Apa itu Sastra Horor?
Visualisasi makhluk gaib berkembang dari masa ke masa dengan rupa yang nyaris tidak pernah berubah. Ingatan kolektif akan wujud hantu diceritakan turun-temurun dan berkembang menjadi budaya. Orang Jawa hidup bersisian – paralel - dengan makhluk gaib, dan dianggap sebagai bagian dari kehidupannya. Dari sini dapat dipahami mengapa budaya Jawa tidak bisa lepas dari hal-hal gaib yang pada tingkatan tertentu berubah menjadi horor.
Oleh karenanya horor harus dipandang sebagai budaya yang sejajar dengan kebudayaan lainnya. Horor harus diakui sebagai bagian tak terpisahkan dari perikehidupan masyarakat, khususnya masyarakat Jawa. Sastra horor sebagai sebuah kredo didasarkan dari pemahaman tersebut.
Lalu dari mana munculnya wujud makhluk gaib seperti banaspati, kuntilanak, tuyul, genderuwo, dan lain-lain? Mengapa kisah-kisah horor dipandang murahan, klenik dan pembodohan?
Ikuti diskusinya, tulis review kegiatan Forum Diskusi Meja Panjang dengan tema Sastra Horor yang diselenggarakan Dapur Sastra Jakarta (DSJ) dan Literasi Kompasiana (LitKom) bekerjasama dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Pemprov DKI Jakarta serta PDS HB Jassin. Menangkan hadiahnya senilai jutaan rupiah. Mau tahu rinciannya? Pemenang I Rp 500.000, Pemenang II Rp 300.000 dan 7 Pemenang Hiburan @Rp 100.000.
Catat waktunya: Jumat, 26 Juli 2024 pukul 14.00 WIB, di Aula PDS HB Jassin, Lantai 4 Gedung Ali Sadikin, komplek Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat
Tidak ada persyaratan khusus. Hanya saja tulisan adalah review kegiatan diskusi, boleh disertai dengan opini atau tanggapan penulis terhadap tema yang didiskusikan, ditulis dengan bahasa yang baik, tidak SARA, diunggah di Kompasiana paling lambat 1 (satu) minggu setelah acara, gunakan tanda pagar Sastra Horor (#sastrahoror) di akhir tulisan, dan sertakan foto kegiatan (jumlah bebas).
Kuota untuk 100 peserta. Ditunggu kehadirannya ya.