Halo, Kerabat !
Kami senang sekali melihat penambahan kerabat yang sudah mencapai 1079 yang bergabung, jadi kami ucapkan selamat datang untuk para kerabat, setiap rabu mencoba menyajikan hasil-hasil studi yang kami rangkum untuk memudahkan kerabat dalam memahami kondisi pangan saat ini dari perspektif antropologi pangan, bagaimanapun sektor pangan ini kalau statusnya sudah krisis, negara ini sedang tidak baik-baik saja, jangankan negara sedang krisis pangan, bahkan semua individu tidak akan berkembang karena tertahan pada kebutuhan pangan (ini riskan karena jika seluruh upah digunakan untuk pangan, lantas kegiatan dan kebutuhan lainnya akan ditopang darimana ? hal ini menjadi refleksi akhir tahun juga dimana rekapitulasi pengeluaran selalu yang terbesar itu pada kegiatan/kebutuhan : konsumsi, transportasi, dan akomodasi).
Fenomena Terbatasnya Minyak Goreng di Indonesia :
Tahun 2021-2022 minyak goreng menjadi komoditas yang menyebalkan karena sulit didapatkan bukan ketersediaannya yang menghilang begitu saja, tapi harganya mahal sekali sehingga stoknya yang dibatasi. Bahkan dipantik dengan ketiadaan satu jenis pangan saja yang sudah pra olah seperti fenomena sulitnya akses minyak goreng pada saat itu, wah repot sekali pengorbanan masyarakat untuk mendapatkannya, kami juga merasakan pengalaman membeli minyak goreng dibatasi 1 orangnya cukup 2 pcs dengan ukuran 2 Liter setelah 30 menit antri di salah satu swalayan perkotaan dan momen ini adalah momen tak terlupakan setelah terhantam pandemi yang penuh ketidakpastian pada saat itu dan tidak menarik untuk kami lanjutkan penglaman antri mendapatkan pangan seperti itu caranya, sehingga kami terus mencoba bisa mandiri pangan dari lokasi kami dengan cara :
- Berkebun di pekarangan (pokoknya ketika ada lahan kosong, pot/tempat/wadah yang tidak digunakan bahkan kresek-kresek yang menumpuk kami gunakan) untuk setidaknya mewadahi benih sayuran yang panen lebih cepat, minimal untuk keperluan membuat sambal tidak usah beli serta lalapan, karena ketika kebutuhan zat gizi untuk isi piring bisa terpenuhi dari sekitar, yang dibelanjakan hanya sisanya saja seperti : sumber karbohidrat, sumber protein hewani dan nabati dan tambahan sumber zat gizi lain misalnya buah-buahan lokal dan campuran untuk eksplorasi cita rasa.
Bukankah kelengkapan isi piring inilah penentu manusia bisa melanjutkan kegiatannya ? apalagi anak-anak, pekerja (yang kadang sarapannya terlewat atau baru bisa menikmati isi piring sore hari karena kesibukannya atas tanggung jawab menjadi manusia yang penuh tantangan namun sering diabaikan entah dari kebijakan setempat atau keseluruhan), dan banyak kelompok lain yang ditentukan oleh isi piring.
- Mengaktifkan kembali kebiasaan wanatani/agroforestri, memperbanyak tumpang sari pangan, dan menguatkan modal sosial. Hal ini agar ketersediaan pangan setengahnya disediakan oleh sekitar dan mudah terakses. Kerabat sudah memulainya ? memang melelahkan jadi harus bagi-bagi tugas dalam mengurusi dan menumbuhkan pangan terdekat ini, apalagi kalau bisa kompak dengan tetangga bisa saling berbagi komoditas yang ditanam dan bertukar komoditas, ah mungkinkah hal-hal seperti ini terwujud ditengah interaksi sosial memudar ?
Hal ini juga memicu pada jenis investasi, ya tahukah kerabat bahwa lahan produktif pertanian yang subur sudah diganti atau dikonversi menjadi perumahan cicilan yang siap huni namun belum siap lunas atau baru dilunasi Dana Pertamanya (DP) saja dimana sisa cicilannya masih puluhan tahun yang entahlah akan terkejar oleh usia-usia pekerja saat ini atau tidak ?
