Menulis sebagai Medium Keberlanjutan Peradaban Digital

2025-11-18 02:07:34 | Diperbaharui: 2025-11-18 02:07:44
Menulis sebagai Medium Keberlanjutan Peradaban Digital
Caption: Menulis di Era Digital: Semakin Besar Peluang, Semakin Besar Tantangan. Tersedia di https://menulis.id/menulis-di-era-digital  (dimodifikasi 18/11/2025)

 

Menulis sebagai Medium Keberlanjutan Peradaban Digital

 Oleh: A. Rusdiana

Sejak 17 September 2025 sampai hari ini, Komunitas Pena Berkarya Bersama (PBB) telah mencapai pertemuan ke-38 dengan jumlah anggota 1.861 orang. Pertumbuhan dua bulan ini bukan sekadar angka; ini adalah tanda lahirnya ekosistem literasi digital yang hidup sebuah komunitas yang menulis bukan karena tugas, tetapi karena kesadaran bahwa peradaban hanya bertahan melalui teks, bukan sensasi. Pada saat yang sama, UIN SGD Bandung merayakan Wisuda ke-105 dengan tema “Mencetak Generasi Ulul Albab: Berilmu, Berakhlak, dan Berdaya Saing.” Momentum ini bertemu dengan Hari Pahlawan 2025 bertema “Pahlawanku Teladanku, Terus Bergerak, Melanjutkan Perjuangan.” Keduanya menegaskan: perjuangan masa kini adalah perjuangan menjaga pengetahuan agar tetap hidup dalam bentang digital.

Teori Memori Kolektif Maurice Halbwachs menegaskan bahwa peradaban hanya bertahan jika pengalaman sosial dituangkan dalam bentuk simbolik salah satunya tulisan. Sementara Walter Ong dalam teori Orality and Literacy menyebut bahwa masyarakat literat mampu mempertahankan gagasan lintas generasi karena teks menyediakan stabilitas makna.

Meski demikian, ruang digital kita lebih dipenuhi konten instan, komentar singkat, dan unggahan viral yang cepat menghilang. Banyak gagasan besar tenggelam karena tidak terdokumentasi. Rendahnya budaya menulis digital membuat pengetahuan sulit diwariskan. Maka tulisan ini bertujuan: 1) menjelaskan mengapa menulis adalah medium keberlanjutan peradaban digital, 2) mengaitkan gagasan tersebut dengan tema Wisuda ke-105 UIN Bandung, 3) memberikan pembelajaran praktis bagi anggota PBB ke-38 agar terus menulis, dan 4) memberi rekomendasi kebijakan bagi penguatan literasi akademik. Berikut ini, lima Pembelajaran Mendalam: Menulis sebagai Medium Keberlanjutan Peradaban Digital:

Pertama: Menulis Menjadikan Gagasan “Hidup Lebih Lama dari Penulisnya” Konten digital seperti video, status, atau audio sering hilang karena algoritma. Sebaliknya, tulisan adalah repository yang bertahan dan mudah ditinjau. Generasi Ulul Albab yang berilmu dan berakhlak tidak cukup meninggalkan opini sesaat, tetapi meninggalkan jejak teks yang dapat diuji, dikritisi, dan digunakan ulang untuk pengembangan ilmu. Di sinilah makna keberlanjutan peradaban digital dimulai.

Kedua: Menulis Mengubah Konsumen Informasi Menjadi Produsen Pengetahuan; Tema Wisuda ke-105 menekankan daya saing. Namun daya saing tidak tumbuh dari mengonsumsi informasi, tetapi dari menghasilkan gagasan baru. PBB ke-38 menjadi bukti: 1.861 anggota bukan sekadar pembaca, tetapi produsen pengetahuan. Setiap tulisan baru memperkuat posisi umat akademik sebagai pelaku peradaban, bukan penonton.

Ketiga: Menulis adalah Bentuk Kepahlawanan Intelektual di Era Digital; Hari Pahlawan 2025 menegaskan pesan “melanjutkan perjuangan.” Jika dulu perjuangan diwujudkan dengan fisik, hari ini perjuangan dilakukan melalui produksi pengetahuan. Penulis adalah pahlawan sunyi: ia menanam ide yang tidak habis oleh zaman. Menulis adalah aksi moral untuk menjaga nilai, kebenaran, dan akal sehat publik.

Keempat: Menulis Membangun Jembatan Antar-Generasi dalam Dunia Pendidikan Tinggi; Peradaban digital membutuhkan kesinambungan gagasan. Ketika mahasiswa UIN Bandung menulis riset, dosen menulis opini, dan masyarakat menulis pengalaman, tercipta continuum pengetahuan yang mengikat generasi sekarang dan yang akan datang.
Inilah inti dari Ulul Albab: ilmu sebagai akhlak, bukan sekadar kompetensi.

Kelima: Menulis Menghasilkan Kultur Digital yang Mencerahkan, bukan Menyesatkan Ruang digital saat ini dipenuhi hoaks, emosi, dan noise. Menulis dengan dasar literatur dan nilai-nilai keulul-albaban dapat menjadi benteng moral. PBB ke-38 dapat menjadi ekosistem curated intelligence ruang yang mengolah informasi menjadi hikmah.

Singkat kata, menulis bukan sekadar aktivitas intelektual; ia adalah mekanisme keberlanjutan peradaban digital. Dalam konteks Wisuda ke-105 UIN Bandung dan Hari Pahlawan 2025, menulis menjadi instrumen untuk mencetak generasi Ulul Albab yang memiliki memori kolektif kuat, moral akademik tinggi, dan daya saing global. Rekomendasi: 1) Kampus perlu menjadikan menulis sebagai budaya, bukan tugas; 2) Komunitas PBB perlu membuat bank pengetahuan digital agar karya anggota abadi. 3) Mahasiswa dan akademisi perlu menulis rutin untuk melatih nalar, etika, dan dokumentasi gagasan; 4) Media massa seperti Koran Harian Jabar Ekpres, beritadisdik, Ekpos/Bedanews dan Visi News perlu mengkurasi tulisan berkualitas sebagai warisan publik.

Perjuangan hari ini bukan mengangkat senjata, tetapi mengangkat pena. Dalam dunia yang bergerak cepat, tulisan adalah jangkar yang menjaga agar peradaban tidak terseret arus. Ketika generasi Ulul Albab menulis, mereka tidak hanya mencatat masa kini, tetapi melanjutkan perjuangan untuk masa depan bangsa. Wallahu A’lam.

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Suka dengan Artikel ini?
0 Orang menyukai Artikel Ini
avatar