Halo, Kerabat !
Selamat datang untuk 1.505 yang telah bergabung, tidak menyangka setiap minggunya selalu ada antusiasme kerabat untuk turut bergabung. Hari ini sudah sampai Rabu Bertemu #8 , mengingat kembali pada Rabu Bertemu #1 - Jabat Kerabat Antropolog Pangan dengan berbagai latar belakang kerabat yang bergabung dan memang persoalan pangan itu persoalan umat manusia dan makhluk hidup, pada saat itu baru 501 kerabat yang bergabung.
Kerabat yang baru bergabung juga bisa membaca dan menyimak kembali Rabu Bertemu, jadi jika kerabat tidak sempat membacanya, kerabat juga bisa menyimaknya di Youtube : Center for Study Indonesian Food Anthropology
- Selamat Datang Kerabat Center for Study Indonesian Food Anthropology - (Dengar disini)
- Rabu Bertemu 1 - Jabat Kerabat Antropolog Pangan - (Dengar disini)
- Rabu Bertemu 2 - Ketika Publik Berpikir dan Bertindak Antropologis - (Dengar disini)
- Rabu Bertemu 3 - Kondisi Pangan dan Mengapa Antropologi Pangan di Indonesia Tidak Populer ? - (Dengar disini)
- Rabu Bertemu 4 - Melirik Roadmap Urgensi Sistem Pangan - (Dengar disini)
- Rabu Bertemu 5 - Publik Mulai Menagih Aksi Nyata Keberlanjutan Pangan Masa Depan 2030 - (Dengar disini)
- Rabu Bertemu 6 - Analisis Wacana Antropologi Pangan Pada Asa Cita Prabowo - Gibran - (Dengar disini)
- Rabu Bertemu 7 - Nasib Isi Piring Bangsa - (Dengar disini)
- Rabu Bertemu 8 - Mungkinkah Menjadi Paradoks Cita Rasa dan Karsa ? - Sudah terunggah di Youtube Center for Study Indonesian Food Anthropology (Dengar disini)
Terimakasih juga pada kerabat yang sudah mendaftar acara Rabu Bertemu Daring #1 - Pangan-Pangan Masa Kini (acaranya daring 40 menit via Google Meet, Hari Rabu, 29 Januari 2025 pkl. 16.00 - 16.40).
Kerabat bisa daftar disini dan membaca deskripsi acaranya : [Rabu Bertemu Daring #1] Pangan-Pangan Masa Kini dan kerabat akan menerima email konfirmasinya atau kerabat bisa langsung bergabung saja pada tautan ini : bit.ly/RabuBertemu1
Terimakasih untuk kerabat (kompasianer) yang sudah terdaftar pada acara ini : Tuti Alawiyah, Tamita Wibisono, Repa Kustipia, Rony Studio, Ifadha Rahmah, Nazariah, Fabian Niam, Tsamrotul Qibtia - Sampai Jumpa Daring !
Nah, Kerabat seperti ini notifikasi emailnya :
Info Tambahan :
Kerabat juga boleh mengikuti Januari Bertemu Realita - Potret dan Narasi Publik Pada Pelaksanaan Makan Bergizi Gratis, kerabat boleh berpartisipasi kolektif, hasil akhirnya berupa artikel rabu bertemu setelah narasi terkumpul yang bisa kerabat simak dan ikuti.
Kirimkan Potret & Narasi MBG pada email : hellocsifa@gmail.com dengan subjek MBG atau kerabat bisa kirimkan via google form pada tautan berikut untuk berpartisipasi selama bulan Januari 2025, tautannya : bit.ly/NarasiMBG
Baiklah, mari kembali pada Rabu Bertemu #8 - Mungkinkah Menjadi Paradoks Cita Rasa dan Karsa ? dengan subjudulnya adalah "Pengujian Persistensi Isi Pikiran Presiden Prabowo Subianto Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Sandang, Pangan & Papan Untuk Rakyat Indonesia".
