Hi, Koteker dan Kompasianer. Apa kabar di tahun baru? Masih sehat dan bahagia, bukan.
Sabtu lalu, Komunitas Traveler Kompasiana dan Pesanggrahan Indonesia, sudah mengajak kalian untuk menyimak cerita pembatalan festival "Hogmanay" di Edinburgh, Skotlandia.
Ketua Koteka itu menceritakan awal mula kedatangannya di Edinburgh. Setelah Glasgow, Edinburgh menjadi tujuan wisata yang menarik dan direkomendasikan. Kalau kalian pecinta Harry Potter atau setidaknya pernah mendengar nama penulisnya JK Rowling, menapaki jalanan di ibu kota Skotlandia itu, serasa dibawa ke film "Harry Potter." Itu perasaan Kompasianer of the year 2020 ketika berada di Edinburgh. Khususnya ketika menapaki jalan "Harry Potter", di mana ada toko Merchandise HP itu dan bangunan gedung dan jalan yang mirip di film. Walaupun malam terlihat lebih seram dengan warna abu-abu dari gedung, malam hari tampak cantik menyala. Hiasan lampu di setiap gedung begitu memesona.
Usai mbak Siti Asiyah sang moderator membuka acara, narasumber mbak Gana Stegmann pertama-tama membeberkan informasi atau fakta tentang Edinburgh. Ternyata sejak 1437 menjadi pengganti Scone sebagai ibukota Skotlandia. Penduduknya juga nggak banyak, sekitar 500 ribuan pendatang dan 900 ribuan warga setempat. Kota ini juga menjadi kota tua seperti tampangnya, buktinya ada kota bawah tanah yang sudah ada sejak tahun 8000 SM. Turnya, bisa dipesan di sebuah kios di tengah kota. Sebaiknya jauh-jauh hari membeli atau pesan karena pada musim dinginpun, fully booked, apalagi musim panas.
Kemudian, mbak Gana berbagi kesan apa saja yang unik di sana:
- Gedung dan bangunan tua, mirip di film Harry Potter.
- Pengamen dengan bigpipe atau di Jerman disebut Dudlesack, memakai kilt atau rok kotak-kotak dan topi tartar.
- Cab atau taksi yang bentuknya unik, dengan tempat duduk berhadap-hadapan.
- Fish and chips (kentang goreng dengan ikan goreng).
- Shortbread, kek dari butter dan tepung serta gula.
- Haggies (sosis yang berisi misalnya, daging sapi dan domba).
Terakhir, tentang Hog-mah-nay, festival yang dimulai sejak 1604. Tujuan mbak Gana bersama keluarga dan teman adalah menikmati festival "Hogmanay", festival tahunan yang selalu diminati pengunjung dari lokal dan mancanegara. Sayang, karena cuaca buruk, di mana angin kencang 30 km/jam, membuat pemerintah menetapkan larangan perayaan malam tahun baru outdoor. Padahal banyak turis asing yang sudah datang dan membeli tiket jauh-jauh hari. Belum lagi budget yang sudah dihabiskan untuk menikmati acara yang justru nggak bisa dinikmati.
Festival Hogmanay yang dibatalkan tak menyurutkan orang-orang untuk tetap berkumpul di "Castle" dan menghitung mundur menuju 2025. Setelah saling mengucapkan tahun baru, semua bubar menuju pub, cafe atau restoran yang buka. Mbak Gana dan grup harus keluar masuk pub, yang bersedia menerima 7 orang. Karena biasanya tempat sudah penuh, selalu ditolak. Untungnya, ada Boozy bar yang membolehkan mbak Gana dan gerombolan masuk. Tipsnya, masuk separoh dulu, separohnya menyusul. Semua tempat hiburan ditutup pukul 03.00. Semua orang harus keluar dan pulang. Begitu pula mbak Gana dan rombongan.
Dari Skotlandia, Komunitas Traveler Kompasiana bekerjasama dengan Perempuan Berkebaya Indonesia - Eropa. Adalah ketua PBI EU - Christiana Dessynta Siswijana Streiff di Swiss. Ia akan menceritakan perjuangan Indonesia dalam mendaftarkan kebaya sebagai kekayaan budaya tak benda UNESCO, yang berhasil Desember lalu. Pencapaian yang harus dirayakan ini akan dipaparkan dalam Kotekatalk-2010 pada:
- Hari/Tanggal: Sabtu, 11 Januari 2024
- Pukul: 16.00 WIB Jakarta/ 10.00 CET Berlin
- Link: DI SINI
Dalam Kotekatalk terdahulu dengan mbak Chris, sudah menjelaskan prosesnya, bahwa ada negara tetangga juga yang mengajukan kebaya sebagai kekayaan tak benda seperti Malaysia dan Singapura. Pendaftaran berlima ini, ditetapkan di Peru oleh UNESCO Desember lalu. Apakah suatu hari nanti bisa diklaim bahwa Kebaya hanya milik Indonesia? Apa yang dilakukan PBI Eropa setelah penetapan ini? Kegiatan PBI Eropa terakhir adalah Kebaya goes to Paris. Apa visi dan misi selama kegiatan? Apa tanggapan warga lokal? Apa dampaknya bagi bangsa kita?
Untuk tahu jawabannya, gabung Kotekatalk-210. Jumpa Sabtu.
"Ke Bogor jangan lupa mampir ke istana. Di Bogor ada bunga Raflesia. Bersama Komunitas Traveler Kompasiana, kita bangkitkan pariwisata Indonesia" (Menparekraf RI Sandiaga Uno, Kotekatalk-83, 22 April 2022).
Salam Koteka. (GS)