Sehingga banyak juga developer perumahan yang hanya membuat hunian namun calon pembelinya banyak yang belum siap dari sisi finansial dan kematangan untuk memutuskan bisa terintegrasi dengan mobilitas harian, tentu perumahan itu layaknya bisa terintegrasi dengan semua kebutuhan masyarakat, kalau jauh itu bisa dipastikan konversi lahan besar-besaran dari lahan pertanian/perkebunan produktif, sehingga jatah untuk memasok komoditas pangan berkurang.
- Hal ini jarang diberitakan karena seakan-akan perumahan/hunian adalah kebutuhan prioritas, padahal kalau bisa nge-kost atau sewa rumah dulu kan bisa ? namun seakan-akan tradisi kesuksesan yang perlu dibuktikan bahwa punya rumah itu cerminan kemandirian, rasanya tren ini lama-lama tergeser jika semua biaya kehidupan meningkat, manusia tidak lagi mencari hal-hal permanen, bagi masyarakat masa depan justru hemat energi dan hemat biaya adalah investasi untuk bisa terus memiliki kualitas hidup yang lebih baik.
Maka, kerabat bisa mulai berinvestasi pada lahan tani produktif daripada properti, properti, dan properti yang kebanyakan terbengkalai. Lahan tani sekarang sudah tidak murah lagi, hal ini akan jadi murah jika dimiliki secara beregu, namun tantangannya harus akur sesama manusia karena akan ada kerjasama untuk berbagi tugas.
Ya, memang sulit sekali ya akhir-akhir ini bisa kembali akrab pada kehidupan sosial, ada saja julidnya, namun melihat urgensi keberadaan pangan ini, rasanya hal-hal baik dari cara lampau bisa sedikit membantu, kekuatan besar itu datang dari segerombolan kelompok-kelompok kecil yang kompak.
Sudahkah tepat waktunya untuk melebur kembali agar bisa bersama dan akrab dengan orang lain, sekitar, dan merajut silaturahim ? Indah ya jika itu terjadi, karena peradaban manusia berkembang begitu cepat yang tercermin dari cerdasnya manusia secara intelektual, emosional dan spiritual, rasanya dunia ini akan lebih asoy bentaran doang gitu ya, hal ini karena manusia sudah bisa mengerti tentang : empati, toleransi, dan solidaritas. Semoga di lokasi kerabat masih merasakan suasana demikian.
Jika sudah, maka tinggal beberapa tahap lagi untuk menjadi masyarakat yang maju, karena apa lagi yang perlu dibenahi ? tinggal kebijakannya yang bisa mengatur masyarakat yang maju ini, pastilah suatu negara bisa melesat cepat dari berbagai sektor, karena memang masyarakat dan aparatnya sudah sama-sama siap dan tidak timpang. Sederhana ya konsepnya, tapi faktanya berantakan sekali nih.
Nah, jangan sampai permasalahan pangan menjadi gejala awal untuk problema sosial karena rasanya tidak pantas sekali Negara Indonesia dengan jargon negara megabiodiversitas terjadi kelaparan, rawan pangan, pangan mahal dan pangan terbatas. Lantas pangan ini mau dikirim dari negara mana ?
Semua negara setelah Pandemi Covid-19 sedang bersiasat menyetok pangan, adapun yang diekspor ke Indonesia lihatlah : kualitas yang biasa saja bahkan lebih bagus kualitas dari dalam negeri yang dipanen oleh para petani lokal, peternak lokal dan sektor pangan lokal. Lah kok bisa lolos barang-barang kualitas rendahan dan menengah gitu untuk bangsa Indonesia ?