Tentu saja hal ini menarik ditelusuri, hal ini dilatarbelakangi oleh keputusan-keputusan yang seperti tahu bulat digoreng dadakan alias banyak yang mendadak namun sering berubah-ubah seperti wacana kenaikan PPN 12%, publik menolak, dan akhirnya dibatalkan.
Pun dengan Makan Bergizi Gratis (MBG) dimana informasi yang publik terima berasal dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia) dan beberapa berita dari media bahkan pihak istana mengumumkan bahwa anggaran ini sebagian dari Uang Pribadi Prabowo Subianto (Presiden RI terpilih). Lantas publik dibingungkan oleh kabar-kabar yang banyak sebagai kabar baru namun tidak lugas dan tegas sehingga hal ini jika dalam bentuk komunikasi publik tidak informatif.
Kemudian pemberitaan tentang pagar laut di pesisir Tangerang untuk pemberdayaan para nelayan dengan biaya sampai miliaran dihasilkan oleh kelompok masyarakat sebagai nelayan ? berarti para nelayan ini apakah memang sudah kaya raya? Lantas mengapa harga hasil tangkap ikan dan akses pada protein hewani hasil laut masih belum terjangkau jika alasannya untuk kesejahteraan & pemberdayaan nelayan.
Belum lama ini juga masih hampir dominasi pemberitaan tentang ruang hidup dan ekologi manusia menjadi konflik sosial untuk para kerabat di Indonesia Timur dan Sumatera dalam perkembangan food estate. Food Estate pun belum selesai, sudah muncul proyek untuk masa depan pangan dan energi yang akan mengganti 20 juta hektar dan hal ini dipaparkan bahkan direspon langsung oleh Raja Juli Antoni selaku Menteri Kehutanan , kemudian Prabowo Subianto selaku Presiden terpilih saat ini apakah dengan sadar dalam kedalaman penelusuran berbagai kajian pada dampak sawit ? Karena tidak merasa was-was pada deforestasi bahkan pandangannya pada komoditas sawit seakan-akan sama-sama pohon, jadi tenanglah semua akan baik-baik saja.
Sekilas tentang perkebunan sawit yang memberikan dampak nyata bagi keanekaragaman hayati (walau studi konservasi biologinya tentang anura/kodok namun sesimpel ekosistem seperti ini saja sudah terdampak hebat, jika pandangan umat manusia luas dan kritis artinya jika dalam skala lebih besar lagi betapa lingkungan bahkan ekologi (multiekosistem akan mudah terdampak), ketika ruang hidup terdampak maka gejala dinamika sosial-ekologis yang pertama adalah : kelaparan, kemiskinan, dan ketidakberdayaan manusia.
Walaupun dijanjikan dalam proyeksi industri akan memajukan ekonomi kapital, nyatanya makhluk hidup tidak bisa bertahan pada ekosistem industrialis, tetap memerlukan relasi dengan alam yang sudah harmonis.
Studinya, kerabat bisa membacanya dengan judul : Effect of Oil-Palm Plantation on Diversity of Tropical Anurans (Dampak Perkebunan Kelapa Sawit terhadap Keanekaragaman Anura Tropis) yang dilakukan oleh Aisyah Faruk (Royal Botanic Garden - Inggris) , walaupun studinya pada amfibi namun jika suatu ekosistem itu rusak oleh sawit maka ekosistem keanekaragaman hayati lain pun rusak karena anura/amfibi ini saja berfungsi besar untuk :
- Pengendalian hama terlebih memakan nyamuk yang nyatanya jika tidak terkendali akan menyerang manusia, ekosistem yang sehat dijamin oleh keberadaan amfibi yang bisa dibuktikan dengan kejernihan air (jika suatu aliran atau ekosistem masih ditemukan seekor kodok, maka air dan ekosistem tersebut masih bisa dikatakan bersih dan hal ini berpengaruh untuk referensi manusia jika ingin dipergunakan),
- Jika sawit merusak ekologi dan dampak pertama yang dirasakan oleh kelompok anura/amfibi duluan artinya keseimbangan ekosistem sudah mulai terganggu karena anura/amfibi inilah yang akan menjadi sumber makanan untuk predator terlebih burung dan ular ketika sudah tidak ada maka targetnya ya manusia sekitaran ekosistem komoditas sawit, jika itu pemukiman manusia, maka tidak perlu heran ada banyak burung-burung dan ular yang siap menjadikan target mangsa.
