Puisi, Bukan Sekedar Keindahan Kata

2023-12-12 16:10:13 | Diperbaharui: 2023-12-13 11:06:18
Puisi, Bukan Sekedar Keindahan Kata
Penulis bersama Isbedy Stiawan ZS dan Sutardji Calzoum Bachri di. Foto: dokpri

Sumpah Pemuda adalah puisi yang diciptakan secara kolektif. Disebut puisi karena saat diciptakan, Sumpah Pemuda berupa imajinasi.

“Saat itu belum ada Indonesia, belum ada tanah airnya, dan Bahasa Indonesia juga belum ada. Yang ada Bahasa Melayu sebagai lingua franca saat itu,” ujar Sutardji Calzoum Bachri, penyair yang dijuluki Presiden Penyair Indonesia, saat tampil pada acara Pentas Karya Komunitas Sastra di Teater Besar Kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM), Senin (11/12/2023).

Jika mengacu pada pernyataan Sutardji, maka pengertian puisi tidak sebatas keindahan bahasa yang terikat pada irama, rima, dan penyusunan larik serta baitnya. Puisi juga harus memiliki daya imajinasi.

Dalam perkembangannya, bukan hanya bentuknya yang mengalami perubahan, puisi juga menjadi alat perjuangan, untuk menyampaikan pesan-pesan sosial dan politik. Jika Sumpah Pemuda disebut puisi, maka sebenarnya jagat puisi Indonesia sudah mengalami perubahan radikal jauh sebelum era Chairil Anwar.

Seperti kita ketahui, jenis puisi terbagi antara puisi lama dengan puisi baru. Puisi lama seperti mantra, pantun, gurindam, dll. Sedang puisi baru terdiri dari balada, himne, epigram, ode, eligi, romansa, dll.

Puisi lama terikat  aturan dan pola tertentu. sementara puisi modern keluar dari ikatan tradisional namun tetap memiliki kekhasan tertentu semisal irama atau struktur.

Beda dengan puisi bebas yang benar-benar terbebas dari pakem tertentu yang dianggap membelenggu kreatifitas.  Pada tahap inilah muncul kredo puisi pembebasan kata dari makna yang digaungkan Sutardji.

Bagi Sutardji, kata harus bebas makna. Kursi dalam puisi bisa saja bermakna kekuasaan, tempat yang nyaman, atau tong sampah, tidak harus berarti tempat duduk. Untuk memahaminya, ada baiknya kita baca kembali pertanggungjawaban Sutardji Calzoum Bachri dalam pengantar kumpulan O (pada buku puisi O Amuk Kapak, 1981). Tulisan ini sebelumnya dimuat di Majalah Horizon No. 12 yang terbit Desember 1974..

Kata-kata bukanlah alat untuk mengantarkan pengertian. Dia bukanlah seperti pipa yang menyalurkan air. Kata-kata adalah pengertian itu sendiri. Dia bebas. Kalau diumpamakan dengan kursi, kata adalah kursi itu sendiri dan bukan alat untuk duduk. Kalau diumpamakan dengan pisau, dia adalah pisau itu sendiri dan bukan alat untuk memotong atau menikam.   

Dalam kesehari-harian kata cenderung dupergunakan sebagai alat untuk menyampaikan pengertian. Dianggap sebagai pesuruh untuk menyampaikan pengertian. Dan dilupakan kedudukannya yang merdeka sebagai pengertian.  

Kata-kata haruslah bebas dari penjajahan pengertian, dan bebas idea. Kata-kata harus bebas menentukan dirinya sendiri., dst.

Demikianlah, puisi memiliki banyak ragam bentuk dan kebebasan, tidak terikat pada keindahan semata. Puisi juga tidak melulu tentang ungkapan kegundahan hati penyairnya.  Puisi-puisi pamflet WS Rendra lebih disukai demonstran daripada gadis yang sedang galau.

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Suka dengan Artikel ini?
2 Orang menyukai Artikel Ini
avatar