Reuni Rasa: Jago Leke, Mangga Hukuman, dan Wua Parongge

2025-10-20 07:55:46 | Diperbaharui: 2025-10-20 20:44:56
Reuni Rasa: Jago Leke, Mangga Hukuman, dan Wua Parongge
Caption Jago leke rebus

Ada momen yang tak bisa diulang, tapi bisa dihidupkan kembali lewat rasa.
Begitulah suasananya ketika kami akhirnya berkumpul lagi — setelah hampir tiga dekade berjarak, duduk bersama, ditemani hasil panen teman di Bogor: jagung Jago Leke dari Bima.

Jago Leke — Pulennya Kenangan

Jagung ini bukan sembarang jagung. Dari luar, warnanya kuning muda pucat, nyaris putih. Tapi begitu digigit — lembut, lengket, dan manis alami, seperti ketan yang bersahabat.
Varietas lokal dari Bima, Nusa Tenggara Barat ini memang dikenal unik. Orang Bima menyebutnya “jago leke,” si jagung lengket.

Menurut penelitian dari Balai Penelitian Tanaman Serealia (Maros, 2021), jagung jenis ini memiliki:

  • Karbohidrat: sekitar 28–30 g per 100 g

  • Protein: 3–4 g

  • Serat pangan: 2–3 g

  • Antioksidan alami (fenolik & flavonoid) yang lebih tinggi dibanding jagung hibrida

  • Indeks glikemik yang lebih rendah, sehingga terasa manis tapi tidak “menyengat” seperti jagung super manis pabrikan

Yang membuatnya istimewa bukan hanya rasa, tapi nilai budaya. Dulu, jagung ini bagian dari pangan harian masyarakat Bima sebelum beras meluas. Kini, saat direbus dan disantap bersama teman lama, rasanya bukan sekadar jagung — tapi juga rasa rumah.

Mangga (fo'o) Hukuman — Manis yang Mengajarkan

Dari cerita yang mengalir di sela tawa, muncullah kisah Mangga Hukuman.
Bukan karena buahnya nakal, tapi karena pohon di halaman rumah di Bima itu jadi saksi ajaran kedisiplinan keluarga.
Berkata jujur, harus amanah, tak boleh melanggar aturan — bukan dihukum keras, tapi supaya sempat merenung. 

Kini, pohon itu tetap berdiri, berbuah lebat. Buahnya besar, seukuran hampir 1 kilogram per buah, mirip mangga manalagi tapi lebih manis dan tak pernah masam, bahkan ketika masih muda.
Lucunya, mangga hukuman itu justru tumbuh jadi simbol kasih — bukti bahwa disiplin yang dibalut cinta bisa meninggalkan rasa manis hingga puluhan tahun kemudian.

Caption menu lengkap

Sayur Asam Klentang, Sambal Terasi, dan Lalapan

Makanan utama hari itu sederhana tapi luar biasa nikmat: sayur asam klentang (buah kelor/wua parongge), dengan kuah bening-agak-asam yang menggoda.
Klentang — buah dari pohon kelor — ternyata kaya vitamin C, kalsium, dan antioksidan.
Ditambah sambal terasi dan lalapan segar — timun, kemangi, dan kacang panjang muda — rasa khas Nusantara seolah menari di lidah.

Kelapa Muda — Penutup yang Menyegarkan

Sebagai penutup, kami menyeruput air kelapa muda murni, tanpa es, tanpa gula.
Seteguk saja, cukup untuk melembutkan semua kenangan dan membuat obrolan makin cair.
Selain segar, air kelapa juga kaya elektrolit alami, kalium, dan magnesium, pas untuk menyeimbangkan tubuh setelah makan variasi rasa, asam, dan pedas.

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Suka dengan Artikel ini?
0 Orang menyukai Artikel Ini
avatar