*OBROLAN HATIPENA #166 MENAFSIRKAN ULANG IBADAH KURBAN (pada Idul Adha)*
_https://s.id/hatipena166_
Bagi banyak masyarakat dengan tradisi yang mengakar, pengorbanan hewan adalah bagian dari ritual penting mereka. Ini terjadi di banyak sekali agama dan kepercayaan. Tak terkecuali ibadah kurban dalam Islam. Pengorbanan hewan adalah simbolisasi pengorbanan dan keikhlasan Nabi Ibrahim di hadapan Tuhan.
Tradisi inilah yang oleh Shahid Ali Muttaqi, turut memperkuat stereotipe dari Barat tentang dunia Islam. Dalam kaitannya dengan kesejahteraan hewan, menurut Muttaqi, ada kecenderungan menempatkan dunia Islam sebagai "Barbaric Other.” Muttaqi sendiri kemudian membedah ritual penyembelihan hewan dalam Idul Adha melalui berbagai pendekatan: tafsir, konteks, serta praktik perilaku Nabi Muhammad. Muttaqi sampai pada beberapa premis menarik. Menurut Muttaqi, misalnya, tidak ada satu pun di dalam Alquran yang menyatakan bahwa orang yang tidak perlu makan daging untuk bertahan hidup atau yang makan daging tetapi tidak memiliki akses terhadap hewan-hewan yang sama dengan yang ada di Arab, tidak bisa menjadi muslim.

Melalui artikelnya, Denny JA menyahuti provokasi Shahid Ali Muttaqi, dengan menstimulasi pemaknaan baru terhadap praktik-praktik keagamaan kita yang selama ini telah dianggap mapan. Denny JA memperluas kontekstualisasi ibadah kurban, bahwa saat ini adalah era lahirnya kesadaran yang lebih kuat soal lingkungan hidup dan animal rights. Ini era di mana kedekatan manusia dengan hewan itu semakin kuat dan dalam dibanding babak sejarah sebelumnya.
Benarkah mengorbankan hewan adalah sesuatu yang tak lagi bisa ditafsir? Adakah kemungkinan menafsir ulang satu praktik ibadah semacam ini dengan konteks yang lebih jauh, mengganti kurban hewan dengan alternatif lain misalnya?
Link zoom: