Inilah Proses Kreatif Iqbal Muchtar dalam Menulis Cerpen "Warung Kopi"

2025-11-22 17:43:44 | Diperbaharui: 2025-11-22 17:43:44
Inilah Proses Kreatif Iqbal Muchtar dalam Menulis Cerpen "Warung Kopi"
Cerpenis Pulpen, Iqbal Muchtar saat mengisi zoom meeting, dokumen Pulpen

Setelah hampir setahun vakum melaksanakan kelas kepenulisan seputar cerpen, akhirnya Sabtu 15 November 2025, Pulpen Kompasiana kembali mengadakan zoom meeting class. Nuansa berbeda tentunya. Jika pada sebelumnya banyak membahas tentang materi-materi seputar cerpen itu sendiri, kali ini Pulpen menghadirkan cerpenis Kompasiana yang mendapat label Artikel Utama. Kesempatan pertama Pulpen menghadirkan Iqbal Muchtar yang cerpennya kerap menjadi artikel utama di Kompasiana.

Cerpen dengan judul Warung Kopi yang tayang 30 Oktober 2025 di Kompasiana ini ditulis Iqbal berdasarkan kisah nyatanya saat nongkrong bersama teman di warung kopi. Tentunya dengan pemilihan nama tokoh yang berbeda dan diksi yang memesona.

Sebelum menceritakan lebih lanjut tentang proses kreatif cerpen Warung Kopi, Iqbal yang merupakan seorang guru di Singapore Intercultural Scholl Jakarta Selatan ini mengajak peserta zoom meeting bermain mentimeter. Mengajak peserta menceritakan alasan kenapa menulis. Menurut Iqbal, ide itu tidak lahir dari gemuruh peristiwa yang besar, melainkan dari bisikan kecil yang lewat sekejap lalu menetap di ingatan.

Peserta langsung gercep menuliskan alasannya. Ada yang untuk mencurahkan keresahan tentang fenomena yang membuat pikiran gelisah, mencurahkan kegalauan, untuk mengikat ilmu, memperpanjang ingatan, menuliskan pengalaman, dan lain sebagainya. 

Pertanyaan kedua dari Iqbal adalah bagaimana menggali ide menjadi cerita. Langsung jawaban peserta membrudul di kolom mentimeter. Ada yang mencari makna peristiwa sekalian berfilsafat, dari cerita orang lain yang dikembangkan menjadi fiksi, curhatan teman, dari interaksi dengan orang lain, dari kebiasaan sehari-hari, ada juga yang dari menggali pengalaman terdahulu, dan lain sebagainya. 

Pertanyaan terakhir alias pertanyaan ketiga adalah genre apa yang disukai. Terlihat genre petualangan lebih mendominasi yang disukai peserta zoom meeting, lalu genre sejarah dan politik, misteri dan horor, remaja, dan di posisi terakhir ada genre romansa dan anak. 

Permainan mentimeter seputar kepenulisan ini membuat peserta zoom meeting makin semangat dan memantik diskusi yang hangat baik saat materi disampaikan oleh Iqbal maupun saat segmen tanya jawab tiba.

Cerpen Warung Kopi yang ditulis oleh Iqbal Muchtar terinspirasi dari cerpen Sasti Gotama yang berjudul Kawan Saya yang tayang di Kompas. Kebetulan juga saat itu Iqbal nongkrong di warung kopi bersama teman-temannya.

Menurut Iqbal Muchtar, ada beberapa alasan seorang penulis menemukan “mengapa” dari sebuah cerpen, yaitu sebagai berikut:

  • ingin mengenang tempat tertentu;
  • ingin membicarakan kesepian;
  • ingin menulis tentang pertemuan; dan
  • ingin mengkritik sesuatu dengan lembut.

Dalam mengubah suatu peristiwa atau kenyataan ke dalam bentuk fiksi, sering kali ide itu berubah bentuk. Nama tokoh bisa berganti, latar belakang dimodifikasi, konflik ditambah atau diputar balik, dan suasana diperkuat agar lebih menggugah. Tempat dan peristiwa hanyalah bahan mentah, sementara fiksi adalah hidangan yang diracik ulang dengan imajinasi.

Tidak hanya cerpen Warung Kopi saja yang mendapat label artikel utama karya Iqbal Muchtar. Banyak cerpen Iqbal lainnya yang mendapat label serupa. Tidak salah jika tahun lalu dan tahun ini Iqbal Muchtar kembali masuk dalam nominasi penulis fiksi terbaik Kompasiana. Selain itu, Iqbal menulis juga tuntutan dari pekerjaannya sebagai guru.

Bergabung sejak 2019 di Kompasiana dan mulai rajin menemukan passion di fiksi khususnya cerpen pada tahun 2022, membuat Iqbal Muchtar bersemangat dan bertekad untuk menaklukkan Kompasiana. And he dit it. Selamat, Iqbal Muchtar. 

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Suka dengan Artikel ini?
3 Orang menyukai Artikel Ini
avatar