Rahasia Menulis Cerpen (2)

2024-01-16 11:40:36 | Diperbaharui: 2024-01-16 11:44:57
Rahasia Menulis Cerpen (2)
Yon Bayu Wahyono. Foto: dokpri

Namun setelah diendapkan, kemungkinan akan mendapat ide cerita yang berbeda, sehingga tidak menjadi cerita klise. Misal, ternyata pemuda itu yang jatuh cinta dengan ibu gurunya.

Meski juga bukan sesuatu yang baru, bahkan PM Perancis Emmanuel Macron menikahi Brigitte Trogneux, guru SMA-nya yang usianya terpaut 24 tahun, namun sudut pandang ini belum klise bahkan di beberapa tempat menjadi kontroversial.

Masih ingat pemuda 17 tahun bernama Slamet Riyadi yang menikahi Rohaya nenek berusia 71 tahun di Palembang?

Pengendapan ide memungkinkan penulis mendapat insight dari ragam sisi sehingga tema yang diangkat dan pesan yang hendak disampaikan benar-benar matang dan kuat. Bukan sekedar igauan tanpa dasar.

Proses kontemplasi sangat penting terutama ketika ingin mengangkat genre realisme sosial. Dalam cerpen Es Cendol Pak Wage yang pernah dimuat di Tabloid NOVA, idenya saya dapatkan ketika suatu senja melihat tukang cendol tengah mendorong gerobaknya.

Karena ingin menulis kisah tentang penjual es cendol, saya kemudian mengamati dengan diam-diam, bahkan sampai ke rumahnya. Setelah itu berbagai ide bersliweran di kepala. Salah satunya tentang perjuangan seorang ayah demi menyekolahkan anaknya.

Namun itu terlalu klise. Lagi pula tidak sesuai dengan kenyataan di tahun 1990-an. Lebih menyerupai propaganda, atau dongeng penguasa yang tidak mampu menyejahterakan rakyatnya.

Sebab di masa itu sering ada berita anak petani lulus seleksi ABRI. Tanpa biaya dan koneksi. Berita demikian untuk menutupi fakta bahwa mayoritas lainnya harus bayar plus menggunakan koneksi.

Akhirnya, saya dapat ide yang lebih menghentak. Pak Tua penjual es cendol itu merupakan korban dari pembangunan Orde Baru. Cerita demikian lebih cocok dengan realita saat itu.

Pak Wage segera mendorong gerobak es cendolnya diiringi pertengkaran istrinya dengan Lastri yang baru pulang dengan pakaian kusut dan aroma rokok. Mengapa kamu tidak sekalian menetap di lokalisasi saja Nak, jerit hati Pak Wage. Nelangsa. Kakinya sedikit gemetar. Setiap dua puluh lima meter ia perlu berhenti untuk membuang dahak. Namun Pak Wage tetap memaksakan diri. Libur satu hari bisa membuat mulut istrinya ngomel tanpa henti sampai matanya terpejam. Omelan khas orang susah.

Panas mulai menyengat. Pak Wage sedikit mempercepat langkahnya di atas jalanan yang sudah ribuan kali ia lewati. Sejak jalan ini masih berupa tanah yang dikeraskan sampai berubah dilapisi aspal licin. (NOVA, 1997)

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Suka dengan Artikel ini?
5 Orang menyukai Artikel Ini
avatar