Dari Perang ke Pemulihan: Waktunya BNN Ganti Nama?

2025-12-11 13:08:17 | Diperbaharui: 2025-12-11 13:08:17
Dari Perang ke Pemulihan: Waktunya BNN Ganti Nama?

Nama BNN – Badan Narkotika Nasional memang sering menimbulkan kesan yang tidak diinginkan: seolah-olah “narkotika” adalah entitas yang dikelola, “dibadankan”, atau dilembagakan secara formal oleh negara. Bagi sebagian orang, istilah tersebut terasa janggal, bahkan kontraproduktif terhadap pesan bahwa narkotika adalah sesuatu yang harus dicegah dampaknya, bukan sesuatu yang “difasilitasi”.

Namun, kesan itu sebenarnya muncul karena evolusi historis dan politik kebijakan narkotika di Indonesia. 


1. Nama “Badan Narkotika Nasional” lahir dari paradigma lama: perang total, bukan kesehatan publik

Nama BNN tidak dibentuk dari kerangka pemikiran layanan kesehatan, rehabilitasi, atau harm reduction, tetapi berasal dari paradigma “war on drugs” di awal 2000-an. Pada masa itu:

  • Narkotika diposisikan sebagai “musuh negara”.

  • Negara membentuk lembaga khusus dengan nama yang mengekspresikan fokus pemidanaan.

  • Istilah “narkotika” dipasang di nama lembaga untuk menunjukkan identitas misi: memberantas, menegakkan hukum, dan memutus jaringan.

Dalam kerangka ini, “Narkotika” dalam nama BNN bukan merujuk pada benda yang “dibadankan”, tetapi pada obyek pengawasan dan pemberantasan. Meski demikian, dari kacamata komunikasi publik modern, konstruksi itu memang menjadi ambigu.


2. Dari sisi linguistik: kata “narkotika” sebagai objek dalam frasa institusi memang menciptakan kesan yang ganjil

Secara bahasa, lembaga negara lazim menggunakan dua pola:

  1. Pola subjek/aktor
    Contoh: Badan Pengawasan Keuangan, Badan Pembinaan Ideologi.

  2. Pola fungsi kerja
    Contoh: Badan Penanggulangan Bencana Nasional.

Nama “Badan Narkotika Nasional” tidak mengikuti keduanya. Ia memakai nama objek (narkotika) sebagai inti, bukan fungsi. Secara sintaksis, itu membuatnya terdengar seperti:

  • Badan Meteorologi → mengurusi meteorologi

  • Badan Siber → mengurusi siber

  • Badan Narkotika → mengurusi… narkotika?

Karena itu, muncul kesan “membadankan narkotika” ketika maksudnya adalah mengawasi dan menanggulangi dampaknya.


3. Dampak konseptual: nama BNN memperkuat pendekatan kriminal, bukan kesehatan

Nama lembaga selalu membawa pesan ideologis. Saat nama lembaga menyebut “narkotika” secara langsung, fokus kerja menjadi:

  • objek barang,

  • penegakan hukum,

  • peredaran,

  • kepemilikan,

  • penyitaan.

Universitas, LSM, bahkan WHO berkali-kali menekankan bahwa nama lembaga dapat mempengaruhi cara publik memahami masalah. Dalam konteks Indonesia, nama BNN sejak awal berfungsi sebagai legitimasi narasi represif.


4. Negara lain memakai istilah berbasis fungsi, bukan objek

Perbandingan internasional menunjukkan pola berbeda:

  • Portugal: SICAD – Serviço de Intervenção nos Comportamentos Aditivos e nas Dependências → layanan intervensi adiksi dan ketergantungan.

  • Australia: Alcohol and Drug Foundation (ADF).

  • Inggris: Office for Health Improvement and Disparities (yang menangani isu drugs melalui unit kesehatan).

  • AS: Substance Abuse and Mental Health Services Administration (SAMHSA).

Tidak ada negara modern yang memakai nama seperti “National Narcotics Agency” sebagai identitas utama, kecuali yang masih mengadopsi doktrin war on drugs.

Dengan kata lain: BNN memang nama khas negara yang masih mengutamakan pendekatan kriminal.


5. Perlukah diganti? Banyak pemerhati kebijakan usulkan iya

Sejumlah peneliti hukum pidana, organisasi masyarakat sipil, dan lembaga internasional mengusulkan bahwa:

  • Lembaga penanganan NAPZA seharusnya memakai nama yang berorientasi fungsi.

  • Idealnya lembaga berbasis kesehatan, bukan pemidanaan.

  • Nama lebih tepat misalnya:

    • Badan Kesehatan dan Ketergantungan Nasional

    • Badan Penanggulangan Ketergantungan Zat

    • Badan Layanan Adiksi dan Pemulihan

    • Badan Pencegahan dan Pemulihan NAPZA

Karena nama menentukan mandat, dan mandat menentukan pendekatan.


6. Jadi, apakah nama BNN “salah”?

Secara politis: tidak dianggap salah, karena sesuai dengan paradigma keamanan yang dominan di awal pembentukan.

Secara komunikasi publik, kebijakan, dan perspektif kesehatan:
Nama ini memang problematik — karena menempatkan narkotika sebagai pusat lembaga, bukan kesehatan manusia. Kesan “narkotika dibadankan” muncul karena secara linguistik nama tersebut memang ambigu dan tidak menonjolkan fungsi lembaga.

Jika tujuan Indonesia ingin beralih ke pendekatan:

  • berbasis kesehatan,

  • rehabilitasi,

  • harm reduction,

  • pengurangan dampak buruk,

maka perubahan nama sekaligus mandat lembaga justru menjadi bagian dari reformasi kebijakan yang lebih besar. Our name is our virtue.

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Suka dengan Artikel ini?
0 Orang menyukai Artikel Ini
avatar