Halo, Kerabat !
Saya Repa Kustipia yang kebetulan bekerja sebagai peneliti independen antropologi pangan (saya kalau sedang turun lapang dipanggilnya "teteh korlap") dengan nama perkumpulan Center for Study Indonesian Food Anthropology (CS-IFA) bahasa Indonesianya sih "Pusat Studi Independen Antropologi Pangan", komunitas ini akhirnya saya buat di Temu Kompasiana, pembuatannya pada tanggal 28 Oktober 2024 yang bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda.
Saya adalah kompasianer yang memang semua artikel yang saya tulis bertemakan : gastronomi, antropologi pangan (multiperspektif) dan keberlanjutan ekologi dan diawal-awal menulis artikel di kompasiana temanya gizi karena secara pengalaman profesional pekerjaan sempat menjadi ahli gizi namun sudah berhenti dan sekarang menjadi seorang gastronomist dan ethnofood anthropologist (di KTP dan SIM : peneliti), begitulah intro diri yang rasanya tidak umum.
Perkumpulan ini berlokasi di Kota Tasikmalaya - Jawa Barat, saya dan kerabat disini sedang membenahi lokasinya agar bisa dikunjungi untuk umum yang kedepannya bisa menjadi rumah singgah (dalam benak saya : "yaelah kalau ada kerabat mau nginep mah di sekretariat aja sini yang maksimal baru bisa menampung 5 orang menginap karena mengurus laporan ke RT setempat") atau sekedar ruang belajar untuk para pegiat : pangan, budaya, gastronomi, antropologi pangan, sejarah pangan dan hal-hal sosial pangan yang memang selalu terlewatkan dalam bahasan sistem pangan hari ini, termasuk bagi mahasiswa-mahasiswa yang mau penelitian di bidang antropologi pangan bisa berkunjung, menginap juga boleh sampai penelitian selesai, rasanya pusat studi di Indonesia terlalu kaku dalam menyambut para pemikir, ilmuwan bahkan publik dengan segala keribetan administrasinya dengan sistem yang feodal dimana hal ini menghambat akses terbuka dan tidak jadi-jadi menuju inklusivitas yang merangkul semua golongan bahkan mau ikutan seminar saja harus dikurasi minimal lulusan S2 ya publik/awam bisa apa ? Perkumpulan ini ingin seperti negara maju yang justru menghargai para pemikir dari berbagai latar belakang, para pemikir di negara maju ini menamai jurusannya Advanced Study (ya memang isinya bukan orang-orang bergelar akademis semata, yang tidak bergelar akademis tapi potensial dan memang dirinya cerdas punya posisi yang sama yang mau berbagi pengetahuannya, pengalamannya bahkan kontribusinya bisa menjadi jauh lebih bermanfaat (memang masih angan-angan, tapi Indonesia kan punya kekerabatan satu nusa satu bangsa yang bisa mempersatukan itu, maka mimpi masih angan-angan tidak begitu jadi keraguan).
Kondisi lokasi Sekretariatnya masih 1 lantai di lantai 2 yang difungsikan untuk kegiatan administratif para peneliti independen yang tugasnya itu seputar : mengetik monografi hasil penelitian dari "fieldwork"/turun lapang, dan membuat berbagai laporan dari dana penelitian independen yang lolos kurasi untuk tema-tema inklusif, rooftopnya baru ditanami tanaman pangan saja yang mudah panen (hal ini sebagai bukti implementasi bahwa budaya menyediakan pangan dari sekitar harus tetap hadir) , semodern apapun akses pangan, minimal kalau mau bikin sambal buat bumbu geprekan tinggal petik-petik saja, lokasi ini kami sebut "Kebon Balkon" karena memang segitu-gitunya lahannya, beberapa tanaman didomestikasi dari hutan dan bagusnya bertumbuh walau sering banyak hambatan seperti tiba-tiba layu dan jadi ketergantungan pupuk organik.
Lokasinya disini kalau kerabat nantinya mau berkunjung (sekarang belum rapi karena sering ditinggal fieldwork, semoga Januari 2025 sudah layak digunakan seperti ruang renung fungsional), namanya "Ruang Renung CS-IFA" karena memang lebih cocok untuk merenungkan nasib masa depan pangan berbagai etnis di Indonesia yang selalu diseragamkan sampai lahannya dikonversi/diganti, tapi nama di Google Maps masih :
Center for Study Indonesian Food Anthropology (CS-IFA)
Jalan Pandeglang No. 191 Perum Kota Baru Kota Tasikmalaya
Telp Sekretariat : (0265) 2351509
Email : hellocsifa@gmail.com
Kedepannya, Kerabat juga boleh berkunjung dan ikut serta (ngintilin peneliti di lokasi penelitian, jadi biasanya kan media bertemakan lingkungan yang suka ngintilin sekarang saya melihat bahwa netizen bahkan kompasianer juga punya potensi peliputan yang sama dan mereka juga sama dalam prosesnya melakukan riset/penelitian bedanya tidak ada validasi akademis saja), kerabat boleh berpartisipasi dalam proyek-proyek penelitian independen yang tentunya terbuka untuk umum dalam beberapa segmen biasanya yang sudah-sudah ada yang ikut Tour Lapanganya sambil foto-foto, bikin video ala-ala pewarta berita, ada yang ngasih masukan dan jadi memimpin FGD (Focus Group Discussion) bahkan ada yang menambah relasi dengan masyarakat di lokasi penelitian. Hal ini disebabkan adanya relasi antar manusia walaupun tidak saling kenal dalam antropologi psikologi disebut : familiaritas sosial/keterkaitan sosial.