Tentu itu penghinaan kalau dilihat dari etika distribusi pangan, karena Indonesia itu menerapkan sistem berkualitas tipe tinggi untuk komoditas pangan (Grade A)+ untuk ekspor ke negara tujuan, giliran Indonesia ngimpor yang datang kok receh sekali dan tidak sebanding. Harusnya sama-sama berkualitas dong ? Ketidakadilan sistem ini disebut dengan : Hegemoni Pangan (Food Hegemony).
Hegemoni Pangan (Food Hegemony).
Dari rangkuman buku yang berjudul : Silent Violence: Food, Famine, and Peasantry in Northern Nigeria yang ditulis oleh seorang geografer Michael Watts yang memang menggunakan pendekatan antropologi ekologi politik yang langsung membongkar adanya eksploitasi (pemanfaatan berlebihan sumber daya atau tenaga untuk keuntungan sepihak) pada pertanian global.
Watts menggambarkan bahwa Hegemoni pangan mengarah pada dominasi perusahaan, kartel, pihak bahkan negara sekalipun untuk bisa mengutak-atik berbagai standar sesuai keinginan kekuasaannya misalnya dalam sistem pangan pihak tersebut berkontribusi pada penentuan harga, distribusi pasar dan membuat suatu negara ketergantungan komoditas pangan atau sumber daya lainnya dari negara/pihaknya.
Hegemoni pangan sering mengorbankan negara berkembang yang dipaksa dalam suatu aturannya untuk menerima pangan-pangan impor berkualitas rendah karena goblok-nya pemerintah, kata goblok disini sebenarnya terjemahan dari ketidakmampuan kognitif dan kekurangan intelektual pemerintah dimana berbagai pakar pun terpaksa menyebutkan gamblang "goblok" saking ironisnya eksploitasi sistem pertanian global yang tidak adil.
Kekurangan supervisi dan kontrol pada perdagangan internasional dimana kondisi ekonomi negara berkembang sering diatur negara-negara maju, tidak dibiarkan mandiri, padahal apa salahnya negara-negara berkembang kalau mau cetak duit ya cetak saja jika dijadikan alat transaksi, namun dalam ekonomi global semua tergantung pada mata uang negara-negara maju dan negara berkembang layaknya pelayan setia yang harus tunduk.
Adakah pemimpin Indonesia di masa kini dan masa depan mampu merubah kekuasaan ini setidaknya negara Indonesia tidak perlu didikte terlebih mendikte seenaknya tentang pengaturan SDA/Sumber Daya Alamnya ? Kita tunggu saja sepak terjangnya, dan publik memantau (tentu bersama pasukan pengadilan netizen yang sekarang jauh lebih berani dalam investigasi sesuatu saking harus bagaimana lagi untuk mencapai titik adil yang seadil-adilnya).
Melirik "Roadmap" Urgensi Sistem Pangan
Kerabat, bulan November lalu, kami menjadi endorser alias promotor transformasi sistem pangan dunia beserta pihak-pihak global lainnya, kerabat bisa membaca laporannya pada tautan berikut (klik disini). Hal ini setidaknya bisa berkontribusi untuk Indonesia dengan keragaman budayana, masyarakat dunia harus paham kondisi per wilayah Indonesia yang tidak seragam tapi beragam, maka kami mengajukan pandangan Indigenous Community/Indigenous Knowledge agar setidaknya tidak selalu mengikuti kebijakan pangan global yang identitasnya jauh dengan realita di Indonesia bahkan di negara-negara Asia Tenggara.
Roadmap mengarah pada rencana strategis untuk suatu perubahan (ya memang patutnya level pemerintah nasional yang mengkaji, namun karena dari pemerintah Indonesia tidak ada perwakilannya pada pertemuan penting ini, mereka sibuk dengan hilirisasi pembangunan infrastruktur (menurut notes panelis) yang tersisa dari Indonesia adalah kami (nanti kerabat baca di laporannya ada Center for Study Indonesian Food Anthropology and Social Enterprise Gastro Tourism Academy) nah itulah kita-kita ini kerabat, termasuk kalau kerabat mau menjadikan laporan ini menjadi portofolio kerabat gunakan saja, nanti disini ada mahasiswa kan ya ? mana kontribusimu ? perlihatkan saja : nih kami endorser transformasi pangan, gunakan saja afiliasi kami sebagai perwakilan dari Indonesia alias negara global selatan (Global South).
Apa intisari dari pertemuan itu untuk Transformasi Sistem Pangan ini ?
Dukung para pelaku utama sistem pangan di garis depan - Pelaku utama sistem pangan di garis depan meliputi petani, peternak, nelayan, pekerja pertanian, dan pengolah pangan yang berkontribusi pada produksi dan pengolahan pangan. Distributor dan logistik pangan memastikan produk sampai ke konsumen, sementara penyedia makanan seperti restoran dan pedagang pasar menyediakan pangan langsung. Komunitas pendukung pangan, seperti koperasi dan organisasi petani, juga berperan penting dalam keberlanjutan sistem pangan lokal. Semua pelaku ini bekerja bersama untuk memastikan ketersediaan pangan yang berkualitas, aman, dan adil, mendukung ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat, termasuk ibumu yang menyediakan isi piringmu dan keluarga.
Sesuaikan sistem pangan dengan tujuan 1,5°C - Penyesuaian sistem pangan global agar sejalan dengan tujuan untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5°C di atas tingkat pra-industri, seperti yang disepakati dalam Perjanjian Paris/Persetujuan Paris. Ini mencakup perubahan dalam cara produksi, distribusi, dan konsumsi pangan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh sektor pangan. Upaya ini meliputi : transisi menuju pertanian berkelanjutan, pengurangan pemborosan pangan, serta adopsi praktik yang ramah lingkungan, yang secara keseluruhan bertujuan untuk menanggulangi perubahan iklim, menjaga ketahanan pangan, dan meminimalkan dampak negatif terhadap planet ini.
Menangani keamanan dan ketahanan pangan dan gizi - mengambil langkah-langkah untuk memastikan ketersediaan pangan yang cukup dan bergizi bagi seluruh populasi. Keamanan pangan mencakup akses terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan diet yang sehat. Keamanan gizi melibatkan upaya untuk memastikan bahwa masyarakat tidak hanya mendapatkan pangan yang cukup, tetapi juga mendapatkan pangan yang mengandung nutrisi penting untuk pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan tubuh. Hal ini mencakup peningkatan produksi pangan lokal, distribusi yang adil, serta edukasi tentang pola makan sehat untuk mengurangi kekurangan gizi dan masalah kesehatan terkait pangan.
Meningkatkan ketersediaan, aksesibilitas, dan keterjangkauan pola makan yang sehat, bergizi, berkelanjutan, dan sesuai dengan kondisi lokal bagi semua - memastikan setiap orang dapat mengakses makanan yang memenuhi kebutuhan gizi, mudah dijangkau secara fisik dan finansial, serta diproduksi dengan cara yang ramah lingkungan dan sesuai budaya lokal.
Memperbesar penerapan pendekatan berkelanjutan, regeneratif, dan agroekologis dalam produksi pangan - Harusnya bisa menciptakan sistem atau kebijakan pada pemulihan ekosistem, pengurangan dampak lingkungan, serta penggunaan teknik pertanian yang ramah lingkungan untuk memastikan ketahanan pangan jangka panjang dan keberlanjutan alam.
Meningkatkan ketahanan air - memperkuat kemampuan sistem untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya air secara berkelanjutan. Ini mencakup upaya untuk mengurangi dampak perubahan iklim, mencegah kekeringan, mengelola banjir, serta memastikan ketersediaan air yang cukup untuk kebutuhan manusia, pertanian, dan ekosistem secara berkelanjutan.
Meningkatkan kesehatan tanah - Aksi nyata memperbaiki kualitas dan kesuburan tanah, seperti mengurangi erosi, meningkatkan kandungan bahan organik, serta menerapkan teknik pertanian yang ramah lingkungan. Hal ini bertujuan untuk mendukung keberlanjutan pertanian, meningkatkan hasil panen, dan menjaga ekosistem tanah agar tetap produktif.
