Ada satu jenis surat yang tidak pernah sampai ke alamatnya. Tidak ada perangko, tidak ada nama penerima yang bisa dicari di buku telepon. Surat ini hanya ada dalam genggamanmu, ditulis bukan untuk dibaca oleh orang lain, melainkan untuk membebaskan sesuatu yang terjebak di dalam dirimu.
Mungkin kamu menulis untuk seseorang yang telah tiada. Mungkin untuk versi kecil dirimu yang dulu terlalu takut menghadapi dunia. Atau bisa jadi, surat ini untuk seseorang yang telah meninggalkan luka, tapi kamu tak ingin (atau tak berani) mengatakannya langsung.
Apa pun isinya, surat semacam ini punya keajaiban tersendiri.
Menulis untuk yang Sudah Pergi
Ada hal-hal yang tak sempat terucap sebelum seseorang pergi. Mungkin kata maaf yang tertahan, atau sekadar ucapan terima kasih yang terasa remeh saat mereka masih ada. Setelah kehilangan, kita sering berharap bisa mengulang waktu—sekadar untuk satu percakapan terakhir.
Menulis bisa menjadi jembatan untuk perasaan-perasaan yang tak tersampaikan itu. Kamu bisa menulis untuk ayah yang selalu sibuk bekerja, untuk sahabat yang meninggal terlalu cepat, atau bahkan untuk seseorang yang pernah membuatmu kecewa, tetapi kini tak lagi bisa kamu temui.
Ini bukan tentang meminta balasan. Ini tentang melepaskan sesuatu dari dalam dirimu, supaya tak lagi mengendap menjadi beban yang terus kamu bawa.
Menulis untuk Dirimu Sendiri di Masa Lalu
Coba bayangkan dirimu di usia tujuh tahun, sepuluh tahun, atau mungkin lima belas tahun. Apa yang ingin kamu katakan kepada mereka?
Mungkin kamu ingin menenangkan anak kecil yang ketakutan di pojok kelas karena merasa tak punya teman. Atau memberi semangat kepada remaja yang menangis karena merasa dunia terlalu kejam.
Menulis untuk dirimu di masa lalu bisa menjadi latihan self-compassion. Kita sering keras pada diri sendiri, lupa bahwa dulu kita hanya melakukan yang terbaik dengan pengetahuan yang kita miliki saat itu. Surat ini bisa menjadi cara untuk berdamai dengan kesalahan, memahami bahwa tumbuh dewasa memang berantakan, dan itu tidak apa-apa.
Menulis untuk Orang yang Tak Bisa Lagi Kamu Sentuh
Ada orang-orang yang secara fisik masih ada, tetapi sudah tidak bisa kamu gapai. Mungkin hubungan kalian sudah retak, atau mereka telah memilih jalan yang berbeda.
Menulis surat untuk mereka bisa menjadi terapi. Bukan untuk dikirimkan, bukan untuk memperbaiki keadaan, tapi untuk mengeluarkan segala unek-unek yang selama ini hanya berputar di kepalamu.
Surat ini bisa penuh kemarahan, bisa juga penuh cinta yang tak tersampaikan. Bisa berisi kenangan indah, atau justru kelegaan karena akhirnya bisa melangkah tanpa mereka. Yang jelas, menulis memberi ruang untuk merapikan emosi yang berserakan.
Kenapa Menulis Bisa Membantu?
Psikolog telah lama membuktikan bahwa menulis ekspresif bisa membantu meredakan kecemasan dan stres. Ketika menulis, kita dipaksa untuk menghadapi perasaan yang mungkin selama ini kita hindari. Ini seperti berbicara dengan diri sendiri dalam bentuk yang lebih konkret.
Menulis surat yang tak akan dikirim adalah latihan kejujuran. Tak perlu memilih kata-kata yang sopan, tak perlu menyaring emosi. Kamu bebas menulis sejujur-jujurnya, karena tak ada yang akan membacanya kecuali dirimu sendiri.
Dan yang menarik, sering kali setelah menulis surat semacam ini, kita merasa lebih ringan. Beban yang tadinya terasa begitu besar di kepala, ternyata bisa dikemas dalam beberapa halaman kertas.
Jadi, Kepada Siapa Kamu Akan Menulis?
Apakah ada seseorang yang ingin kamu tuliskan surat hari ini? Mungkin seseorang yang pernah menyakiti, tetapi kamu tak ingin lagi menyimpan dendam? Mungkin untuk versi kecil dirimu yang dulu merasa kesepian? Atau untuk seseorang yang kamu rindukan, tapi tak bisa lagi kamu temui?
Tidak perlu rapi. Tidak perlu sempurna. Ambil secarik kertas atau buka dokumen kosong di layar, dan mulai menulis. Kamu akan terkejut melihat betapa besar efeknya.
Dan siapa tahu, mungkin surat yang tak pernah terkirim itu justru menjadi jalan untuk menemukan kedamaian yang selama ini kamu cari.