturan yang diberlakukan bila pelanggan gagal bayar dalam kondisi dan situasi di luar kuasa manusia.
Meski pihak hotel dibuat tak berdaya, manajemen tetap fleksibel, Tergantung kesepakatan yang dibuat bersama.
Hotel berhak tidak mengembalikan deposit Bu Eti jika acara ditunda. Pelanggan leluasa memberi tanggal baru. Biasanya klausul tersirat dalan konfirmasi grup atau event besar.
Meskipun bencana jarang terjadi, dalam setiap surat konfirmasi pemesanan kamar grup, selalu tercantum klausul akibat kejadian diluar dugaan ini.
Ketetapan manajemen akan memberikan 3x penundaan acara. Lebih dari 3 kali tanggal tunda, deposit hangus.
Bagaimana jika Bu Eti, belum membayar deposit? Biasanya hotel takkan menuntut
Penundaan acara, event yang batal, penyebab hotel merugi. Walau tidak wajib, manajemen yang baik akan membantu secara materil kepada tamu bila bencana mengakibatkan kehilangan nyawa.
Salam hospitality