Belajar Terbuka

2024-04-01 06:07:54 | Diperbaharui: 2024-04-01 06:07:54
Belajar Terbuka
Caption

Tidak banyak yang bisa diungkapkan, selain, perlu siap-siap untuk membuka diri. Membuka diri untuk menyimak informasi ragam masalah, dan ragam orang. Itulah, pengalaman  bathin selama Ramadhan.  Jika perjalanan kali ini, sudah sampai pada periode puluhan kedua, atau sepuluh hari terakhir, kita sudah menyimak dan mendengarkan ragam hal dari berbagai sumber yang diceramahkan di mimbar keagamaan Islam. Bahkan, dengan kejadian itu pula, umat non-Muslim pun, dapat mengintip atau menyimak ragam informasi tentang Ramadhan dan Islam, dari berbagai tulisan yang dipublikasikan di ragam platform media sosial.

Sekali lagi. Hal menarik yang bisa disampaikan di sini, adalah kesadaran diri untuk siap-siap membuka diri. Buka pikiran, buka rasa, dan buka sikap sosial kita. 

Mengapa ?

Setidaknya, dapat diawali oleh kenyataan. Bahwa ternyata, pemahaman agama dan keberagamaan di tengah masyarakat kita ini, sangat-sangat beragam. Sangat luar biasa beragamnya. Dengan tetap mengusung semangat keagamaan yang tulus, sejumlah informan (khatib atau da'i), bisa memberikan informasi yang sangat beragam. Ini adalah pengalaman nyata, setidaknya dalam 20 hari terakhir, di awal-awal Ramadhan ini.

Uniknya lagi. Keragaman narasumber itu, memiliki latar belakang yang sangat beragam. Namun, intisari pesan yang disampaikannya, sudah tentu, sangatlah sama, yaitu pentingnya penguatan ketaatan kepada agama, dan ketulusan dalam menjalankannya. Tak lebih dari itu. Namun, ternyata sudut pandang, uraian dan penjelasannya yang  luar biasa menarik, dan memikat.

Ada nara sumber yang memiliki keunggulan referensi atau kepustakaan akademik. uraiannya sangat ilmiah, dan mencerahkan pikiran, khususnay bagi mereka yang bermaksud untuk menambah wawasan. Penjelasannya sangat teratur, sistematis dan referensial, sehingga seseorang yang mendengarkan, akan diajak untuk mendalami makna dari sebuat tema, dengan kedalaman kepustakaan yang bisa dipertanggungjawabkan.

Ada juga nara sumber yang memiliki keunggulan retorika. Isinya sederhana, biasa saja, tetapi kemampuan retorika dan memainkan intonasi serta pilihan kata dan nada, membuat jama'ahnya sigap dan seksama mendengarkannya.  Mungkin, di tempat lain, ada jama'ah yang ngantuk dan terkantuk-kantuk. pada kasus narasumber yang ini, semuanya terjaga. Mungkin tertarik dengan gaya penyampaiannya, atau mungkin terjaga karena terganggu dengan suarayang yang menggelegar, sehingga sulit bagi seseorang yang hendak ngantuk !

Ada juga yang memiliki kemampuan penyampaian santai, sederhana, namun realitis. Retorikan yang disampaikannya, sangat sederhana, dan mengalir, dengan ilustrasi dan penjelasan yang mudah dipahami. Tidak banyak teori atau kajian pustaka, namun cenderung mengungkapkan hasil dari sebuah pengalaman hidup dan pengamatan hidup.  Untuk kategori ini, para jama'ah serasa diajak ngobrol dan curhat tentang ragam masalah kehidupan, yang kemudian dikonfirmasi dengan rujukan etika dan norma yang seharusnya.

Mungkin tidak bisa semua dituturkan di sini. Rasanya cukup dengan pengelompokkan serupa itu. Karena pesan yang ingin disampaikan di sini, lebih menekankan pada aspek, bahwa perlu adanya pembelajaran diri untuk bersikap terbuka, dan toleransi dengan ragam pandangan dan gaya bicara seseorang. Inilah pelajaran penting yang bisa didapatkan seorang muslim, saat menjalani ibadah shaum ramadhan dengan ragam kegiatannya.

Duduk sebagai jama'ah dan menyimak ragam ceramah, memaksa nalar kita untuk bersimpuh dihadapan sebuah kebutuhan untuk sabar, bersyukur dan berbagi rasa serta pengertian dengan orang lain. Inilah pesan moral yang kita dapatkan, dalam perjalanan ramadhan saat ini, dan sampai di sini.

Terima kasih. semoga ! 

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Suka dengan Artikel ini?
0 Orang menyukai Artikel Ini
avatar