Hi, Koteker dan Kompasianer. Apa kabar? Masih sehat dan bahagia, bukan.
Sabtu lalu, Komunitas Traveler Kompasiana sudah mengajak kalian jalan-jalan ke Dieng. Narasumber Daviq Rizal, M.Pd yang dosen UIN Semarang sudah menceritakan pengalamannya jalan-jalan ke sana, berangkat dari Semarang pada 23 Desember 2023 yang lalu. Ia bersama keluarganya menginap di penginapan milik saudara di Dieng pada tanggal 24 Desember. Disarankan kalian yang ingin ke sana, jangan pagi tapi malam hari (maghrib). Selain lebih nyaman, jalannya nggak macet karena lalu lintas tidak sepadat di pagi atau siang hari. Mas Daviq juga mengingatkan kita akan sulitnya mencari tempat parkir.
Tempat wisata yang sudah dikunjunginya waktu itu adalah candi Arjuna dan kilometer nol. Sayang ia bersama keluarganya buru-buru jadi tidak banyak melihat keindahan lain seperti telaga warna atau kawah. Untungnya, ia sudah mengudap tempe kemul, carica dan mie ongklok yang menurutnya berasa dahsyat. Lezat banget. Semarang tempat kelahirannya adalah daerah di mana turis bisa menemukan tempe mendoan. Itu agak berbeda dengan tempe yang ia temukan di Dieng. Tempe di dataran tinggi itu hanya separoh bagian saja yang ditaburi tepung. Beda dengan tempe mendoan. Lagian, tempe kemul kriuk-kriuk. Dosen itu juga berharap bahwa produk kuliner Dieng bisa diekspor, karena menurutnya sangat sesuatu. Produk sayur dan buah yang dilihatnya di sana, mengingatkan pada pasar Bandungan, yang tak jauh dari Semarang. Menurutnya, pasar Bandungan lebih ramai dan lebih banyak jualannya.
Baiklah, dari Dieng, Jawa Tengah, Mimin akan mengajak kalian ke Jakarta. Mbak Edrida Pulungan, Kompasianer yang memenangkan lomba ASN 2020 dan pemecah rekor MURI Sastrawati karena bukunya yang berisi puisi perdamaian sampai ke mana-mana itu akan menceritakan pengalamannya keliling dunia dan membawa puisi serta membacakannya di depan warga internasional. Dalam akun di Kompasiana, mbak Ed juga banyak menulis puisi. Semoga tambah rajin, ya mbak. Bismillah.
Ngomong-ngomong ... Bagaimana ia bisa pandai menulis puisi? Apakah sejak lahir? Apakah keturunan dari orang tua? Bagaimana cara menulis buku puisi dan memasarkannya? Negara mana saja yang sudah ia jelajahi untuk memamerkan puisinya? Apa pengalaman paling hebat dari sekian perjalanannya sebagai traveler dan sastrawati Indonesia? Di mana saja ia memotret bukunya? Siapa saja yang sudah membaca puisi dan memiliki buku puisinya? Bagaimana ia memanage budget perjalanannya selama ini, ya? Bagaimana ia bisa memecahkan MURI?
Untuk menjawab semua keingintahuan kita, kami undang kalian untuk hadir pada:
- Hari/Tanggal: Sabtu, 13 Januari 2024
- Pukul: 16.00 WIB Jakarta/ 10.00 CET Berlin
- Link: DISINI
Kalian yang menyukai perjalanan keliling dunia, nggak boleh ketinggalan menyimak perbincangan dengan mbak Edrida. Siapa tahu, kalian bisa mencari banyak informasi bagaimana bisa jalan-jalan apalagi gratis, dengan talenta yang ada seperti membuat puisi atau membaca puisi. Perjalanan seorang manusia yang ditempuh bukan sekedar untuk mengetahui gambaran suatu tempat itu indahnya seperti apa, tetapi juga bagaimana mengembangkan diri itu pasti sesuatu yang istimewa. Itu sudah dicontohkan oleh mbak Edrida. Mari kita teladani, kita curi tipsnya secara gamblang di Kotekatrip-160.
"Ke Bogor jangan lupa ke istana. Di Bogor ada bunga Raflesia. Bersama Komunitas Traveler Kompasiana, kita bangkitkan pariwisata Indonesia."
Kalau mbak Edrida saja mampu mengharumkan negara dengan menjadi sastrawati di dalam maupun luar negeri, kita pun pasti bisa melakukan sesuatu sesuai bakat dan kemampuan masing-masing.
Jumpa Sabtu.
Salam Koteka. (GS)