- Komoditas sawit sering mengganggu kesehatan ekosistem karena adanya penurunan kualitas air dan udara terlebih jika ada pabrik kelapa sawit yang siap mencemari lingkungan dan tentunya ada aktivitas pembakaran dimana hal ini akan menjadi kendala pemukiman masyarakat dan kesehatan masyarakat sekitar sawit jika masih ada penghuninya/pemukiman dan tentunya dampak perubahan dan bisa jadi sudah tahap krisis iklim jika jutaan hektar, karena jumlah hutan tropis akan hilang dan ini akan mengganggu siklus sektor pangan secara luas.
Ketika Prabowo Subianto Menulis Paradoks Indonesia Dan Solusinya
Kerabat sudah pernah membacanya ? Kerabat bisa membaca via website prabowosubianto.com
Dan inilah yang kami pertanyakan tentang keberlanjutan hidup sebagai masyarakat Indoensia (rakyat) sehingga kami mencoba melakukan : "Pengujian Persistensi Isi Pikiran Presiden Prabowo Subianto Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Sandang, Pangan & Papan Untuk Rakyat Indonesia". Betapa Prabowo menjelaskan keroposnya Indonesia dari segala sektor dan menjelaskannya pun disertai oleh berbagai data pendukung, sehingga mudah dilacak sumber pustakanya.
Dan saat ini hampir 87 hari Prabowo menjabat sebagai Presiden ke-8 terpilih, jika perhitungan umum masyarakat selalu melihat 100 hari kerja, maka Prabowo Subianto memiliki 13 hari lagi untuk semakin serius tanggap pada persoalan kenegaraan dan problema publik yang selalu disebabkan oleh kabar-kabar baru dari Menteri-Menteri Kabinetnya, dan bagi publik biasa hal ini meresahkan, karena harus selalu mengawasi, mengevaluasi bahkan bertindak jika sudah tidak memuaskan (buktinya publik pun marah dan terhinakan dari kejadian wacana PPN 12%, hal ini jangan dianggap hanya gertakan biasa oleh Prabowo selaku Presiden). Benar adanya yang dituliskan dalam bukunya sendiri yaitu : Paradoks Indonesia dan Solusinya pada halaman 27 yaitu :
Setelah 75 Tahun Lebih Merdeka, Kita Belum Sejahtera
- Indonesia kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia, tetapi sebagian besar rakyat Indonesia saat ini masih hidup dalam kemiskinan. Kondisi ini saya sebut
sebagai Paradoks Indonesia.Ekonomi Kita Tidak Sehat
Kalau kita mau tahu apakah pencapaian ekonomi kita selama 30 tahun terakhir sudah baik atau belum, kita harus bandingkan dengan pencapaian ekonomi negara lain. Misalkan, kita bisa bandingkan pencapaian kita dengan Tiongkok, dan negara tetangga kita Singapura.
Publik juga harus menjadi kekuatan kolektif untuk tetap mengingatkan dan mengembalikan konsistensi isi pikiran seorang Prabowo Subianto yang dicurahkan dalam buku ini, karena ketika membacanya, Prabowo Subianto menunjukan patriotisme yang mementingkan kepentingan rakyat dan tidak mau Indonesia hancur hanya karena keegoisan pemerintah, bahkan Prabowo pun mengkritisi para elitis di Indonesia dengan tegas (halaman : 51)
Mungkin kita dididik untuk takut. Kita dididik untuk tidak berani. Ketika ada orang kita yang berani, elite kita malah mempertanyakan, yakin benar mampu atau tidak? Menurut saya, kita harus mampu!
(halaman : 76)
Elite Indonesia Tidak Jujur
Banyak elite Indonesia dan banyak pakar ekonomi Indonesia tidak mau sampaikan kepada rakyat. (Pada saat itu Prabowo ditanya tentang : mata uang rupiah yang lemah dan harga bahan pokok tidak menentu).
