Di sesi Paralel 1 Konferensi Nasional Promosi Kesehatan, suasananya cair tapi berbobot. Moderator keren kita, Dr. Deni Purnama, S.Kep, MKM, membuka ruang diskusi dengan gaya rileks tapi tetap terarah—kayak dosen favorit yang penjelasannya enak tapi masuk semua.
Tema besarnya?
Integrasi Layanan Primer (ILP).
Topik yang terdengar serius, tapi justru makin terasa dekat saat dua narasumber keren berbagi pengalaman lapangan dan kebijakan.
dr. Ivonne Kusumaningtias, MKM: “ILP membuat masyarakat mendapatkan pelayanan yang komprehensif sesuai dengan siklus hidupnya”
dr. Ivonne membongkar makna ILP dengan gaya simpel:
-
Selama ini layanan kesehatan di masyarakat sering terpisah-pisah: ke sini imunisasi, ke sana skrining, ke tempat lain lagi buat konseling.
-
ILP hadir agar semua layanan sesuai siklus hidup dapat diterima oleh masyarakat secara menyeluruh tidak terpisah-pisah lagi, baik di Puskemas, UPKDK dan juga Posyandu
-
Tujuan ILP meningkatkan akses dan kulaitas pelayanan yang komprehensif sesuai siklus hidup mulai dari promosi kesehatan hingga kuratif dan rehabilitatif
Beliau juga menekankan:
-
Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer berfokus pada pendekatan siklus hidup sekaligus sebagai fokus penguatan promosi dan pencegahan, memperluas akses layanan kesehatan ke wilayah pedesaan, serta memperkuat pemantauan digital untuk pemantauan wilayah setempat (PWS)
-
Fokus besar ke pencegahan dan promosi kesehatan.
-
Dan yang paling penting: kader punya peran besar sebagai wajah ILP di komunitas.
â â dr. Ivonne mengangkat infografik “25 Keterampilan Dasar Kesehatan Kader” sebagai contoh nyata bagaimana ILP memberi standar kompetensi yang jelas untuk meningkatkan kualitas Kader memberikan pelayanan kesehatan dasar yang terintegrasi sepanjang siklus hidup.
Intinya dari beliau:
“Kapasitas kader meningkat, mutu layanan terangkat.”
Sederhana tapi ngena.
Theolinda Taula’bi', SKM, M.Kes.: Cerita Manis–Asin Implementasi ILP di Posyandu Nusa Indah IV
Kalau dr. Ivonne bicara kebijakan, Kak Theolinda Taula’bi'—datang bawa cerita nyata dari lapangan.
Lokasinya?
Posyandu Nusa Indah IV, Era Baru, Kelurahan Panampu, Kecamatan Tallo, Makassar.
Dengan gaya bercerita yang renyah dan dekat dengan keseharian, beliau memaparkan:
1. Posyandu di era ILP itu berubah banget
-
Bukan cuma tempat timbang balita.
-
Tapi juga skrining PTM, edukasi remaja, pemantauan ibu hamil, pemeriksaan lansia, sampai konseling keluarga.
2. Tantangannya real, tapi bisa ditembus
-
Kader awalnya grogi karena harus menguasai 25 keterampilan dasar.
-
Tapi setelah pelatihan & supervisi santai dari Puskesmas, mereka justru makin pede.
-
Fasilitas terbatas? Bukan alasan. Kreativitas kader jalan!
3. Dampaknya terasa cepat
-
Lansia senang dapat skrining rutin tanpa harus ke Puskesmas.
Quote paling ngena dari Kak Linda:
“Integrasi itu membuat Posyandu lebih hidup. Bukan cuma ramai orang, tapi ramai manfaat.”
Penutup: ILP itu Dekat, Bukan Jauh
Dari kebijakan sampai praktik lapangan, sesi Paralel 1 ini membuktikan:
-
ILP bukan konsep abstrak.
-
ILP hidup di Posyandu, di tangan kader, dan dalam layanan sehari-hari.
-
Dan dengan dukungan kebijakan, pelatihan kader, dan kreativitas lapangan, integrasi layanan kesehatan primer ini makin mudah diterima masyarakat.
Suasana santai tapi penuh makna membuat sesi ini jadi salah satu yang paling “ngena” di konferensi hari ini