Hi, Koteker dan Kompasianer. Apa kabar? Masih sehat dan bahagia, bukan.
Sabtu lalu, Komunitas Traveler Kompasiana dan Pesanggrahan Indonesia e.V telah mengajak kalian untuk menyimak obrolan santai dengan diaspora di Brisbane, Australia, Susanti. Dalam Kotekatalk terdahulu, dia pernah sharing tentang Working Holiday Visa. Kali ini, Santi menceritakan bagaimana mudahnya kabur ke Australia tapi susahnya untuk bertahan. Ini selaras dengan topik yang sering diperbincangkan orang Indonesia saat ini #kaburajadulu.
Setelah ngobrol ngalor-ngidul, terkuak bagaimana mudahnya kabur ke Australia. Selain bahasa Inggris yang dipakai di sana, Australia adalah negara tetangga yang dekat dengan wilayah Indonesia barat. Cara apa saja yang membuat acara kabur sukses dengan mudah, menurut Susanti?
- Working Holiday Visa (bekerja sambil liburan)
- Student Visa (kuliah master selama 2 tahun)
- Sponsorship (diajukan oleh perusahaan yang mensponsori)
- Skill Visa (harus ada skill assesment)
- Partner Visa (menikah)
- Au pair Visa (menjadi pengasuh anak di sebuah keluarga selama 4bulan - 1 tahun).
Semua infonya biasa dijembreng di website pemerintah Australia (www.immi.homeaffairs.gov.au) dan www.aupair.com.
Walaupun terlihat rumput tetangga lebih hijau, tetap saja kita lupa bahwa rumput pun butuh disiram. Kalau lupa disiram dan tidak ada hujan, keringlah rumput tetangga. Betul?
Australia memang memiliki penduduk yang ramah. Australia bisa membuat orang Indonesia nggak kurang piknik di sana karena alamnya juga indah. Australia khususnya Brisbane punya restauran Indonesia yang membuat kangen kuliner Indonesia terobati. Tapi menurutnya, tetap saja ada beberapa hal yang membuat diaspora Indonesia susah dalam bertahan hidup di Australia dan balik kampung:
- Kerja di sana nggak bisa kaya kalau nggak ada bisnis sendiri. Gaji tinggi jika dirupiahkan banyak tapi taraf hidup Australia juga lebih tinggi dari Indonesia.
- Orang bisa kesepian kalau single, tinggal sendirian. Jika berkeluarga lebih ramai, ada pasangan dan anak-anak.
- Mencari pertemanan dengan orang lokal tidak semudah perkiraan orang.
Dari Australia, Mimin ajak kalian ke Islandia, tepatnya ke Reykjavik. Ada mbak Asti Tyas Nurhidayati dari Yogyakarta yang tinggal di sana. Salah satu member Perempuan Berkebaya Indonesia itu menjadi guru SD di sana itu akan menceritakan pengalaman ramadan di musim semi 2025 selama 12-16 jam. Untuk summer akan berbeda, karena poros matahari bergeser. Nggak heran jika Islandia pernah mencatat rekor puasa selama 22 jam di musim panas. Karena Islandia memiliki 4 musim, lamanya puasa tergantung ramadan jatuh di bulan apa. Tahun ini ramadan pas musim semi. Tahun 2018 dan 2020 di musim panas.
Kapan terakhir mbak Asti jalan-jalan di Islandia? Obyek wisata mana saja itu? Tempat wisata di sana yang direkomendasikan apa ya? Visa apa yang harus digunakan orang Indonesia untuk pergi ke Islandia? Schengen atau UK visa? Bagaimana suasana ramadan di sana tahun ini? Berapa lama puasanya? Selain orang Indonesia yang menunaikannya, warganegara mana saja yang juga berpuasa di sana? Konon di musim panas puasa di sana selama 22 jam. Bagaimana ya, makan dan minum hanya 2 jam? Atau ikut fatwa yang tidak memberatkan? Ada berapa orang Indonesia di Islandia? Bagaimana karakter masyarakatnya? Sejak kapan mbak Asti tinggal di Islandia? Bisa cerita sedikit tentang pekerjaan menjadi guru di sana? Katanya harus kuliah lagi untuk boleh mengajar di sana? Apa kuliner khas Islandia ? Bagaimana minat masyarakat sana terhadap kuliner kita? Kalau kangen masakan Indonesia bagaimana, ya? Sebagai member Perempuan Berkebaya Indonesia, apa saja kegiatan di sana? Apakah kebaya sudah dikenal di sana? Apa pesan untuk traveler di tanah air?
Untuk tahu jawabannya, mari bergabung di Kotekatalk-218 pada:
- Hari/Tanggal: Sabtu, 8 Maret 2025
- Pukul: 16.00 WIB Jakarta/ 10.00 CET Berlin/ 09.00 GMT Reykjavik
- Link: DI SINI
Perempuan yang pernah menjabat sebagai sekretaris Komunitas Indonesia di Islandia, tim Komunikasi Hubungan Masyarakat dan Media, Perhimpunan Eropa untuk Indonesia Maju yang kini eksis di 19 negara di eropa itu akan menunggu kalian di zoom. Masukan ke dalam kalender, sekalian ngabuburit, ya.
"Buah durian harum baunya. Buah manggis manis rasanya. Bersama Komunitas Traveler Kompasiana, kita keliling dunia" (Koteka).
Jumpa Sabtu.
Salam Koteka. (GS)