ð± Belajar dari Dua Dunia: Cerita Keluarga Sensing, Anak Feeling & Insting
Kemarin aku dapet kesempatan ngobrol santai tapi bermakna dengan dua keluarga setelah anak-anak mereka ikut tes STIFIn di sekolah.
Salah satunya bikin aku mikir panjang — keluarga dengan dua anak (PAUD dan SD), masing-masing punya mesin Feeling dan Insting, sementara sang ayah Sensing ekstrovert dan ibu Sensing introvert.
1. Kombinasi Unik di Rumah
Keluarga ini kayak mini-laboratorium STIFIn yang hidup ð
-
Ayah tipe Sensing ekstrovert (SE) → energinya keluar, suka aktivitas nyata, butuh lingkungan yang hidup.
-
Ibu tipe Sensing introvert (SI) → stabil, tenang, fokus ke detail, dan lebih nyaman di “zona aman”.
-
Anak pertama (SD): Feeling → sensitif, butuh dukungan emosional.
-
Anak kedua (PAUD): Insting → fleksibel, cepat adaptasi, tapi mudah terdistraksi.
Satu dari dua anak ini adalah ABK (Anak Berkebutuhan Khusus), dan di sinilah kisahnya jadi menyentuh.
Sang ibu memilih full time jadi ibu rumah tangga, padahal lingkungannya sering bilang,
“Sayang banget, kamu kan punya potensi karier besar.”
Tapi, dia tahu drivenya bukan dari luar — bukan soal pengakuan sosial atau prestasi karier.
Sebagai Sensing introvert, drive-nya datang dari dalam: dari rasa tanggung jawab dan misi pribadi untuk memastikan rumahnya tetap harmonis.
2. Filosofi Surga-Neraka Versi STIFIn
Waktu ngobrol, aku sempat bahas soal filosofi unik STIFIn tentang drive energi introvert vs ekstrovert.
-
Ekstrovert: mengejar surga → motivasinya datang dari luar. Mereka bergerak kalau difasilitasi, diapresiasi, atau disorot.
-
Introvert: menghindari neraka → motivasinya muncul dari dorongan dalam, tanggung jawab, atau rasa “nggak mau gagal”.
Dan ibu ini benar-benar contoh nyata.
Bukan karena ia nggak mampu berkarier, tapi karena baginya, meninggalkan anak ABK di masa krusial itu terasa seperti “neraka kecil”.
Dia memilih jalur yang sunyi, tapi justru penuh makna.
3. Strategi Modifikasi Perilaku ala STIFIn di Keluarga Ini
⨠Untuk anak Feeling:
-
Pendekatan lewat hati, bukan perintah.
-
Saat salah, jangan dimarahi di depan orang — cukup tatap mata dan beri waktu refleksi.
-
Reward kecil tapi hangat lebih efektif dari hadiah besar tapi dingin.
â¡ Untuk anak Insting:
-
Variasikan aktivitas biar nggak bosan.
-
Biarkan eksplorasi tanpa batas dulu, baru diarahkan pelan.
-
Gunakan permainan fisik, bukan ceramah panjang.
ðï¸ Untuk ayah SE:
-
Ajak terlibat aktif, misalnya jadi mentor aktivitas outdoor anak.
-
Butuh penghargaan terbuka agar tetap termotivasi.
ð¿ Untuk ibu SI:
-
Perlu waktu recharge sendiri tanpa rasa bersalah.
-
Komunikasi dengan pasangan lebih enak lewat jadwal dan rutinitas, bukan debat spontan.
4. Refleksi: Rumah Adalah Ruang Belajar STIFIn yang Nyata
Dari sesi itu aku sadar, modifikasi perilaku berbasis STIFIn bukan cuma teori di kertas, tapi bisa jadi jembatan empati di rumah.
STIFIn bikin kita nggak asal menilai perilaku orang lain “salah” — tapi ngerti kenapa cara mereka bereaksi seperti itu.
Kalau dulu kita gampang bilang,
“Kok anaknya manja banget sih?”
Sekarang bisa berubah jadi,
“Oh, mungkin dia Feeling yang butuh validasi dulu sebelum bergerak.”
Jadi, nggak ada keluarga yang “sempurna”, tapi ada keluarga yang selaras — saat tiap anggota dipahami dari mesinnya masing-masing.