(halaman : 77)
Menurut saya, sudah terlalu lama elite Indonesia tidak menyampaikan apa yang terjadi. Tidak terbuka kepada rakyat, tidak terbuka kepada bangsa.
(halaman : 122)
Kadang Survei Bisa Dipesan
Negara Indonesia sangat kaya. Kita bukan negara miskin. Kita punya semua sumber alam yang dibutuhkan untuk menjadi negara sejahtera. Tetapi, masalahnya, sistem kita dirusak oleh suatu elite,
suatu oligarki yang serakah.
- (Oligarki adalah sistem pemerintahan atau struktur kekuasaan di mana kendali politik, ekonomi, atau sosial dipegang oleh sekelompok kecil elit atau individu dengan kekayaan, koneksi, atau kekuasaan besar.)
Oligarki yang serakah ini mau menguasai semua sumber ekonomi Indonesia, dan tega membiarkan sebagian besar rakyat Indonesia hidup dengan tidak layak. Mereka menguasai politik kita, pemerintahan kita, dengan banyak cara.
Sekarang yang banyak terjadi adalah manipulasi dan rekayasa. Hasil dari banyak polling, banyak survei yang bisa mempengaruhi pandangan masyarakat bisa dibeli dan dimanipulasi.
(halaman : 180)
Saat ini, elite Indonesia banyak meninggalkan nilai-nilai Undang-undang Dasar ’45. Meninggalkan nilai-nilai Pancasila.
(halaman : 203)
Kita Tidak Boleh Tinggal Diam Saudaraku,
Banyak dari apa yang saya katakan di sini memang pahit. Juga pahit kenyataan kita tidak bisa terlalu
banyak berharap pada sebagian elite kita. Banyak elite Indonesia pintar bicara. Saking pintarnya, banyak juga yang pintar bohong.
Kutipan-kutipan inilah yang bisa menjadikan pembaca buku Paradoks Indonesia dan Solusinya yang ditulis oleh Prabowo Subianto agar publik mau tidak mau harus jauh lebih kompak untuk berjuang mendapatkan hak-hak publik yang nyatana dipermainkan oleh elite-elite Indonesia bahkan hal tersulit saat ini menghadapi elitis yang sering berbohong dimana publik akan memicu untuk lebih investigatif lagi, karena Prabowo sendiri menyatakan Indonesia kaya raya dan masih mengherankan mengapa tidak sejahtera ?
Memang, kita semua pun bertanya-tanya mengapa ini terjadi pada Negara Indonesia ? Saatnya publik sejahtera dan lepas landas menjadi bangsa yang kembali sejahtera atas kekayaan alamnya sehingga jika bangsanya sejahtera, maka Indonesia bukan hanya menjadi terpandang, namun akan hadir keakraban sosial yang menciptakan hal-hal humanis karena tidak ada bunyi perut keroncongan dari lelahnya mencari pekerjaan dan mengatur keuangan untuk selalu menyambung kehidupan dari hari ke hari, hingga tidak sempat memikirkan dan menikmati : pengetahuan, teknologi, investasi, literasi dll karena semua fokus pada kebutuhan primer yang saling berebut.
Tentang Sandang : Apa Yang Harus Bangsa ini Kenakan Agar Tetap Terhormat ?
Prabowo selaku penulis membahas tentang industri sandang (sandang adalah pakaian/barang yang digunakan untuk melindungi tubuh), diawali dari bahasan kemandirian dan kemampuan suatu nehara untuk selalu mampu memproduksi termasuk pikiran Prabowo adalah produktivitas dalam negeri (Prabowo mengeceknya dalam Index of Economic Complexity)/Indeks Kompleksitas Ekonomi.