Kalau kerabat sempat membaca bukunya antropolog psikologi/biologi Robin Dunbar yang berjudul Friends : Undertanding the Power of Our Most Important Relationships , Dunbar merangkum pentingnya hubungan sosial baik itu : pertemanan, relasi suami-istri sebagai pasangan, hubungan keluarga, relasi profesional hingga hubungan dengan berbagai manusia dengan berbagai latar belakang dimana hubungan ini adalah hubungan yang menjadi kekuatan dan modal sosial masyarakat untuk tetap kompak dan terus terhubung, memang dalam setiap hubungan menurut Dunbar selalu ada bumbu hubungan itu sendiri seperti : gosip, obrolan julid, cerita, percakapan, bahkan aksi sosial bersama, itu hal yang lumrah dari manusia, yang membuatnya menjadi runyam adalah pemantik huru-hara/provokator, namun jika hubungan sosial ini selalu dipupuk dan terus selaras untuk perkembangan hubungan yang makin membaik bahkan sudah bisa seperti keluarga, itulah kekuatan manusia sebenarnya, adanya persatuan.
Untuk kegiatan perkumpulan Center for Study Indonesian Food Anthropology sampai tahun 2025 masih berkolaborasi dengan Wirausaha Sosial Gastro Tourism Academy (PT. Gastro Tourism Academy) untuk Proyek Regeneratif Pertanian dengan model Wanatani/Agroforestri yaitu : Gastro Forestry Project lokasinya di Kabupaten Tasikmalaya (9,7 km lokasinya dekat dengan PSN/Proyek Strategis Nasional Leuwi Keris).
Apa yang dikerjakan oleh Gastro Forestry Project ? Intinya memulihkan ekologi dari berbagai ekosistem yang rusak karena bencana ekologis dan melestarikan kembali wanatani ditengah ancaman pembangunan perumahan kredit di lokasi pedesaan (padahal desa tapi ada perumahan, ah itu dia pemerintah lokal kecolongan developer, namun hal ini tidak menyurutkan kami untuk terus menjaga lingkungan). Kami membuat beberapa kegiatan yang bisa mengembalikan gairah orang-orang desa untuk tetap relevan dengan zaman dengan keterbatasan, seperti mencontohkan kembali budaya bertani, mengadakan lokakarya sosial seperti membuat solusi dari permasalahan keseharian seperti : mahalnya pangan (maka strategi pengolahan komoditas pangan harus bisa menyediakan stok pangan dengan diolah menjadi aneka pangan pra-olah yang awet dengan sedikit kreasi), kebutuhan deterjen dan alat pencuci yang mahal, kami coba bantu dengan pengolahan biodiversitas untuk membuat deterjen, sabun cuci piring, pembersih toilet dari komoditas hutan yang diekstraksi, terakhir kami membuat tour lingkungan yang kami beri nama : Gastro Forestry Tour dengan harga terjangkau, hal ini agar ekosistem pedesaan sama majunya dengan kehidupan perkotaan atau sub-kota.
Hal ini agar menambah semangat masyarakat yang berbudaya, bangga terhadap negaranya : Indonesia walaupun banyak sekali kompleksitas yang terjadi namun mari dihadapi bersama, terlebih permasalahan hajat orang banyak dari berbagai golongan bahkan tidak memandang usia yaitu sektor : Pangan dan Budayanya (ya sering kali sebutan ini disebut dengan Gastronomi).
Panggilan disini adalah kerabat, hal ini dalam antropologi jika ditelusuri secara historis diawali dari penyebutan kerabat ini bermula dari kekerabatan (kin/kinship), lebih luasnya secara periode penggunaan kata kekerabatan karena dahulu, antropolog (secara kepakaran memang populer disebut etnolog) Lewis Henry Morgan meneliti tentang kekerabatan hubungan darah (dari perkawinan) dimana hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa kekerabatan itu luas bisa terikat tidak hanya dengan genetik dari aliran darah tetapi adanya unit sosial, identitas budaya, dan non-biologis yang tercipta dari hubungan sosial. Kekerabatan adalah penentu cerminan perkembangan budaya, peradaban dan nilai-nilai dalam masyarakat.
Temu Kompasiana Kerabat Antropolog Pangan terbuka bagi siapapun yang memang senang berpikir tentang pangan dan budayanya secara antropologis. Tapi kita semua bukan antropolog bahkan tidak punya gelar akademis antropologi ? ah sudahlah, itu perdebatan klasik yang tidak berakhir dari kubu akademis yang tidak menelusuri sejarah terbentuknya jurusan antropologi, secara pembentukan saja jurusan antropologi terbentuk dari pengembangan dan para ilmuwan bidang : biologi, geografi, sejarah, etnologi, fisika, ilmu budaya dan ilmu sosial humaniora lainnya termasuk arkeologi. Lain waktu dibahas bagaimana ragam antropologi itu terbentuk hingga mengerucut menjadi : Antropologi Pangan, Antropologi Kuliner, Antropologi Gizi, bahkan Antropologi Gastronomi yang lebih spesifik ada antropologi ragawi hingga antropologi visual semesta, itulah perkembangan pengetahuan jika manusia selalu mengembangkannya dalam relevansi keadaan.
Temu Kompasiana Kerabat Antropolog ini dalam waktu dekat akan menyajikan beberapa bahan bacaan pengenalan, podcast-podcast yang memang hasil temuan dan penelitian para antropolog yang menjelaskan kondisi pangan yang jarang diberitakan oleh media umum yang bisa disimak pada Youtube: Center for Study Indonesian Food Anthropology .
Kerabat juga bisa berpartisipasi dalam bentuk artikel di temu kompasiana kerabat antropolog pangan dan saling berkenalan.
Demikian - Hatur Nuhun.