Pada sesi awal konseling berhenti merokok, biasanya yang paling sering muncul adalah alasan kesehatan: batuk yang tak kunjung hilang, napas yang terasa sesak, stamina yang merosot, atau kekhawatiran akan penyakit kronis seperti kanker paru dan penyakit jantung. Semuanya benar dan realistis.
Namun, setelah beberapa sesi berjalan, sering kali ada satu dimensi yang mulai muncul di benak peserta: aspek ekonomi.
Sederhana saja. Ketika mereka mulai menghitung berapa banyak uang yang dibakar setiap hari, minggu, hingga bertahun-tahun, muncul satu reaksi universal: keterkejutan.
“Saya pikir rokok cuma menguras paru-paru. Ternyata dia juga menguras dompet.”
Ungkapan seperti ini tidak jarang terdengar.
Pengeluaran Rokok: Kebocoran yang Tak Terasa
Banyak perokok tidak sadar bahwa rokok adalah pengeluaran rutin yang sifatnya auto-pilot: keluar tanpa disadari, seperti uang parkir atau pulsa Wi-Fi.
Mari bayangkan:
-
1 bungkus rokok per hari: ± Rp25.000–40.000
-
Dalam sebulan: Rp750.000–1.200.000
-
Dalam setahun: Rp9.000.000–14.000.000
-
Dalam lima tahun: bisa mencapai puluhan juta rupiah
Jumlah itu cukup untuk:
-
Uang muka rumah
-
Dana darurat
-
Tabungan pendidikan anak
-
Premi asuransi kesehatan dan penyakit kritis
Ironisnya, ketika sakit akibat rokok, banyak perokok justru kebingungan mencari biaya pengobatan. Padahal, sebagian besar uang itu sudah habis terbakar sebelumnya.
Biaya Pengobatan: Realita yang Tak Banyak Dibahas
Rokok tidak hanya menghilangkan uang saat dibeli, tetapi juga ketika dampaknya tiba. Penyakit akibat rokok sering kali termasuk dalam kategori high-cost disease:
PPOK, kanker paru, serangan jantung, stroke—semuanya membutuhkan perawatan jangka panjang dan biaya besar.
Beberapa sumber menyebut bahwa:
-
Biaya rawat inap penyakit jantung bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah
-
Terapi kanker paru bisa menyentuh ratusan juta dalam satu siklus pengobatan
-
Pemantauan kesehatan jangka panjang berarti biaya medis yang berulang
Pada titik ini, beberapa peserta konseling mulai menyadari bahwa merokok bukan hanya kebiasaan biologis, tapi juga pilihan finansial.
Asuransi: Bukan Ketakutan, tetapi Strategi Proteksi
Saat risiko penyakit meningkat, biaya proteksi—misalnya premi asuransi kesehatan atau penyakit kritis—pun ikut naik.
Secara logika underwriting, perokok dianggap memiliki risiko lebih tinggi, sehingga mereka sering:
-
Membayar premi lebih mahal
-
Diberi masa tunggu lebih panjang
-
Atau bahkan ditolak untuk polis tertentu
Kontras dengan itu, seseorang yang berkomitmen berhenti merokok bukan hanya meningkatkan kualitas kesehatannya, tetapi juga—secara tidak langsung—menurunkan risiko finansial masa depan.
Sehingga ketika kita bicara berhenti merokok, sebenarnya yang sedang kita tawarkan bukan sekadar perubahan perilaku, melainkan proteksi jangka panjang terhadap masa depan—baik kesehatan maupun aset finansial.
Tabiat Uang dan Kendali Diri
Dalam pendekatan konseling perilaku, ada satu variabel yang sering dilupakan: cara seseorang mengelola uang mencerminkan cara mereka mengelola hidup.
Ada orang yang membeli rokok karena:
-
Kebiasaan sosial
-
Pelepas stres
-
Identitas kelompok
-
Impuls emosional
Tantangan berhenti merokok pada akhirnya berkaitan erat dengan manajemen diri—dan itu termasuk manajemen keuangan.
Ketika seseorang mulai menyisihkan uang yang sebelumnya dialokasikan untuk rokok, lalu dialihkan ke:
-
Tabungan
-
Investasi
-
Premi asuransi
-
Dana darurat
…secara tidak langsung ia sedang membangun versi dirinya yang lebih bertanggung jawab dan berdaya secara finansial.
Berhenti Merokok Bukan Hanya Tentang Paru-Paru: Ini Tentang Masa Depan
Ada kalimat yang biasanya saya tutupkan saat sesi konseling aspek ekonomi:
“Rokok memberi sensasi jangka pendek, tapi meninggalkan konsekuensi jangka panjang. Proteksi finansial dan kesehatan bekerja sebaliknya: terasa tidak langsung, tetapi manfaatnya nyata saat risiko datang.”
Berhenti merokok mungkin terasa sulit di awal, tetapi berhenti memberi uang kepada sesuatu yang merusak tubuh dan menambah beban biaya kesehatan di masa depan mungkin adalah keputusan finansial terbaik yang dapat dibuat seseorang hari ini.
Jika rokok adalah biaya tanpa manfaat, maka berhenti merokok adalah investasi dalam kesehatan, keuangan, dan masa depan pribadi serta keluarga.
Dan itu, pada akhirnya, lebih berharga dari sekadar satu batang kebiasaan.