Indeks ini mengukur sejauh mana suatu negara (bahkan wilayah) dapat menghasilkan produk yang kompleks dan bernilai tinggi. Indeks ini didasarkan pada keragaman dan kedalaman pengetahuan yang diperlukan untuk memproduksi barang-barang tertentu, menggambarkan kemampuan ekonomi suatu negara untuk berinovasi dan berkembang. Contoh produknya biasanya meliputi : elektronik, otomotif, farmasi, pesawat terbang, aerospace, dll. Sandang, ini dilihat dari produktivitas tekstil dan pakaian
Untuk sandang (produk tekstil/bahan dari serat yang diproses menjadi kain atau produk dan pakaian), meskipun penting dalam ekonomi banyak negara, biasanya dianggap kurang kompleks kelompok sandang ini dibandingkan produk teknologi tinggi seperti elektronik atau mobil. Di Indonesia sendiri sebagai contoh kasus terbaru industri tekstil adalah banyak yang bangkrut.
Indonesia masih bisa potensial pada tekstil dan pakaian untuk skala industri namun daya saingnya harus tinggi seperti "jangan asal-asalan mencetak/membuat produk, hentikan konsep kuantitas mulailah pada kualitas", memang akan diterjang pasar bebas yang jauh lebih murah, namun Indonesia dan konsumennya harus berpikir maju bahwa sandang produksi Indonesia bisa : awet, berkualitas, dan modis, nanti produktivitas tidak jalan ? mulailah bidik industri penggantinya, tekstil itu tidak habis pakai seperti pangan.
Prabowo terinspirasi dari Ricardo Hausmann dari Harvard University yang juga mantan Menteri Perencanaan Venezuela yang menemukan korelasi sangat kuat antara kesejahteraan sebuah negara dengan kemandirian dan kemampuan suatu negara dalam memproduksi berbagai barang di dalam negeri.
Saat ini kan banyak gelombang PHK dan banyak yang terus beradaptasi untuk menyambung kehidupan dan mencari pemasukan tambahan bahkan potensi, skill, bakat, dan berbagai kemampuan pun dilatih kembali untuk terus menyesuaikan tuntutan zaman ini dan itu tidak gratis dan tidak murah. Selalu ada pengorbanan yang dilakukan rakyat Indonesia yang tidak menerima bentuk kesejahteraan dari janji-janji elite ini yang sering mempromosikan kesejahteraan semu dengan bantuan spontan yang hanya bisa dinikmati sewaktu.
Tentang Pangan : Paradoks Rasa dan Karsa
Mampukah Prabowo Subianto yang saat ini sudah menjadi Presiden terpilih Indonesia ini menciptakan pangan-pangan murah, terjangkau, bahkan berlimpah ? karena dalam buku ini betapa menggebu-gebu bahasan pangan yang dihubungkan dengan berbagai ketimpangan dan tentunya masa depan bangsa Indonesia dari sisi konsumsi.
Pada bahasan ini Prabowo membaca buku The Great Degeneration : How Institutions Decay and Economies Die yang ditulis oleh Niall Ferguson (Sejarawan Britania) yang membahas ancaman ekonomi dunia negara berkembang ? dan jawabannya adalah karena masalah : Inflasi, Pecahnya Investasi Aset, Korupsi, Radikalisasi, Bencana Alam, dan Pandemi (saat itu belum terjadi COVID ketika penulis menulis buku ini, jadi contoh pandeminya adalah SARS/Severe Acute Respiratory Syndrome : infeksi saluran pernafasan berat). Hal inilah yang menjadikan instabilitas politik (ketidakpastian dan perubahan drastis dalam pemerintahan yang meyebabkan sistem ekonomi tidak berjalan dengan baik).
Prabowo pun menuliskan lesson learned (pelajaran) setelah membaca buku yang ditulis Niall Ferguson jika diterjemahkan pada kondisi Indonesia. Prabowo menyebutkan pada halaman 99 :
Inilah sebabnya, mengapa saya katakan kita harus waspada. Sejarah mengajarkan kepada kita bahwa huru-hara, revolusi dan perang saudara dapat dipicu oleh tujuh (7) hal:
1. Inflasi
2. Harga pangan naik
3. Ledakan penduduk
4. Pengangguran meningkat
5. Disparitas penghasilan
6. Radikalisme ideologi, dan
7. Korupsi.Hampir semuanya sekarang ada di Republik Indonesia. Karena gini ratio kita sekarang 0,36, jika ada pemantik yang tepat, Indonesia dapat terjerumus dalam huru hara, revolusi dan perang saudara yang berkepanjangan.
