Hi, Koteker dan Kompasianer, apa kabar?
Masih sehat dan bahagia, bukan. Sabtu lalu, Komunitas Traveler Kompasiana dan Pesanggrahan Indonesia e.V Bonn sudah mengundang Bahrudin, guru SMA di Banjarmasin dan juga Kompasianer yang berbagi pengalaman jalan-jalan di Melaka.
Perjalanan yang dimulai dari Singapura tanggal 7 September itu berakhir di Kuala Lumpur tanggal 12 September. Bersama grup anak-anak SMA - nya, mereka berada di Melaka pada tanggal 8 - 11 September.
Konon, Melaka yang diambil dari nama pohon yang banyak tumbuh di sana itu merupakan daerah kolonial Portugis, Belanda dan Inggris. Kalau kalian belum pernah melihat pohon dan buahnya, bayangkan saja bahwa buah Melaka ini mirip Duku. Sudah pernah memakannya?
Ingin ke Melaka? Untuk menuju kota bagian dari Malaysia itu dari Banjarmasin, kita bisa melalui dua points:
- Tuas Checkpoint
- Woodlands Checkpoints.
Grup Bahrudin itu melalui Tuas Checkpoint ke Melaka selama 4-6 jam. Melalui jalan tol, rombongan sampai Melaka pada pukul 23.00. Mereka menginap di hotel Hallmark Corner Hotel di Peraweswara. Sarapannya bisa ditebak, nasi lemak! Makanan yang nggak jauh-jauh amat dengan kuliner Indonesia ini memang mirip nasi uduk.
Selama di Melaka, obyek wisata yang mereka kunjungi adalah city tour ke masjid Selat Melaka, Rumah Merah, St. Peter Church, Jankers Street, museum Belia dan museum Umno. Di Museum Melayu dunia Islam, kita bisa menemukan sejarah Laksamana Cheng Ho. Memang kota bersejarah yang luar biasa indah.
Terlihat dalam presentasi, sebuah kawasan rumah merah yang semua berwarna merah. Warna merah batanya menyala. Apakah ini pertanda dampak adanya pendatang dari China yang berdagang di sana? Mengingat warga mereka, sangat menyukai warna merah dan merah merupakan warna dominan mereka? Yang pasti, perjalanan Bahrudin dan anak-anak kelas tiga memang menyala. Lihatlah wajah-wajah mereka yang tertangkap kamera. Seolah nggak ada susahnya kemarin-kemarin dan hari esok, adanya cuma ceria.
Seru sekali mendengarkan kisah perjalanan Bahrudin yang juga ditampilkan dalam lembaran powerpoints, lho. Yang kelewatan bisa melihat dokumentasi di reels instagram Kotekasiana dan segera ditayangkan di youtube kanal Koteka. Bisaaa, diulang-ulang.
Dari Melaka, Malaysia, kita terbang ke Jerman. Hari Jumat, 31 Oktober 2025, dunia sedang heboh dengan perayaan Halloween. Tidak semua negara merayakan atau mengakui acara barat ini. Namun, Jerman rupanya ada fansnya, khususnya anak muda.
Adalah Ananda Perkuhn. Putra dari admin Koteka, mbak Siti Asiyah di Bonn ini akan menceritakan pengalaman menikmati "Suesses oder saueres" di sana. Dalam bahasa Inggris, ia akan mencoba membayangkan kehebohannya. Kehebohan yang pastinya jarang terlihat di tanah air Indonesia. Cross cultural understanding bagi kalian yang barangkali akan ke Jerman, suatu hari nanti.
Mengapa ia memutuskan untuk mengikuti perayaan Halloween? Dari mana ia mendapatkan informasi tentang pesta itu? Apa yang harus dipersiapkan sebelum ke acara? Kostum apa yang dipakainya? Mengapa ia memilih kostum itu? Belinya di mana? Harganya apakah aman di kantong? Apakah setiap tahun ganti kostum? Apa saja makanan yang ada dalam party? Karena masih di bawah umur, bagaimana dengan alkohol? Konon, di pesta Halloween ada kontrol kartu tanda pengenal. Kalau di bawah umur, disuruh pulang. Benarkah? Bagaimana dengan izin dari orang tua? Apakah juga mendatangi rumah-rumah untuk mengumpulkan coklat atau kembang gula?
Untuk tahu jawabannya, mari kita simak Kotekatalk-252 dari blasteran Indonesia - Jerman ini pada:
- Hari/Tanggal: Sabtu, 1 November 2025
- Pukul: 16.00 WIB atau 10.00 CEST
- Link: DI SINI
Sekalian belajar dari budaya di Jerman ini, kita belajar bahasa Inggris lagi, yuk.
"Buah durian harum baunya, buah manggis manis rasanya. Bersama Komunitas Traveler Kompasiana, kita keliling dunia."
Jumpa Sabtu sore.
Salam Koteka. (Gana Stegmann)