Melestarikan dan memulihkan alam - Tindakan untuk menjaga keanekaragaman hayati, mengurangi kerusakan ekosistem, dan mengembalikan fungsi alam yang hilang. Ini mencakup perlindungan hutan, pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan, serta rehabilitasi habitat yang rusak untuk mendukung keseimbangan ekologi dan keberlanjutan lingkungan.
Mengarah ulang dan memperbesar semua sumber pembiayaan - menyesuaikan serta meningkatkan alokasi dana dari berbagai sumber untuk mendukung tujuan yang lebih besar, seperti pembangunan berkelanjutan atau program sosial. Ini mencakup pemanfaatan dana publik, swasta, serta investasi internasional untuk memperkuat inisiatif dan proyek yang berdampak luas.
Adapun 10 aksi tersebut fondasinya ada 4 komponen yaitu :
- Perempuan & Pemuda - Pusatkan upaya pada pelaku utama sistem pangan di garis depan, dengan fokus khusus pada perempuan dan pemuda. Jadi perempuan dan pemuda itu bukan dilecehkan tapi dibina, diarahkan dan diberi kesempatan, lebih bagus lagi didukung oleh kekuatan negara, silakan lihat kalau 1 orang perempuan berjasa dalam kontribusinya terlebih pangan, gerombolannya akan jadi banyak, pemuda juga jangan dikira tongkrongannya ga asyik, pemuda itu kalau dikasih kepercayaan (ditambah uang saku ya guys) jangan pernah meragukan rasa cintanya pada bangsa dan negara, ah tidak mungkin ? ah kalian saja yang sering diluar nalar kelakuannya, sehingga pemuda-pemudi ini tidak punya role model sebagai percontohan dan panutan. Makanya kalau mau pemuda-pemudi ini berkontribusi dan melakukan perubahan besar-besarkan, silakan mulai kikis kebiasaan korupsi, melecehkan rakyat kecil yang ditindas, kurangi konflik senjata, dan hal-hal yang tidak patut dipertontonkan kepada generasi penerus.
- Mempromosikan transisi yang adil - Benahi kondisi ekonomi dan sosial di setiap negara, itu tugas kepala negara dan kementerian (tuh kan !).
- Menghormati Hak-Hak Masyarakat Adat - Terlebih pengelolaan sumber daya alamnya, masyarakat adat yang lebih dahulu menempati, maka pihak luar termasuk pemerintah harus punya tata krama budaya juga, apalagi perusahaan atau pihak yang akan menggantinya, memang harusnya begitu kan ? berarti selama ini pihak-pihak ekstraktif itu memang tidak paham etika budaya, pantas saja menyingkirkan dengan mudah, entah kurang literasi atau informasi atau memang sudah berniat eksploitasi saja demi keuntungan pribadi.
- Mempromosikan kolaborasi multi-pemangku kepentingan - Kerja sama (gotong royong) antara berbagai pihak untuk mencapai tujuan bersama, pemerintah harus dekat dengan masyarakat bukan dengan kekuasaan, kalau penguasanya membumi biasanya dekat dengan masyarakat dan mendahulukan hak-hak rakyat.
Nah, itulah kerabat kabar terbaru dari sistem pangan masyarakat global yang bisa disederhanakan dengan semangat persatuan kerabat, ingat kembali bahwa jika Indonesia bisa menguasai sektor pangan, ya kali kita ga kaya dan ga bisa rebahan 1 tahun aja gitu ? soalnya kerja udah bukan cari makan lagi, tapi bekerja sudah untuk pengembangan diri. Ketenangan dan kedamaian seperti ini harusnya bisa Indonesia capai ketika sudah 50 tahun merdeka. Ini udah mau 80 tahun, kalau masih ada kalimat "kerja dulu nih buat makan", itu tugas pemerintah yang harus mengevaluasinya. Tugas rakyat adalah bahagia dan sejahtera karena kebijakan-kebijakan yang membuat rakyat riang gembira.
Demikian - Hatur nuhun.