(halaman : 132)
Potensi Kita: Pangan dan Agro Industri
Pangan adalah masalah hidup-mati suatu bangsa. Kita bisa hidup tanpa gedung-gedung pencakar langit. Kita bisa hidup tanpa mobil-mobil. Namun kita tidak bisa hidup tanpa pangan, tanpa beras, tanpa jagung, tanpa singkong, dan sebagainya.Jadi, kita sebagai bangsa harus memandang pangan ini strategis. Siapa pun yang mau memimpin negara ini, harus memandang pangan ini sangat strategis. Dari dulu saya anjurkan ke pemerintah, ke penguasa, ke partai-partai yang sedang berkuasa, untuk fokus kembangkan sektor
pertanian.Jangan kita tergantung pada impor pangan, supaya bangsa kita tidak tergantung pada siapa pun. Kalau
kita tergantung impor, begitu mata uang kita melemah, akan sangat mahal beli barang impor dan rakyat bisa tidak makan.
Menanggapi isi pikiran yang membahas Pangan dan Industrinya, rupanya Prabowo tidak konsisten (dibuktikan pada Asa Cita Prabowo-Gibran, kerabat sila baca pada Rabu Bertemu #6 Analisis Wacana Antropologi Pangan Pada Asa Cita Prabowo-Gibran), dimana Prabowo menegaskan harus mengembangkan sektor pangan, namun akhir-akhir ini justru tidak terlihat bentuk pengembangannya pada sektor pangan, adanya sektor konsumsi (hilir : program makan bergizi gratis) dimana hal ini banyak dievaluasi publik yang nyatanya isinya/menunya timpang.
Hal ini pun mempertanyakan kembali tentang rencana program kerjanya yang dikampanyekan swasembada pangan, namun inkonsistensi kembali dalam Asa-Citanya justru akan memperluas impor pangan, sedangkan isi pikirannya berkata tidak usah tergantung pada impor pangan. Pun pada kekuatan mata uang, saat ini Indonesia bergabung dengan BRICS (Brazil, Russia, India, China, South Africa) dimana hal ini akan membuka peluang investasi, namun mengapa transaksi dan nilai rupiah semakin melemah pada dollar ?
Pangan juga disebut sebagai strategic commodity (komoditas strategis negara dan bangsa) dengan heroiknya Prabowo menuliskan (halaman : 156)
Karena itu, salah satunya saya selalu katakan bahaya kalau soal makan tergantung impor. Makan tidak boleh tergantung impor. Kita tidak boleh menganggap bahwa negara-negara asing sayang pada Indonesia. Kita tidak bisa menggantungkan urusan perut bangsa kita ke bangsa lain.
(halaman : 157)
Akhir-akhir ini pun, banyak negara menghentikan ekspor pangan karena pandemi COVID 19. Mereka mementingkan pemenuhan pangan di dalam negeri dulu, baru ekspor ke luar.
Lantas publik menanyakan kembali kemana pangan-pangan dari dalam negeri yang katanya murah-meriah dan berlimpah ? mengapa kehadirannya tidak terjangkau saat ini ? Kondisi apa yang sedang kita semua alami ?
Papan : Bangsa Indonesia seperti Ngekost di Negaranya Sendiri Dengan Banyaknya Bayaran Bertubi-Tubi, Sementara Segelintir Kelompok dan Individu Berlindung di Rumah Yang Megah.
Kebutuhan papan sejalan dengan kebutuhan karsa/kemauan/niat untuk melakukan suatu tindakan di negaranya atau wilayahnya/lokasi terkecilnya setingkat kecamatan.
(halaman : 54-55) :
Saudara yang mengikuti pemikiran saya sejak lama tentu mengetahui bahwa sudah bertahun-tahun saya sampaikan, kekayaan Indonesia tiap tahun mengalir ke luar Indonesia. Kekayaan Indonesia tidak tinggal di Indonesia.
