Apakah Menulis di PBB Lebih Kuat Ketimbang Hanya Bicara?”
Oleh: A. Rusdiana
Dalam era di mana kata-kata sering tersisa di dinding kelas atau catatan kampus, muncul sebuah pertanyaan penting: apakah menulis terutama dalam kerangka akademik dan komunitas seperti Penaâ¯Berkaryaâ¯Bersama (PBB) di Kompasiana lebih kuat daripada hanya bicara? Tulisan ini akan menyuguhkan tiga pembelajaran mendalam dari misi komunitas ini, yang bertumpu pada gagasan bahwa menulis melatih empati dan tanggung jawab sosial:
Pembelajaran 1: Menulis sebagai Jembatan Empati; Ketika mahasiswa atau penulis komunitas hanya “bicara” tentang persoalan sosial ketimpangan, lingkungan, etika profesi banyak yang berhenti di level gagasan abstrak. Namun ketika mereka menuliskannya, sesuatu yang khas terjadi. Proses menulis memaksa kita masuk ke dalam perspektif orang lain: “bagaimana jika saya yang berada di situasi itu?”, “apa yang dirasakan oleh mereka yang terpinggirkan?” Melalui tulisan di platform publik seperti Kompasiana – dan melalui komunitas PBB yang sudah merekrut 1.122 anggota per 18 Oktober 2025 – penulis tidak hanya fokus kepada nilai akademik, tetapi kepada pembaca: masyarakat, praktisi, hingga sesama mahasiswa. KOMPASIANA+1 Dengan demikian, menulis di PBB bukan sekadar mewujudkan tugas yang dikumpulkan ke dosen, melainkan menjadi aksi nyata dari kepekaan terhadap sesama. Empati tidak hanya dirasakan secara internal, tetapi diartikulasikan melalui kata yang dapat dibaca banyak orang.
Pembelajaran 2: Menulis sebagai Tanggung Jawab Sosial; Komunitas PBB sejak 16 September 2025 hadir dengan visi jelas: “setiap tulisan bukan hanya curahan pribadi, tetapi kontribusi nyata untuk perubahan sosial, budaya, maupun pendidikan.” KOMPASIANA+1 Dari sudut pandang ini, menulis berarti menerima tanggung jawab—yakni bahwa tulisan akan dibaca, dikritik, dibandingkan, dan mungkin memantik diskusi atau aksi. Di sinilah menulis belajar keluar dari ruang pribadi menuju ruang publik. Mahasiswa belajar bahwa tugas akademik tidak berhenti di meja dosen, melainkan bisa "terlacak" ke ranah masyarakat: misalnya menyoroti ketimpangan sosial, mengevaluasi etika profesi, atau mengangkat krisis lingkungan.
Ketika komunitas PBB mengajak anggotanya untuk aktif menulis bukan sekadar mengumpulkan tugas, tetapi menerbitkan dan berbagi maka lahirlah tanggung jawab: tanggung jawab kepada pembaca, tanggung jawab kepada komunitas akademik, dan tanggung jawab kepada perubahan. Tugas menjadi amanah, gagasan menjadi komitmen tindakan.
Pembelajaran 3: Menulis sebagai Aksi Kolektif Komunitas; Salah satu kekuatan utama PBB adalah bahwa komunitas ini mengajak “bersama”. Kata “Bersama” dalam PBB bukanlah jargon semata tetapi inti misi: menulis secara kolektif, saling memberi umpan balik, memperkuat jejaring akademik dan literasi digital. KOMPASIANA+1
Lewat komunitas, menulis menjadi wadah dialog, bukan monolog. Mahasiswa satu jenjang bisa belajar dari yang lain; S2 atau S3 bisa menjadi mentor literasi; bahkan teman-teman komunitas bisa saling mendukung agar tulisan aktif dan bermakna. Ini mengubah menulis dari aktivitas individual menjadi gerakan sosial kecil yang punya potensi memperluas dampak.
Dengan demikian, ketika kita menulis di PBB, kita tidak hanya menuntaskan tugas akademik kita juga memperluas jaringan, menumbuhkan kebiasaan kolaborasi, dan memperkuat rasa tanggung jawab bersama. Efeknya bukan hanya pada kemampuan menulis, tetapi pada kesadaran bahwa literasi adalah bagian penting dari warga akademik yang peduli.
Singkat kata, menulis di komunitas seperti PBB bukan sekadar latihan keterampilan ini adalah langkah menuju kepekaan sosial yang lebih besar, tanggung jawab publik yang lebih kokoh, dan aksi kolektif yang bermakna. Jadi, ketika kita bertanya “Apakah menulis di PBB lebih kuat ketimbang hanya bicara?”, jawabannya adalah: ya jika kita menulis dengan kesadaran empati, tanggung jawab, dan semangat kebersamaan.
Mari aktif menulis, bukan hanya untuk memenuhi tugas, tetapi untuk menjawab persoalan nyata di masyarakat bersama-sama. Komunitas semakin bertambah bukan semata untuk angka melainkan untuk semakin banyak suara yang terdengar, semakin banyak gagasan yang bergerak, dan semakin besar perubahan yang bisa kita capai bersama. Wallahu A’lam.