Oleh: Sakura Ratna & Carolina Ardianti A.S.
Tahukah kamu, apa itu self-compassion? Terdengar asing, ya? Bisa jadi, karena tidak semua orang tahu dan membahas topik ini. Padahal, self-compassion memiliki banyak manfaat positif bagi kita. Penasaran ? Nah, sebelum kita bahas lebih lanjut, coba jawab pertanyaan ini:
Kapan terakhir kali kamu bersikap lembut pada dirimu sendiri? Kapan terakhir kali kamu memarahi dirimu sendiri saat gagal? Seandainya temanmu ada di posisi itu, apakah kamu akan memperlakukan dia dengan cara yang sama?
Banyak dari kita cenderung menjadi kritikus paling kejam atas diri sendiri. Saat gagal, kita menghakimi. Saat terluka, kita memaksa untuk segera “move on”. Padahal, seperti halnya orang terdekat yang kita sayangi, diri kita juga butuh ruang untuk dipahami, dimengerti, dan dipeluk. Inilah esensi dari self-compassion – sebuah sikap welas asih pada diri sendiri.
Self-Compassion adalah sikap penuh kasih sayang dan pengertian terhadap diri sendiri, terutama dalam menghadapi kesulitan, kegagalan, kekecewaan, dan penderitaan. Artinya, bukan membenarkan kesalahan atau kita menyerah pada tantangan atau sesuatu yang sedang diperjuangkan, tetapi lebih menerima diri apa adanya, dengan segala kekurangan dan kelemahan diri kita, tanpa mengkritik dan menghakimi diri kita berlebihan. Terkadang, kita tidak mau terlihat lemah, bukan? Itu yang menjadi permasalahan kita semua, hingga kita terpuruk dengan keadaan kita.
Menurut Kristin Neff, self-compassion melibatkan tiga aspek penting dan utama:
1. Self – Kindness.
Bersikaplah baik dan penuh perhatian kepada diri kita sendiri, seperti yang kamu lakukan kepada orang lain yang sedang mengalami kesulitan dan kesusahan.
2. Common Humanity
Memahami penderitaan serta kegagalan adalah bagian dari pengalaman hidup yang semua orang mengalaminya. Kamu tidak sendiri merasakannya.
3. Mindfulness
Mengakui serta menerima emosi negatif yang muncul tanpa menolaknya atau berlebihan dalam menghakiminya.
Adapun manfaat dari self-compassion antara lain:
Dapat mengurangi stress dan kecemasan dalam diri yang berlebihan, meningkatkan ketahanan emosional, meningkatkan motivasi dan produktivitas, meningkatkan kepuasan hidup, dan menciptakan hubungan baik dengan diri sendiri dan orang lain tentunya.
Namun, kenapa self-compassion sulit dilakukan? Mungkin, karena kita tumbuh dengan keyakinan bahwa “keras pada diri sendiri adalah tanda disiplin.” Atau karena suara di masa lalu – dari orang tua, guru, atau lingkungan – menjadi gema batin yang sulit diredam. Rasa tak cukup, tak layak, atau tak mampu, seringkali menjadi akar dari ketidaksabaran terhadap diri sendiri.
Untuk mulai berlatih self-compassion, kamu tidak perlu menunggu semuanya baik-baik saja. Cukup hadir, apa adanya, bersama jurnalmu. Tuliskan ini:
1. “Apa yang biasa aku katakan pada diriku saat aku gagal atau kecewa?”
Tuliskan apa adanya, tanpa sensor. Lalu amati: suara siapa yang terdengar di sana?
2. “Kalimat lembut apa yang sebenarnya ingin kudengar saat itu?”
Izinkan dirimu menulis ulang narasi lama dengan kasih. Misalnya: “Aku sedang berproses. Wajar jika belum sempurna. Aku tetap layak dihargai.”
Self-compassion adalah perjalanan. Kadang kamu berhasil, kadang kamu lupa. Tapi setiap kali kamu berhasil menuliskan rasa dengan jujur, kamu sedang menanam benih baru: bahwa di dalam dirimu, ada ruang yang siap menjadi rumah – karena kamu sudah cukup sebagai manusia yang ingin bertumbuh. Jadi, ambillah jurnalmu malam ini. Duduklah bersama dirimu, dan tanyakan perlahan, “Bagaimana aku bisa lebih lembut pada diriku hari ini?”
Referensi:
Neff, K.D. (2003). Self-compassion: An alternative conceptualization of a healthy attitude toward oneself. Self and Identity, 2(2), 85-101.
https://doi.org/10.1080/15298860309032
Neff, K.D. (n.d.). Self-Compassion: The three elements of self-compassion. Retrieved from https://self-compassion.org