Ini artinya, kita semua, seluruh bangsa Indonesia, saat ini sedang kerja rodi. Kita sedang kerja bakti untuk orang lain. Kita bekerja keras, di Indonesia, untuk memperkaya bangsa lain. Kita seperti indekos di rumah sendiri.
(halaman : 81) :
Dari mana kah nasi yang kita santap? Mobil yang kita kendarai? Handphone yang kita bawa? Baja yang
digunakan untuk membangun rumah kita? Produksi asing atau Indonesia? Jika produksinya di Indonesia, perusahaannya milik asing atau milik nasional? Coba renungkan !
(halaman : 96) :
Ketika masih banyak rakyat yang susah makan, susah hidup layak, bahkan digusur dari rumahnya sendiri, rakyat bisa dengan mudah melihat ada kelompok kecil di Indonesia yang hidup mewah dan berlebih.
(halaman 115) :
Pemilihan Kepala Desa: Sampai Rp. 1 miliar. Saya membaca, ada desa di Jawa Tengah, di desa itu calon
kepala desanya keluar Rp. 1 miliar hanya untuk menjamu pemilih di rumahnya. Tingkat kepala desa, habis Rp. 1 miliar untuk kampanye. Minimal, di daerah yang sama, perlu Rp. 700 juta untuk modal kampanye. Jika saudara turun ke desa, setelah pemilihan kepala desa, coba saudara tanya, “Bapak pilih siapa?”. Sekarang banyak yang menjawab, “saya pilih yang kasih 400 ribu, pak.” Namanya pun dia tidak hafal. Pokoknya yang kasih 400 ribu.
Program perumahan dari pemerintah sekarang pun banyak yang tidak memuaskan publik secara luas dan tidak bisa diterima oleh berbagai golongan alias tidak inklusif, banyak anak muda generasi millenial dan Gen Z kesulitan memiliki rumah atau hunian, ada kesempatan punya rumah, cicilannya puluhan tahun seakan-akan untuk punya rumah saja harus sampai titik darah penghabisan bahkan sampai tutup usia melunasinya, bahkan ketika sudah tiada pun yang punya rumahnya, cicilan rumahnya masih harus dibayar dan belum lunas, yang menanggungnya harus generasi selanjutnya ?
Apakah program pemerintah ini menggunakan rasa kemanusiaan dalam sanubari dan nuraninya ketika menghadirkan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) ? Memang ada yang subsidi, apakah syaratnya mudah dilalui semua golongan ? yang tidak masuk kriteria tetap saja : numpang di rumah keluarga berdesak-desakan, nebeng di rumah teman yang baik hati dengan saling mengorbankan, ngekost yang tidak layak karena banyaknya biaya harian, dan yang terparah menggembel dan akhirnya kriminalitas meningkat.
Memang tidak ada ruang aman dan nyaman pasca kemerdekaan, bukan masalah bangsa ini sedang berperang dengan penjajah, namun ketika kehidupan-kehidupan rakyat (Bangsa Indonesia) kesehariannya saja sudah sulit, artinya belum merdeka, dan segera rencanakan mau merdeka tanggal berapa ? dan hentikan saja upacara simbolis memperingati itu, jika diluar istana : tukang cilok, tukang pentol, kopi sepeda, ojek online dll tidak dibolehkan masuk pada peringatan karena tidak terundang, jadi negara ini milik siapa ? elitis ? elitis akan menua, dan generasinya akan berjibaku dengan publik yang mentalnya lebih kuat, raganya lebih tegar, dan prinsipnya didominasi penuh integritas atas berbagai luka-luka sebagai pertanda publik bertumbuh di negara berkembang yang dipimpin oleh orang-orang oportunis.
- Sebagai pengingat kembali bahwa paradoks adalah pernyataan atau situasi yang bertentangan dengan logika umum. Paradoks Indonesia yang ditulis oleh Prabowo Subianto sebelum menjadi Presiden menggambarkan kompleksitas berbagai sektor dengan berbagai penyebab serta gejalanya, sehingga sebagai bangsa Indonesia yang harus mawas diri, hal ini bisa menjadi referensi dalam menghadapi ketidakpastian politik saat ini.
Mr. President ....time yours !
Demikian - Hatur nuhun.