Ruang Biblika Memperkenalkan Hermeneutika dengan Bahasa Komunikatif, Keseharian, dan Awani. Hermeneutika yang keluar dari istilah-istilah susah di Konsistorium Tempat Ngumpul para Teolog, Imam, Penatua, dan Diaken.
https://temu.kompasiana.com/ruangbiblika
Hermeneutika berasal dari kata Yunani; Hermeneuein atau menafsirkan dan tafsiran. Hermeneutika dihubungkan dengan Dewa Hermes, tokoh pada Dunia Dewa-dewi Yunani; Hermes bertugas menjadi perantara antara Dewa Zeus dan manusia.
Seturut tradisi Yunani Kuno, hermeneuein menyangkut mengatakan (to say), menjelaskan (to explain), dan menerjemahkan (to translate). Dari latar itu, diadaptasikan oleh Inggris dengan to interpret; interpretasi terhadap pengucapan lisan (an oral recitation), penjelasan yang masuk akal (areasonable explanation), dan terjemahan dari bahasa lain (a translation from another language).
Kemunculan awal hermeneutika (oleh Genius masa lalu) sebagai "the art and science of interpreting especially authoritative writings; mainly in application to sacred scripture, and equivalent to exegesis, atau seni dan ilmu menafsirkan khususnya tulisan-tulisan berkewenangan, terutama berkenaan dengan Kitab Suci.
Dalam artian hermeneutika juga merupakan kajian terhadap understanding of understanding atau "memahami pemahaman" terhadap teks, terutama teks Kitab Suci, yang datang dari kurun, waktu, tempat, serta situasi sosial yang asing (dan jauh rentang waktunya) dengan pembaca pada era kekinian.
Pada konteks itu Hermeneutika meliputi
- Penafsiran Kitab Suci (theory of biblical exegesis)
- Metodologi filologi umum (general philological methodology)
- lmu tentang semua pemahaman bahasa (science of all linguistic understanding)
- Landasan metodologis dari ilmu-ilmu kemanusiaan (methodological foundation of geisteswissenschaften)
- Pemahaman eksistensial dan fenomenologi eksistensi (phenomenology of existence dan of existential understanding)
- Sistem penafsiran (system of interpretation).
Jadi, sederhananya, Hermeneutika (dan kajian-kajian di dalamnya) adalah Ilmu yang relatif masih muda; baru berusia sekitar 100 tahun. Hermeneutika pada awalnya merupakan kajian (untuk memahami secara utuh) terhadap teks (teks-teks), relief, deskripsi narasi, manuscrip pada/di Lembaran-lembaran Perkamen, Arca, Tugu, Relief di Gua-gua, Tulisan/Buku Kuno, bahkan perikop-perikop Kitab Suci.
Hermeneutika Membuat Keutuhan Pemahaman
Sehingga kajian-kajian dalam/pada Studi Pendekatan _Hermeneutika_ menyangkut (i) kritik (dan kritisi) sejarah, jika menemukan latar sejarah yang tepat, maka dilanjutkan dengan kajian terhap (ii) sikon sosbudpolkam, antropologi, filosofi, nilai-nilai (value) hidup dan kehidupan, ajaran serta kebiasaan ritus saat teks tersebut ada atau ditulis, disampaikan, diarsipkan.
Oleh sebab itu, tidak mudah melakukan (kajian teks, orasi, narasi) dengan Pendekatan Hermeneutika, karena berhubungan sejumlah disiplin ilmu lainnya. Tidak mudah, namun, jika ada pembiasaan dan terbiasa, maka jalan Hermeneutika itu menyenangkan untuk dilalui; serta memperkaya pikiran dengan hal-hal baru, bahkan tak terduga sebelumnya, (Anda Tertarik? Mari, Belajar).
Pada ranah Teologi (dan Filsafat) Kristen dan Katolik, Hermeneutika masuk dalam rumpun Studi Biblika untuk atau alat untuk memahami banyak teks-teks kuno, teks sastra atau teks-teks lainya. Bahkan yang lebih mutakhir, Hermeneutika telah menjadi pisau analisis untuk membaca “teks” yang bernama realitas. Bagi mereka, realitas adalah “teks” yang juga harus dibaca. Hermeneutika bisa disebut sebagai 'cara paling holistik' untuk memahami frasa atau teks Kitab Suci, termasuk Alkitab. Di dalamnya menyangkut
- Lexicon, istilah asli seperti bahasa Aram, Ibrani, Yunani Kuno, Sanserketa, Sastera Arab, Mandarin, dll.
- Kritik Teks, latar belakang teks dimasukin penulis ke dalam karyanya
- Latar Sejarah, Budaya, Kebiasaaan penulis dan pembaca
- Spiritualitas, ritus, penyembahan yang berkembang pada waktu penulisan; bahkan penulisan merupakan Edukasi dan Apolegetika
Hermeneutika Menawarkan Kontekstualisasi
Salah satu yang menjadi keunggulan dan dapat menjadi alasan kita untuk menerima hermeneutika ialah metode penafsiran ini menawarkan kontekstulisasi.
Hal itu membantu umat atau pembaca dalam mewujudkan klaimnya sebagai agama yang ajarannya pasti selalu sesuai dengan zaman kapan saja dan tempat di mana saja.
Kontekstuliasasi yang dimaksud adalah membaca ayat-ayat Kitab Suci dengan melihat konteks sejarah pada saat ia diturunkan dan kemudian membawa ayat itu ke masa sang penafsir hidup dan menyesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan zamannya. Hermeneutika menjadi seksi, sehingga banyak pihak merasa tertarik untuk membahasnya, tak terkecuali para cendekiawan pada bidang Agama-agama.
1 Maret 2020
Opa Jappy