Bagamana Bisa Menulis Unggul ditengah Kebisingan Algoritma?

2025-12-11 15:37:15 | Diperbaharui: 2025-12-11 15:52:05
Bagamana Bisa Menulis Unggul ditengah Kebisingan Algoritma?

Caption: Sumber gambar: Ilustrasi original dibuat dengan bantuan AI (DALL·E) untuk keperluan tulisan ini.

Bagaimana Menulis Unggul ditengah Kebisingan Algoritma?

Oleh: A. Rusdiana

Di tengah derasnya arus konten yang ditentukan algoritma, identitas manusia perlahan digeser oleh pola klik. Platform digital memperlakukan kita sebagai kumpulan jejak perilaku, bukan kumpulan nilai. Namun lewat menulis, manusia kembali menjadi subjek yang menegaskan arah, bukan sekadar objek yang didorong arus. Pada momentum Temu Kompasiana PBB ke-54 dan capaian 2.332 penulis aktif, jelas bahwa literasi bukan sekadar rutinitas; ia adalah perlawanan senyap terhadap penyeragaman algoritmik.

Secara teoritis “Menulis Menjadi Penegas Karakter di Tengah Kebisingan Algoritma” Konsep ini dapat dilandasi oleh: 1) Teori Ekspresi Diri (Self-Expression Theory)  James Pennebaker (1980-an), bahwa menulis mengorganisasi pikiran dan membangun keutuhan diri; 2) Teori Identitas Digital – Sherry Turkle (MIT), bahwa identitas online terbentuk melalui narasi yang kita ciptakan, bukan yang dipilihkan algoritma, dan 3) Teori Konstruksi Makna – Jerome Bruner, bahwa manusia membangun karakter melalui story-making.

Banyak individu aktif di media sosial, namun sedikit yang benar-benar membangun identitas digital berbasis nilai, bukan sekadar engagement. Gap inilah yang menjelaskan mengapa penghargaan literasi tetap relevan meski teknologi terus berkembang. Maka tulisan ini ingin menunjukkan bahwa menulis bukan hanya aktivitas akademik, tetapi alat merawat karakter terutama ketika dunia digital semakin dikendalikan algoritma. Capaian Awarding Koleksi Terbanyak ke-1 Repositori UIN Bandung menjadi bukti bahwa konsistensi menulis menciptakan warisan intelektual yang tak tergeser. Berikut Lima Pembelajaran Mendalam dari Menulis Unggul ditengah Kebisingan Algoritma:

Pertama: Menulis Melahirkan Otoritas di Tengah Informasi yang Seragam; Di era algoritma, informasi dipersempit oleh preferensi yang sistem ikutkan dari perilaku kita. Kita disuguhi apa yang “ingin” kita lihat, bukan apa yang “perlu” kita tahu. Menulis menjadi latihan menegakkan otoritas pribadi mengolah gagasan, memilih sudut pandang, dan mencipta pengetahuan baru. Pencapaian sebagai penerima Awarding Koleksi Terbanyak ke-1 Repositori UIN Bandung menunjukkan bahwa otoritas diperoleh bukan dari banyaknya postingan, tetapi dari konsistensi menyetorkan karya bermakna. Spirit Hari Guru 2025 dan HUT Korpri ke-54 “Pahlawanku Teladanku” mengingatkan bahwa otoritas moral dan intelektual lahir dari ketekunan, bukan kebisingan. Menulis melatih keberanian berpikir di luar arus, menjadikan kita penentu narasi, bukan korban kurasi algoritma.

Kedua: Menulis Menata Pikiran dan Memperhalus Karakter; Algoritma mengutamakan kecepatan dan respons, sedangkan menulis mengajarkan ketelitian dan kejernihan. Proses menyusun kalimat adalah proses menyusun diri. Setiap paragraf menguji apakah kita sabar, teliti, jujur, dan kritis. Inilah karakter yang tidak dilatih oleh dunia digital yang serba instan. Penghargaan literasi di Repositori UIN Bandung bukan semata angka koleksi, tetapi bukti bahwa menulis merupakan discipline of mind. Dalam konteks PBB ke-54, kemampuan menata pikiran menjadikan komunitas literasi sebagai benteng kualitas di tengah waktu layar yang kian dangkal.

Ketiga: Menulis Membentuk Identitas Digital yang Tahan Lama; Konten algoritmik bersifat sementara. Ia muncul, viral, lalu hilang. Namun tulisan di repositori, blog, atau platform akademik memiliki jejak panjang. Ia membangun identitas digital yang abadibukan persona semu. Penghargaan Koleksi Terbanyak menegaskan bahwa identitas terbaik adalah identitas yang diukir lewat kontribusi, bukan konsumsi. Momentum Hari Guru meneguhkan bahwa keabadian seorang pendidik terletak pada keberlanjutan warisan ilmu, bukan pada popularitas sesaat. Dalam konteks ini, menulis menjadi investasi reputasi jangka panjang yang tak dapat dihapus oleh fluktuasi algoritma media sosial.

Keempat: Menulis sebagai Tindakan Sosial dan Teladan Publik; Tulisan bukan hanya cermin diri; ia adalah kontribusi sosial. Setiap karya memperluas cakrawala pembaca. Jika komunitas PBB telah mencapai ribuan penulis aktif, ini menandakan tumbuhnya budaya kontribusi, bukan konsumsi. Penghargaan literasi adalah teladan: bahwa seorang ASN, pendidik, atau peneliti memiliki tanggung jawab publik untuk menghadirkan gagasan yang menyehatkan ruang digital. Selaras dengan semangat Hari Korpri 2025, menulis menjadi wujud “bergerak melanjutkan perjuangan” lewat pengetahuan.

Kelima: Menulis Menggerakkan Perubahan, Bukan Hanya Dokumentasi; Tulisan yang baik tidak berhenti pada dokumentasi gagasan; ia menggerakkan transformasi. Repositori UIN Bandung menjadi ruang perubahan karena ia menyimpan pengetahuan yang dapat diakses siapa pun. Koleksi yang banyak berarti banyak peluang belajar terbuka. Pada era algoritma, perubahan sering dibatasi oleh bias data; menulis mematahkan batas ini. Menulis mengajak seseorang berpikir ulang, mempertanyakan, menganalisis, dan memperbaiki. Inilah karakter perubahan yang dibutuhkan oleh pendidikan Indonesia.

Menulis adalah tindakan sadar untuk merawat karakter, identitas, dan warisan intelektual di tengah dunia digital yang ditentukan algoritma. Prestasi literasi bukan tujuan akhir, tetapi bukti konsistensi memperkuat nilai-nilai. Para pemangku kepentingan pendidikan guru, kampus, pemerintah perlu memperluas ekosistem literasi digital yang memadukan kurasi akademik dan ruang ekspresi mendalam. Repositori terbuka, komunitas menulis, mentoring literasi, dan penghargaan perlu diperkuat agar karakter bangsa terbentuk melalui narasi yang sehat, bukan sekadar data klik.

Ketika algoritma bekerja berdasarkan perilaku, tulisan bekerja berdasarkan nilai. Dalam kebisingan digital, menulis adalah rumah bagi karakter tempat manusia kembali menjadi dirinya sendiri. Wallahu A'lam.

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Suka dengan Artikel ini?
1 Orang menyukai Artikel Ini
avatar